YUMA

63 0 3
                                    

Dulu...

Aku bergelimang dalam keseimbangan hitamputih

saat mengenalmu.

Aku kembali berani untuk merajut sayap untuk menunjukkan semua duniaku...

Diawalnya kita melukis dengan indah sayangku, kau tahu sangat indah.

Langkah kaki kita hanya berbicara kau dan aku, sekali lagi hanya kau dan aku.

Indah bukan...

Kini...

Lebih banyak memergi dari katakata dipenghujung kelender yang kita lewati.
sebuah keharusan untuk menanggalkan semua, tak lagi akan menemani?
menjadi sesuatu yang disebut bebayangkah atau hanya angin yang lewat?

Entah apa yang harus aku nilai, tunjukkan aku, atau setidaknya ajarkan aku....

kau tau siapa yang mencari dibalik diam yang berkepanjangan?
ku rasa dia adalah seonggok kegelisahan yang mencair di balik sayapsayap lapuk yang dulu kubanggakan. Dan seperti hari kemarin masih menyusun kata tuk belajar bahagia, tapi nyatanya hanya bermain di ujung bibir malah bergelantungan tak mau lepas seolah memaksa " DIAM, aku berkata ", aku tak pandai memaki hanya menyimpan.

ma'af hari ini aku tak rapi seperti biasanya, lebih banyak bermain lumpur
menyanyikan lagu kenangan ditepi pesakitan,seperti biasa menghitung yang tak pasti...
mungkin aku terlambat tuk sampai di laman rumahmu atau tak akan datang?
tergantung apakah kau ada menyusun bajuku rapi dan menyuruhku pulang?
tapi tidaklah mungkin, begitu banyak yang berjejer di gerbang rumahmu walaupun saat ini teh hangat itu kau bikin untukku saat ini....

Sekarang disini aku tak lepas jejemari dari katakata yang menjadi selimut dalam tidurku. Tak bisa menyulam hujan sesuai hatiku, Cuma menerka, dan beberapa pesan tak sampai direrintiknya.
kurasa kau telah mengukir di biliknya siapa aku..?
jawablah sesuka lembaranlambaran bukumu, siapa aku.
dan itu yang terbaik bagimu?

Kini lihat aku disini...

masih di bilik kemaren, mengintip yang masih bersanding erat di lelapuk kayu itu.
bagaimana cara keluar dari penuh matanya? Dan meyakini aku untukmu..
dia tak serupa dengan sipencari bahasa, tak lebih dari si gelap yang lapar akan jelatah diseberang sana...
lebih baik ku asah saja sabit ini, kurambah semak dipintu belakang...
mungkin ini langkah jantungnya..
kurasa...

tapi lelembah disana lebih mengerikan dari renungnya sirapuh didepan...
jadi untuk apa sabit ini ku asah, menggorok leher sirapuh lalu berlenggok jalan kedepan...
tapi tak semudah itu, pelukannya saja mematahkan tulangberulangku...
atau hanya disini saja mendengar dederit lantai bambu ini yang semakin jauh...
hahahahahahaha
satu kali lagi senyum kegagalan....
kurasa...

Pernah sekali...

Seketika waktu padam, ingatanku belum selesai......
begitupun dendang sayatan bertubitubi
siapa yang kuat?

kubunyikan padamu, sesuara yang belum sempat dihafal
aku, dan kau, dipisahkan sesakit yang tak akan berujung.
sempat aku berfikir..
lebih baik ada yang mengalah...
biarku pergi membunyikan lonceng kematian ku disana....
Apa kau mau ini terjadi sayangku...?

Kini lihat lagi aku disini ( apakah kau akan melihat? )

Sesekali kadangku tolehkan kepalaku dari kiblat cuman hanya sejenak untuk melihat pundam pengasinganku.
Aku toleh sudut mana aku terselonjor...

Bening...?
Entahlah aku juga tidak tau, apa itu syair atau sajak yang pernah ada..
Tapi coba bicara pada pagi saat kamu membuka jendela esok,
kutinggalkan pesan disetetes embun...

" sulit untukku bernafas di tak batas ruang yang tertumbuk, aku sangat menyanyangimu, aku ingin dulu menjadi manusia yang akhirnya sempurna oleh keperempuananmu..... "

END

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 15, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kumpulan SajakWhere stories live. Discover now