the threat

1.3K 85 1
                                    

954 words
.
.
.
.
Karma POV

Hari sudah mulai gelap.
Matahari mulai bersembunyi, dan bulan purnama mulai tampak. Suara lengkingan hewan malampun ikut meramaikan suasana sunyi saat itu.

Sepasang manik merkuri cerahnya menatap tajam seorang Shinigami no Jikan yang juga sama sama melakukan hal serupa. Sang Shinigami yang tetap memasang wajah tenang, membuat Karma harus menelan berat salivanya. Karasuma sensei pernah memberitahu, bahwa sebelum bertarung, buatlah lawanmu menjadi cemas, bila perlu hingga ketakutan. Tapi, apa daya jika sudah berhadapan dengan sang Shinigami

Sebelum memulai bertarung, ataupun berbicara, kau harus memperhatikan terlebih dahulu lawanmu dengan jeli. Pandangilah mereka seakaan akan kau ingin melahapnya. Cermati apa saja yang musuhmu bawa baik terlihat, maupun tak terlihat dengan cara mengatasinya pula.

Dan yang terakhir. Tersenyumlah selama kau bertarung dengan lawan. Konsentrasi lawan akan terganggu jika ia melihat dirimu dalam keadaan santai. Lawan akan berpikir, bahwa kau menganggap pertarungan ini lebih seperti bermain dengannya.

Maka, hanya ada satu yang bisa ku lakukan selain menatapnya tajam. Tersenyumlah sebagai tanda di mulainya permulaan antara aku dan sang Shinigami.

"Kau masih menunggu? Kemarilah, dan lawan aku"

Kesal dengan lontaran kata kata mengejek pria abu abu, Akabane Karma langsung mengambil langkah seribu untuk menghadapi dengan cepat musuhnya.

Berkali kali Karma berusaha meninjunya, tapi tetap tak mengenainya. Kesal dengan itu, Karma berhenti sejenak, mengambil nafas dalam dalam, dan kembali maju bertarung dengan hanya berbekal kekuatan fisiknya

"Hahah~~ hanya begitu kemampuanmu?"

Plaaak

Satu tamparan keras sukses mendarat kasar di pipi transparan sang Shinigami no jikan. Tangannya bergerak, dan menyeka sedikit darah pekat yang keluar. Iris mentari itu terkejut karna Karma bisa mengenai pipinya dengan tamparan keras.

"Hebat, sampai sekarang hanya kau yang bisa membuatku berdarah"

"Hmm. Ini masih permulaannya. Tunggulah di saat saat yang sudah ku rencanakan" ucap Karma dengan sedikit nada mengejek, dan tetap mengambil posisi menyerang.

"Heh~~ kukira aku kesini hanya untuk bicara"

Merasakan hawa mencekam dari sang Shinigami yang mulai surut, membuat Karma kembali tenang dan tetap tak percaya

"Hm? Shinigami no Jikan ingin bicara? Baiklah, katakan lah"

Suasana sempat hening sejenak. Shinigami terdiam sejenak menunggu reaksi terkejut Karma nantinya.

"Sama seperti halnya manusia biasa, diriku pun akan mati nantinya"

"Itu sudah di pastikan" karma menyela omongan

"Tapi, ada suatu alasan yang membuatku tidak bisa mati. Dan, aku pun sangat beruntung mempunyainya. Sekarang, aku mempunyai tubuh yang kekal, kekuatan yang sempurna, dan kebebasan yang mutlak. Tidak ada yang bisa menghentikanku"

Pemuda bersurai merah itu menggelemutukkan deretan gigi putihnya karna kesal dengan ucapan sang Shinigami

"Tapi itu sekarang. Tidak jika aku membiarkan wanita itu hidup"

"Wanita? A, apa yang kau maksud?" Entah kenapa ucapan Karma bisa tergagap gagap seperti ini karna ancaman sang Shinigami

"Hmm, bagaimana caranya ya? Begini saja~~"

Karma menelan salivianya sendiri karna merasa akan ada pembicaraan yang berat nantinya. Dirinya gemetaran, dan berkeringat dingin. Siapa yang ia maksud?

"Aku bisa dihentikan dengan ramuan racun miliknya. Aku juga bisa bertambah kuat karna ramuan miliknya. Singkatnya, gadis poison glasses itu, adalah kunci dari kehidupanku." Senyum seringai itu merekah tajam di wajah seorang Shinigami

"Ja, jangan jangan~~" manik merkuri cerah itu mengecil karna sang empunya dalam keadaan terkejut. Keringatnya semakin banyak berjatuhan karna rasa yang tak pernah ia alami ini muncul tiba tiba.

"Ya, aku ingin kau membunuh seorang gadis peneliti. Seorang gadis mungil yang pernah kau cintai.."

"Okuda Manami"

!!!!!!

Rasa sakit apa ini? Kenapa dada ku tiba tiba merasakan sakit yang luar biasa. Setelah mendengar kata katanya barusan, jantungku berdetak kencang, dan akupun cukup terkejut.

Sang Shinigami menatapku puas. Senyum bulan sabit muncul di wajahnya pertandakan ia sedang mempermainkanku.

"Huah~~ tak kusangka reaksimu akan seperti ini. Oh, benar juga. Okuda Manami itukan gadis yang pernah kau cintai, benar?"

Wajah ku masih ku tundukan. Aku tak bisa menatapnya lagi. Dadaku yang masih terasa sakit, membuatku harus terbatuk beberapa kali.

"Sudahlah, langsung ke intinya saja. Seperti yang kubilang tadi, aku ingin kau yang membunuhnya"

"A, apa? A, aku?" Ini kedua kalinya aku dibuatnya terkejut. Kini, aku bisa menatapnya lurus

"Ya. Jika aku yang berusaha membunuhnya, aku akan di serang beruntun oleh teman temanmu. Tapi berbeda jika denganmu. Kau adalah teman dekatnya. Jadi, dia akan menuruti apa yang akan kau minta bukan? Maka aku memilihmu"

"Jika aku menolak?!"

"Menolak?" Pemuda bersurai abu abu ini terdiam sejenak, lalu mengambil sekuntum bunga mawar dari taman tak jauh dari situ

"Jika kau menuruti apa yang ku inginkan," sang Shinigami mencabut satu kelopak bunga mawar merah itu, dan membuangnya begitu saja.

"Yang lainnya akan selamat. Tapi, jika kau tidak menaati permintaanku," manik kuning cerahnya kembali menatap bunga mawar yang sudah gundul tanpa kelopak.

"Semua akan sia sia"

Deg deg

Aku berhasil di jadikan bonekanya. Tanganku seakan akan terikat, dan kakiku seakan akan terantai. Dadaku kembali sakit, dan sedikit sesak. Tidak, jangan datang di saat saat seperti ini

"Ku beri waktu 5 hari untuk melaksanakannya. Lakukanlah dengan sepenuh hati, sama seperti halnya kau mencintainya. Baiklah, jangan bersembunyi di balik bayanganku, Shinigami no Jikan"

Ia menghilang. Ia pergi kabur. Kenapa ia bisa setega ini? Melakukan hal sekejam itu pada seorang gadis yang polos. Ke, kenapa, kenapa?

"Tu, tuan tidak apa apa? Berdirilah tuan" bawahanku yang entah dari mana datangnya langsung berlari menghampiriku begitu melihat diriku terduduk lesu di tanah

"Aku tidak apa apa. Pergilah dari sini"

"Tapi tuan? Bagaimana tuan pulang nantinya?"

"Aku akan naik bus. Pergilah"

"Ba, baik tuan"

Setelah menunggu sejenak, mobil pribadiku di bawa melaju oleh bawahan ku dengan cepat meninggalkan cahaya merah pada penglihatanku.

Ku berdiri lesu, dan menunggu beberapa saat di halte tak jauh dari sana. Sejenak ku merogoh saku celanaku, dan menemukan rubik yang belum tersusun.

Aku tersenyum melihatnya. Lalu, mataku jadi melembut karna aku langsung masuk ke dalam dunia rubik, karna aku memainkannya.

Tak lama, bus yang kutunggu pun datang. Aku naik dengan cepat karna ini adalah pemberhentian terakhirku.

'Okuda-san, menurutmu apa arti diriku untukmu?'

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang