11. Aku Pergi!

205 7 1
                                    

Setelah Farhan pergi meninggalkan ku dan Tito, Tito menarik tanganku dan membawaku ke tempat favoriteku.
Rooftop dengan pemandangan lampu kota.
Aku hanya tersenyum menatap hamparan lampu berkedap-kedip di bawah sana.

"Akhirnya gue bisa liat lo senyum setelah sekian lama lo nguring-nguringan" ledeknya.
"kob kan ti ram.. Saos tiram kali.. Lo inget ga ucapan terakhir si Farhan?" tanyaku.

"Emang kenapa sih?"

"Yaa gue kepo aja.. Takutnya itu sihir dia.."

"Tar dulu gue tulis di note dulu biar ga lupa.. Kob kan tiram gan!" seruku.

"Tapi lo gamarah kan gara-gara dulu gue jahat sa..."

"Gapapa kok, itu kan masa lalu, To. Gausah diinget-inget, gabakal bisa keulang lagi kok.. Lagian gue geer aja tadi direbutin sama 2 cowok.. Ahay!! Diantara malu sama gemay!!!" timpalku dengan nada yang di buat-buat.

"najong!" tukas Tito.

***
Menghabiskan waktu bersama keluarga merupakan hal yang paling berharga. Bagaimana tidak, aku lahir dari keluarga entrepreneur, ayahku, kakak-kakaku, om, tante, dll. Kecuali ibuku, dia bekerja sebagai Dokter Umum yang memaksakan dia untuk selalu mengabdi pada pekerjaannya, keluarga urusan kedua. Tapi, itu bukan masalah bagiku, selama ia memberi uang bulanan, itu sudah cukup!.

"Tumben banget kita ngumpul, Pa, Ma, Kak. Biasanya kan sibuk sama urusannya masing-masing" sindirku.

"Iya.. Mama tumbenan nih lagi ada free time, dan mama papa juga mau ngumumin tentang masa depan anak bungsu kita ya, Pa" seru Mama ku.

"Iya, Nak. Ini urusan sekolah kamu. Bukannya papa ngelarang kamu untuk kerja, tapi papa cuma ga tega, anak papa harus kerja sama orang lain, sementara anak papa yang lain memperkerjakan orang-orang. Kamu ngerti kan maksud Papa?" jelasnya.

"Pa, apapun yang Ria kerjakan, kalau tidak mendapat ridho dari kalian berdua itu sia-sia. Segala hal apapun yang akan aku lakukan, kalau dari keinginan Mama Papa, aku bakal terima.. Baik atau buruknya.. Pasti Ria yang tanggung" ungkapku menyebut namaku Ria.

"Mama yakin, keputusan ini akan jadi yang terbaik buat kehidupan kamu"

"Kamu akan Papa kuliahkan ke Thailand. Bukan di Bangkok nya, tapi di sebelah Utara Thailand. Yaitu Mahasarakham University. Beberapa temen bisnis Papa, anak-anaknya disekolahkan disana. Sekarang mereka sudah menjadi orang-orang sukses. Ohiya, kamu akan ambil Studi Bisnis disana. Segala urusan penerbangan sudah bapak urus, kamu tinggal berangkat" jelas Papaku.

"Hah?? Ke Thailand?" aku sontak terkejut.

"Ria berangkatnya kapan ya?" tanyaku kembali.

"Minggu depan. Tepatnya hari Senin dan Papa ambil morning flight"

"Kamu setuju kan, Ria?" tanya Mamaku.

"Mahasarakham bagus kok, kampus hijau, ya kalo disana ibaratnya lo kaya lagi di Jawa Tengah deh. Kalo lo mau ke Bangkok, yaa lumayan jauh, tapi mendingan kurang-kurangin deh kesananya. Harus fokus ke kuliahnya kan, Pah?" Sahut salah satu kakakku, Riska.

"Iya, Pa, Ma, Kak. Ria setuju aja. Ria yakin papa bisa kasih yang terbaik untuk Ria kedepannya. Udah kan meetingnya? Aku kekamar duluan ya." ucapku sebelum meninggalkan ruang tamu tersebut.

"Atleast kamu masih punya 1 minggu untuk nyelesain segala urusan kamu di Jakarta, Nak. Jangan lupa sholat isya' ya." sanggah Mamaku.

"Iya, Ma."

***
Semoga keputusan ini bisa menjadi yang terbaik untuk masa depanku. Kurang dari 1 minggu, aku akan meninggalkan kota yang penuh dengan kenangan indah ini. Kota kelahiranku, yang menyimpan segala kesan dan pesan. Mungkin 4 tahun bukanlah waktu yang lama. Dan dalam beberapa hari lagi, aku akan memerangi waktu.

Bukan yang Kedua KalinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang