Yha saya kembali lagi dengan bacotan nggak guna. Tapi karena skripsi nggak kelar-kelar disebabkan oleh kadar kemalasan yang levelnya sudah cukup parah dan kronis, saya hanya duduk bengong ngelihatin layar hape sekaligus sedikit berharap ada keajaiban dari doi ngajakin kawin alias ngelamar lewat whatsapp.
Yah andai kenyataan bisa direncanain seenak jidat hahahahaha.
Jadi begini, akhir-akhir ini saya mulai resah dan gelisah dengan banyaknya aduan-aduan orang-orang pada saya soal kesongongan beberapa penulis wattpad hanya karena bukunya udah nangkring di Gramedia. Yha rada konyol sih. Lah gue siapa anjir diaduin begitu ):
Dan yang bahas soal author wattpad yang mendadak songong gara-gara keluarin buku di toko buku itu nggak cuma satu. Banyak coy. Nggak di askfm, nggak di LINE, nggak di whatsapp, masih anget aja tuh topik kayak tai ayam yang baru keluar dari lubang pantat. Jadi begini dik-adik atau mbak-embak yang baru keluarin buku. There are some little advices for you yang terserah mau didengerin atau kagak. Gini sih ya, ndak usah norak.
"Idiiiiiih sadizzzz ngatain orang norak."
Yah sori. Hahahaha. Tapi kadang penulis kalau bukunya udah nangkring di toko buku dan syukur-syukur bisa laku banyak, itu mulai norak. Jadi terkena fucking star syndrom shit yang aduhai lebay dan kritisnya. Saya nggak akan ambil contoh dari saya karena saya juga bukan penulis yang we o we be e o el. Jadi saya akan ambil contoh yang lebih sadiizzz.
Siapa tuh?
1. Pramoedya Ananta Toer.
Beliau nggak perlu nyombongin diri dan mengaku jadi penulis hebat untuk mendapatkan nominasi nobel. Beliau terlalu sibuk mengkritik dan berjuang lewat tulisan. Beliau juga sibuk mengkritik penulis lain demi perkembangan sastra Indonesia. Nggak ada waktu bagi beliau pamer kalau doi pernah dinominasiin nobel atau menang penghargaan internasional. Bahkan sebelum masuk kuliah, saya ndak kenal karya Pramoedya dan sempet mencibir: "Anjing karya apaan nih banyak typo dan absurd." (langsung dibully fans Pramoedya). Rileks. Itu efek dari fucking star syndrom shit karena saya juga baru keluarin buku. Lalu setelah berkenalan dengan eyang ini, saya sadar bahwa tulisan saya tuh semacam upil kering di hidung. Nggak ada apa-apanya. Najis ada malah hahahahaha. Sampai sekarang bahkan saya nggak mau diakui jadi penulis X atau Y atau Z saking jijiknya.
2. Albert Camus
Mas ganteng ini seorang novelis eksistensialis yang absurdis. Saking absurdnya, doi nggak pernah mau diakui sebagai eksistensialis. Padahal aliran-aliran novelnya semuanya eksistensialis. Doi selalu nganggep yang eksistensialis itu temen seperjuangannya, si Sartre. Jadi sepanjang hidup yang dilakuin si Camus cuma ngeluangin waktu buat mengkritik NAZI lewat novelnya. Doi juga mengkritik kehidupan melalui novel dan naskah dramanya. Nggak ada waktu buat si Camus nyombongin diri. Paling-paling absurd aja kalau diajak ngomong.
Dulu waktu pertama kali kenal kamus, saya kenalannya lewat naskah drama doi yang judulnya Le Malentendu (ditranslate ke bahasa Indonesia dengan judul Tamu Istimewa) buat projek pementasan panggung pertama. Pertama kali baca karya itu? Ini reaksi saya:
"Lah drama macam apa nih? Nggak jelas."
Itu juga reaksi dari fucking star syndrom shit karena saat SMA saya adalah ketua teater yang nanganin naskah drama juga. Pengetahuan saya soal teater absurd pun masih cetek atau dangkal, jadi nganggep tuh naskah drama adalah naskah paling aneh. Tapi sejak saya mendalami teater kampus, saya sadar kalau ternyata yang selama ini saya pelajari murni kebohongan belaka. Teater yang sesungguhnya itu teater macem di kampus ini. Dulu mah teaternya ecek-ecek. Sekali main di panggung bahagia dan bangganya udah kayak anak perawan diajakin taarufan. Sekarang malah nggak mau jadi aktor panggung karena tantangan keaktoran lebih berat daripada waktu main teater ecek-ecek zaman sekolah pas masih sayang-sayangnya sama doi.