Jam menunjukkan pukul satu siang. Rima dan karyawan lainnya mulai kembali bekerja di galeri, dan untuk kesekian kalinya ia mengingatkan Ganesha kecil agar tidak bertingkah tidak wajar atau menerima ajakan orang asing tanpa ijin dulu dari dia atau karyawan yang lain.
"Ingat, jangan nakal, jangan mau diajak orang asing, jangan mau dikasih permen atau coklat. Ok sayang?"
"Iya, Maaaa...." Ganesha mengangguk polos.
Ganesha memulai petualangnya yang lain siang ini. Dengan pesawat mainan dari teman ibunya yang ia lupa namanya, ia mulai menjelajahi galeri lukisan itu. Mulut kecilnya mulai mengeluarkan suara layaknya pesawat saat sedang terbang. Rima tersenyum, ia bangga luar biasa karena tak kekurangan apapun dalam merawat Ganesha. Helaan napas ringan, matanya terpejam. Terima kasih Tuhan. Batinnya mengucap syukur.
---
"Selamat sore."
Setelah berpamitan pada teman kerjanya, Rima berjalan ditrotoar yang menuju halte tak jauh dari sana. Digendongannya tampak Ganesha yang tertidur pulas seperti bayi. tubuh kecilnya terbalut jaket denim yang terlihat pas. Dan tangan Rima tak berhenti menepuk punggung kecil itu, bibirnya juga tak berhenti menggumankan lullaby yang dulu selalu kakaknya dendangkan saat ia susah tidur, dan ia terhanyut dalam pikirannya sendiri.
"Masih belum sore banget. Singgah dulu di supermaket ah, gue lupa belanja minggu kemaren." Guman Rima pada dirinya sendiri.
Setelah menaiki bus, Rima turun di halte tak jauh dari supermarket besar yang ia tuju. Tanpa merasa berat karena menggendong Ganesha, ia mulai meraih troli yang ada di depan pintu. Tapi belum sampai ia masuk, seseorang mengambil alih Ganesha dari gendongannya. Begitu menoleh, wajar datar Arka menyambutnya.
"Ih, gue kira lu tukang culik, Ka." Rima mendelik melihat teman masa kuliahnya itu. Hampir saja ia menampol Arka.
Arka mendengus." Siapa suruh gue panggilin gak noleh, lo malah langsung masuk bus."
Rima menghentikan langkahnya, ia menoleh menatap Arka tak percaya. "Oh... Masa'?"
Lagi-lagi Arka mendengus. "Berubah dikit, Bu! Pekanya mana?"
Rima nyengir. "Sorry bro." Tangannya menepuk pelan pundak tinggi Arka.
Jujur saja, Rima merasa dia sudah termasuk sangat tinggi untuk ukuran perempuan. Bahkan teman-teman perempuannya sering protes karena selalu merasa kecil saat bersamanya. Tapi ketika ia bersama beberapa teman lelakinya, Rima merasa dirinya tidaklah setinggi itu. Buktinya, tinggi dirinya hanya sebatas pundak Arka, tapi jika di perhatikan lebih jelas, ia hanya setinggi lengan atas lelaki itu. Dan Rima menyadari sesuatu.
"Tinggi lo nambah?"
"Ya, tiga senti doang selama setahun ini."
"Buseett... gue aja masih stuck di satu enam lima. Artinya sekarang tinggi lo satu lapan lima dong. Gilee... lu buto ijo?" Rima tertawa keras melihat wajah Arka yang berubah keruh. Lelaki itu memang tak suka di hina, ia lebih senang di puji.
"Eunghh... Mah, aus."
Erang kecil dan gumanan itu membuat tawa Rima terhenti. Perhatiannya kini teralih pada Ganesha kecilnya. Bocah itu tampak mengusap pelan matanya dengan bibir manyun.
Rima membuka tasnya lalu mengeluarkan sebotol air mineral yang selalu ia bawa. Ia membuka penutupnya lalu memberikannya pada Arka. Pria yang berusia lebih tua beberapa tahun dari Rima itu dengan perhatian membantu Ganesha kecil untuk minum. Lelaki mungil itu tampak menikmati setiap teguk air yang mengalir ditenggorokannya. Desahan lega menandakan ia sudah tak haus lagi. Lalu mata kecilnya yang masih sayu mulai melihat sekelilingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be Good Mother (Re-write)
RomanceHanya sebuah kisah tentang Rima yang mengasuh Ganesha, keponakannya yang kehilangan kedua orang tuanya, dan di benci keluarga besar ibunya.