Saat bel istirahat berbunyi, aku buru-buru mengeluarkan kotak makanku. 3 jam pelajaran matematika tadi telah menguras tenagaku dan sekarang aku sangat lapar aku bisa jadi kanibal.
Ketika yang lain menyerbu kantin, aku dan teman-teman senasib ku lebih memilih membawa bekal dan makan di kelas.
Yah, begini-begini aku masih punya teman loh. Dan jangan salah, mereka lebih menyenangkan dari kelihatannya.
Aku pernah makan di kantin beberapa kali, dan jangan tanya kenapa aku kapok kesana lagi.
Satu sekolah desak-desakkan disana, makanannya tidak ada yang enak. Dan yang paling membuatku malas kesana adalah karena aku bisa mendengar cekikikan dan merasakan tatapan mengejek dari Kathy dan gengnya. Sekarang aku selalu minta dibawakan bekal oleh mama.
"Lo beneran mau ngewakilin kelas ke Bogor Bi?" Raisa bertanya sambil ikut mengeluarkan bekalnya. Sekarang kami berempat duduk melingkar di lantai pojok kelas.
"Nggaklah. Biasa, gara-gara si Kathy. Tiba-tiba nyebut nama gue." Kejadian tadi pagi kembali membuat darahku panas.
"Emang lo ada masalah apa sih Bi, sama dia? Perasaan lo gak pernah bikin masalah, kok dia selalu ngincer lo dari awal?" Kali ini Tisya bertanya dengan nada kesal.
"No idea." Dan maksudku, totally no idea. Aku salah apa sama dia?
Seakan orangnya mendengar percakapan kita, Kathy tiba-tiba sudah berdiri di hadapanku.
Kupikir dia akan marah-marah atau apa, alih-alih dia malah menunjukkan senyuman manis kepadaku.
"Rubi, temenin gue ke kantin yuk." Ucapnya yang terdengar merajuk.
Teman-temanku kini menatap kami bergantian sambil melongo.
Hell no. "Sori ya, tapi gue lagi nggak mau ke kantin." Aku berusaha keras tidak terdengar kasar.
"Ayodoong, gue nggak ada temen kesana nih. Sebentar aja." Kini dia memasang tampang yang bisa bikin semua orang mengiyakan keinginannya.
Tapi aku malah mau muntah.
"Tapi gue belom selesai makan." Aku menunjukkan kotak makanku yang isinya baru setengah habis. Dan aku memang sedang kelaparan sekarang.
"Gue traktir deh di kantin. Ayo dong, kan kita udah jarang jalan bareng."
Dan siapa yang bikin semuanya jadi begitu?Aku baru saja akan menyatakan penolakkanku lagi, tapi Kathy langsung menarik tanganku hingga berdiri, "udahlah ayo, sebentar aja. Jarang-jarang kan lo ke kantin." Kali ini aku bisa mendengar nada paksaan dalam suaranya.
Aku mau tak mau bediri dan mengikutinya. Genggamannya sangat kuat sampai lenganku sakit. Aku menoleh dan memberikan tatapan tolong aku pada teman-temanku. Tapi aku tahu, tidak ada yang bisa menahan Kathy.
Kantin masih sama seperti bayanganku. Sumpek.
Kathy langsung menyeretku ke meja berisi gengnya. Dia menyuruhku duduk di sebelahnya. Aku langsung tahu menit berikutnya sesuatu yang buruk akan terjadi padaku.
Semua anak yang duduk di meja itu terlihat familier, tentu saja, mereka adalah anak-anak yang bisa dibilang pemegang angkatan.
Ke-tidakpedean langsung menghantamku. Aku hanya menunduk menatap meja kantin yang kotor, tidak berani menatap wajah-wajah mereka.
Semuanya memandangiku sambil menahan tawa. Semuanya memberikan tatapan meremehkan. Rasanya aku ingin melenyapkan diriku dari sini secepat mungkin.
"Guys kenalin, ini sahabat baru gue. Pada kenal kan?" Ujarnya ceria kepada teman-temannya.
Semuanya saling menyahut "siapa sih? Anak baru ya?" "Hah nggak pernah liat gue." "Pindahan ya?"
Oh. Jadi dia mau menunjukkan betapa tidak terkenalnya aku.
"Pada jahat banget sih, dia tuh temen sekelas gue. Perkenalin diri dong, Bi, kasih tau nama lo." Aku bisa merasakan senyum kemenangan Kathy walaupun aku tidak melihatnya.
Aku tahu mereka semua pura-pura tidak tahu. Mereka kenal aku. Bagaimana tidak, aku selalu jadi bahan omongan Kathy.
"Ayoo Bii!" Desak Kathy.
"G-gue Rubi.." Aku bahkan tak tahu apa suaraku terdengar. Aku tidak punya pilihan lagi. Aku tidak tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya, yang pasti aku akan terus dipermalukan. Aku sudah tidak peduli lagi.
"Halo Rubi, gue Bagas." Aku sedikit tersentak lalu mengangkat wajahku.
Bagas, tentu saja aku tahu dia. Dia pacar Kathy. Anak basket yang diidolakan semua orang. Mereka selalu disebut-sebut relationship goals.
Relationship goals my ass.
Tapi kenapa sekarang dia menjulurkan tangannya padaku?! Dia mau berjabat tangan?!
Kathy juga terlihat kaget. Sepertinya ini diluar rencananya.
Kathy menepis pelan tangan pacarnya, "iya, kenalin, ini Bagas, ini Kevin, ini Alya,.." Kathy menunjuk satu persatu temannya. Aku tidak memerhatikan kelanjutannya karena aku benar-benar tidak peduli siapa nama mereka.
"Nah, tadikan gue udah janji mau traktir. Sekarang lo pilih mau pesen apa aja." Kathy menyuruhku memandang sekeliling, memilih makanan yang aku mau. Aku sangat tahu ini jebakan. Typical Kathy, berpura-pura baik lalu mencelakakanku.
"Nggak usah, gue udah nggak laper kok. Gue balik ke kelas aja ya.."
"Jangan gitu dong, gue tau lo masih laper. Tadi kan makanan lo belom abis."
"Gue balik ke kelas aja ya, Kath.."
Kathy menghela napas. Tampak menyerah.
"Yaudah kalo lo nggak mau pesen, nih makan punya gue aja, baru dimakan sedikit kok." Dia menyodorkan mangkok berisi bakmie yaminnya kearahku. Isinya masih penuh seperti belum dimakan sama sekali.
"Eh, nggak us-" aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, yang pasti sekarang wajahku sudah ada di dalam mangkok mie.
Aku membeku di posisiku. Tadi Kathy mendorong kepalaku ke dalam mangkok. Kini seluruh wajahku penuh dengan kecap dan minyak.
Suara tawa menusuk-nusuk telingaku. Semuanya menertawaiku, mungkin semua orang di kantin.
"Tuh kan lo pasti kelaperan banget sampe makan pake muka, Bi!" Ucap Kathy di sela-sela tawanya.
Karena tidak ada pilihan lain akhirnya aku mengangkat kepala dari mangkok dan berlari tanpa melihat wajah mereka.
Aku menutup muka seperjalanan menuju toilet. Untungnya di dalam toilet tidak ada siapa-siapa. Aku buru-buru membasuh wajahku.
Setelah wajahku bersih aku masuk ke salah satu bilik dan menguncinya. Aku duduk di atas WC yang telah ditutup dan bergeming.
Lalu detik berikutnya aku tak dapat lagi membendung emosi yang telah naik ke kerongkongan.
Aku menangis sejadi-jadinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/78111368-288-k713384.jpg)
STAI LEGGENDO
The Outcast
RomantizmKalian adalah peran utama Aku, sedari dulu, hanyalah penonton yang duduk di barisan paling belakang. Seperti penonton lain, aku hanya menikmati penampilan kalian. Kalian bahkan tak sadar aku ada. Tapi di luar dugaanku sang pangeran turun dari panggu...