Bel tanda jam pelajaran usai telah berbunyi, membuat murid murid SMA Taruna Bangsa berhamburan keluar kelas. Sebagian dari mereka ada yang tetap tinggal di sekolah untuk mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, dan sebagian lagi yang tidak mempunyai kegiatan apa apa pulang ke rumah masing masing.
Revan masuk ke dalam kelompok anak anak yang tetap tinggal di sekolah. Sebagai murid baru---yang baru masuk hari ini. Dia mulai memilih ekstrakulikuler yang ada di sekolah, pilihannya jatuh kepada eskul Futsal yang kebetulan diadakan hari ini
Setelah mendaftar kepada pelatih Futsal, Revan langsung ikut bergabung dengan anak anak Futsal yang sedang berkumpul di lapangan indoor sekolah.
Pak Ferdi--pelatih futsal Taruna Bangsa--datang, memanggil Revan maju ke depan kerumunan untuk memperkenalkan diri.
Revan bangkit, berjalan kedepan dan berhenti tepat di samping pak Ferdi.
"Nama saya Revanno Adrian, murid baru di kelas X-6. Senang bisa bergabung dalam club ini."
"Oke Revan, semoga kamu betah bergabung dengan kami." ucap pak Ferdi yang kemudian mempersilahkan Revan untuk kembali ke kerumunan.
Eskul Futsal dimulai, pak Ferdi menyuruh anak anak untuk pemanasan terlebih dahulu.
<<<<>>>>
Sementara Feli yang tidak punya kegiatan apa apa memilih untuk pulang ke rumahnya. Sampai dirumah, bukan sapaan hangat lagi yang ia dapatkan, melainkan keheningan. Hening yang menemaninya selama dua tahun terakhir.
Feli pergi ke lantai atas, masuk kedalam kamarnya. Dia memutuskan untuk tidur siang, entah kenapa hari ini terasa melelahkan, maka Feli mengistirahatkan otaknya yang terasa penat.
Baru sekitar setengah jam Feli memejamkan mata, terdengar suara ribut yang memekakan dari lantai bawah. Dia terbangun, telinganya menguping siapa yang sedang berbicara
".....Mau jadi apa kamu ha? Keluyuran malam malam, tidak pulang sampai pagi. Apa apa an itu?!" suara papanya terdengar murka
"Apa salah kalau aku cari kesenangan sendiri?!" balas kakaknya tidak kalah sengit
*plak* suara tamparan terdengar jelas. Papa Feli menampar pipi kakaknya.
"Kesenangan macam apa yang kamu cari?!"
"Kesenangan yang sudah papa hilangkan dari rumah ini."
Cukup. Feli tidak kuat lagi mendengar semuanya. Dia pergi, melewati kedua orang itu. Papanya memanggil manggil namanya, tapi tak Feli hiraukan. Feli lelah, sudah cukup dia kehilangan orang orang yang dicintainya, harusnya mereka yang ada sekarang tidak menambah dalam lagi luka yang sudah tercipta di hati Feli.
Feli berlari ke luar rumah, bi Sarti--pembantu di rumah Feli-- yang baru saja kembali dari supermarket depan dan berpapasan dengannya di gerbang sedikit terkejut melihat Feli yang belari dan berusaha menahan tangisnya.
"Non Feli mau kemana?" bi Sarti bertanya dengan setegah berteriak.
Tapi Feli tidak menjawab, dia justru malah mempercepat larinya.
"Lho non! Non Feli?!" panggil bi Sarti yang sepertinya panik, takut terjadi apa apa pada Feli. Tapi sayang yang di panggil ternyata sudah terlanjur pergi.
Danau, tempat itu yang ada di fikiran Feli sekarang.
Iya, dia harus pergi kesana.
Dengan hati yang sedang berkecamuk dia berlari menuju Danau buatan yang ada di taman komplek. Danau yang letaknya tidak jauh dari rumahnya itu, dulunya adalah tempat favorit yang sering Feli kunjungi.
Danau yang menjadi tempat menangis, danau yang menjadi tempat berbagi, danau yang menjadi tempat pertemuan mereka, danau yang indah, danau yang menyimpan banyak kenangan.
Sepi. Tidak ada siapapun saat Feli sampai di danau itu, mungkin karena ini masih terbilang tengah hari. Karena biasanya akan ada cukup banyak orang yang pergi ke sini saat sore nanti.
Feli bersandar pada batang besar dari pohon yang tumbuh di tepian danau, daunnya yang rindang seakan menjadi payung untuk Feli berteduh.
Sudah lama sekali rasanya Feli tidak pergi ke sini, tidak banyak yang berubah dari tempat ini. Semuanya masih sama, pohon pohon rindang, bangku taman yang berjajar rapi, beberapa lampu taman, dan katak katak yang menemani kehadirannya.
Hanya tidak akan ada lagi seseorang yang duduk di sampingnya, lalu dengan senang hati mendengar cerita dari mulut Feli, cerita sedih, senang, keluh kesahnya, kejahilannya, apapun itu.
"Aku kangen Vin."
Tanpa sadar setetes cairan bening keluar dari mata Feli, dan di susul oleh tetes tetes yang lain.
"Kamu bohong waktu kamu bilang bakal terus nemenin aku, bakal selalu ada di samping aku, kamu bilang kamu ga akan biarin aku ngelewatin semua ini sendirian.
Tapi kamu malah pergi.
Apa kamu tau? Aku butuh kamu sekarang."
Feli mulai terisak.
"Andai aku bisa ngerekam semua kenangan kenangan kita, bakal aku rekam Vin. Dan akan aku putar rekaman itu sekarang, waktu aku lagi kangen sama kamu.
Awalnya aku kira kehilangan mama adalah hal yang paling buruk di hidup aku, ternyata engga. Itu masih belum cukup buruk, sampai aku kehilangan kamu."
"Maaf aku jadi cengeng gini."
Feli menghapus air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He and His Promise
Fiksi RemajaFelissa Kirana, cewek cantik yang mempunyai masalalu tak secantik rupanya. Revanno Adrian, cowok yang memiliki senyum super manis ternyata juga bisa membuat 'manis' hidup orang orang yang bersamanya. Tentang pahitnya kenyataan, perihnya luka dan tak...