Chapter 6: Raja Buaya

3.3K 232 26
                                    

Sorry yaaa lamak banget adetnya. Tiba-tiba ngestuck dan otak gbs jalan. pengennya malah jadi reader terusss... hihii
ini mumpung tiba-tiba tadi sore dapet wangsit pas lagi nyuci baju. selesai nyuci langsung caw nulis part ini. itu dimulmed gmbr apartemennya Rafaa ya yang jadi kamar tidurnya Arra.

Happy reading. Jangan lupa tinggalin tanda bintangnya gaes...☺
---------------

Setelah sarapan pagi, Aku berniat segera berangkat ke rumah sakit untuk dinas pagiku hari ini. Kulirik ke arah pintu kayu berplistur cokelat yang tidak lain adalah kamar milik pria arogan yang mungkin saat ini belum bangun dari tidurnya.

Aku mendengus tak acuh, dasar orang kaya, jam segini saja dia belum juga bangun. Apa tidak ada janji dengan koleganya sehingga jam segini saja dia masih enak-enakan ngebo. Enak sekali ya hidupnya. Berbanding terbalik dengan hidupku. Banyak hutang iya, kerja terus tapi gak juga kaya-kaya. Ugh nasib. Sabar Arra ... sabar.

Em bangunin gak ya?

Ah bodo amat deh! sejak kapan aku peduli sama pria itu.

Tapi kalau tidak dibangunkan, raja buaya darat itu bakal mencak-mencak menceramahiku. Tapi-

Ya Tuhan, semoga saja malam nanti aku tidak bertemu dengan si buaya darat itu, dan semoga saja dia diajakin menginap oleh kekasihnya asalkan jangan menginap di apartemennya. Aku masih trauma dengan tamparan panas yang dilayangkan oleh pacar sialannya itu, gara-gara ditampar aku jadi demam keesokan harinya. Sialan Rafa, harusnya waktu itu dia tidak mencegahku untuk membalas menampar lebih keras lagi wanitanya. Gara-gara dia aku jadi menyimpan dendam abadi yang belum terlampiaskan untuk wanita itu. Dongkol. Iya dongkol, dan mudah-mudahan rasa dongkolku itu tidak berubah menjadi bisul besar di jidatku.

Lihat saja, kalau sampai aku bertemu dengan wanita itu entah dimanapun tempatnya meskipun di tempat umum sekalipun aku tidak peduli, aku tetap akan membalas perlakuannya padaku seperti tempo hari. Dikira tidak sakit kali di tabok dalam keadaan tidak siap.

Yaaakk! kalau nabok mbok ya bilang-bilang dulu supaya aku bersiap-siap pasang kuda-kuda. Lah ini, asal main nabok aja kayak lagi nabok nyamuk. Argh! Kan, mengingatnya malah membuatku jadi sebal sendiri. Jadi membayangkan yang tidak-tidak terus saat suatu hari nanti aku pas ketemu sama wanita itu.

Ya, semoga saja doaku dikabulkan. Dan jidatku tetap mulus tanpa bisul-bisul efek dendam tak tersalurkan, doaku dalam hati lalu mengendikan bahu dan berlalu meninggalkan pria itu dalam tidurnya.

***

Mr. Crocodiles is calling...

Aku melihat layar di ponselku yang sedari tadi terus meminta perhatian dan ternyata si tuan arogan itu yang memanggilku. Sejujurnya aku malas sekali untuk mengangkat panggilannya tapi daripada aku terkena double shit kemarahannya lebih baik kuangkat saja sekarang.

Masalah diceramahinnya ah itu urusan belakang. Dengan malas kugeser tombol hijau di layar ponselku dan kuletakkan di telingaku.

"Apa?!" sapaku dengan nada bosyku.

"Oh jadi begini ya kelakuanmu pada bosmu, bagus sekali. Sapaan yang bagus, Ar." Apa! Ar katanya. Dikira namaku Ardi kali ya, atau Ari seperti nama mantan bossku sewaktu aku kuliah dulu. Menyebalkan!

"Namaku Arra Pak, bukan Ar. Bapak pikir saya laki-laki apa, seenaknya saja mengubah nama panggilanku!" sungutku benar-benar merasa kesal jika berbicara pada bosku satu itu.

"Sama saja. Ahya, kenapa kau tidak membangunkanku tadi pagi, huh? dasar asisten kurang ajar. Besok-besok kalau kau tidak membangunkanku, tidak kuijinkan kau untuk bekerja di rumah sakit itu lagi!" ujarnya dengan nada seperti hulk yang sedang menghajar musuhnya.

Beloved EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang