'Menurutmu, mana yang nyata? Dunia nyata atau dunia fiksi yang sering kita baca?'
Pertanyaan Stefan tempo hari masih tergiang di pikiran Yuki. Membuat gadis belia itu hanya terdiam sepanjang hari sembari membaca novel yang baru ia beli. Bahkan ia tak bisa fokus antara novelnya dan pikirannya. Mengerang kesal, ia menutup novelnya dan mencoba mencari hiburan di sekitarnya. Namun apa yang ia temukan, hanyalah lalu lalang kendaraan yang berisik. Dunia nyata? Memang inilah dunia nyata. Sesuatu yang selalu kita harapkan takkan pernah terjadi dengan mulus di dunia nyata. Meskipun kita sudah berusaha seperti yang kita bayangkan sebelumnya. Menghela nafas,Yuki memutuskan untuk bangkit dan pergi ke tempat dimana ia bertemu dengan Stefan hari hari sebelumnya.
***
Stefan menatap bagaimana angin berhembus menerpa dedaunan hijau pohon sepanjang jalan yang ia lewati. Angin memang sedikit kencang akhir akhir ini. Entah kenapa pikiranya melayang layang saat ini. Tidak fokus dan tidak menentu. Entah kenapa ia memikirkan Yuki. Gadis yang bahkan ia sendiri bingung mengenalnya atau tidak. Namun kehadiran Yuki beberapa hari ini di hidupnya membuatnya sedikit merasakan perubahan. Ia tak lagi sendirian saat membaca novelnya di taman kota. Meskipun Yuki-lah yang selalu berisik tentang ini itu yang ada di novel yang ia baca. Yuki juga membuatnya mengeluarkan banyak ekspresi, kadang kesal, ataupun terganggu. Namun, bukan itu semua yang dimasalahkan oleh Stefan. Ia sendiri ingin menyangkal tapi apadaya ia tak bisa berhenti memikirkannya. Ia merasa penuh. Ia merasa sesuatu dalam dirinya bangkit saat melihat senyuman lebar Yuki. Apa itu? Ia tak bisa menjelaskan karena yang ia rasakan hanyalah desir lembut dalam hatinya.
"Ah! Stefan!"
suara familiar memanggil namanya, membuatnya berbalik dan menatap heran bagaimana objek yang ia pikirkan ada di depannya.Yuki tak memasang wajah cerianya, ia terlihat memendam sesuatu. Namun Stefan tak menanyakannya, ia hanya diam menatap gadis belia itu.
"Soal yang kemarin. Aku bahkan tak bisa membedakannya. Tapi..." ucapan Yuki terpotong begitu gadis itu tertegun sendiri dan membeku.
Stefan menaikkan sebelah alisnya, ingin tahu lanjutan kalimat Yuki. Yuki menunduk, memainkan jemarinya yang entah sejak kapan gemetar. Menelan ludah kasar dan menghiraukan hembusan angin yang menerpanya. Ia mendongak pada Stefan dengan ragu. Menatap segala sesuatu di bahu Stefan daripada matanya.
"Tapi..." ucapnya kembali menggantung kalimatnya.
Bibirnya tampak gemetar gugup.
Stefan membulatkan matanya, sepertinya ia tahu apa yang akan dikatakan gadis itu. Ia pernah membaca sebuah scene di dalam novelnya. dan ini semua mirip. Diam diam Stefan menahan nafas sejenak."Tapi... aku...aku..." ucap gadis itu lagi tergagap sebelum ia menggeleng dan menatap tepat di mata Stefan. Membuat Stefan sepenuhnya berdiri diam di tempat, mematung.
"Aku menyukaimu, Stefan. Meskipun hanya beberapa hari aku mengenalmu tapi aku percaya cinta pada pandangan pertama. Apalagi aku selalu merasa nyaman di dekatmu, walau kau tak meresponku. Tapi aku memang benar benar menyukaimu." Ungkap gadis itu akhirnya membuat sesuatu menohok Stefan telak.
Membuat pria tanggung itu membeku. Matanya sedikit membulat dan hampir menganga kalau saja ia sadar situasi. Tatapannya terfokus pada Yuki yang menatapnya penuh harap.
Menelan ludah kasar, Stefan mengalihkan pandangannya ke tanah. Matanya kembali tak fokus. Dan pengakuan Yuki membuat sesuatu dalam hatinya berdesir lebih kencang. Lebih kencang membuatnya terguncang dan merasakan kesejukan. Apa ini berarti aku menyukainya? Batinnya kebingungan. Namun apa daya, ia ingin menolak tapi sesuatu dalam dirinya mengatakan tidak. Dengan segala kesadaran dan harga dirinya ia mendongak. Kembali bersitatap dengan mata Yuki.
"Kata kata sederhana dari bibir seorang gadis yang gugup dan gemetaran memang membuat hati seorang pria berdesir hebat, hampir membuatnya tersenyum dan merona." Ucap Stefan tiba tiba membuat Yuki mengerjapkan matanya bingung padanya.
Stefan balas mengerjap, kemudian mengalihkan pandangannnya.
"Huh?" hanya itu yang meluncur dari bibir Yuki.
Stefan tak menjawab dan berbalik mulai melangkah dengan santai.
"Tidak. Aku hanya mengutip kalimat itu dari novel." Ucapnya enteng tanpa berbalik.
Yuki yang mengerti maksud pria itu tersenyum. Senyuman lebar dan lega menghiasi wajahnya. Ia berlari sekuat tenaganya menyusul langkah Stefan.
"Tunggu Stefan!" pekiknya senang. Terkekeh kekeh riang sembari berlari.
Apa yang ia tak tahu adalah Stefan tersenyum di setiap ia melangkah.
'Inilah apa yang kusebut fiksi. Entah nyata atau bukan, tapi seseorang yang berharga tiba tiba akan mengubah semuanya jadi nyata. Yah, itulah yang kupikirkan.' - Stefan Wiliam.
.
.
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Fiksi - END
Fanfic'Romansa fiksi memang indah, tapi apa benar seindah kenyataan?' - Stefan William