Rima menutup pintu setelah mengantar Yuta turun. Ia mulai membenahi rumahnya yang lumayan berantakan. Sedikit menghela napas, Rima ke dapur. Tangannya mulai sibuk mengeluarkan seluruh belanjaan yang di bawa Yuta tadi. Mulutnya tidak berhenti mengguman kesal karena Yuta selalu melakukan hal yang tidak ia sukai.
"Heh, ngeselin banget anjir, gue gak kere-kere amat tau. Gak tau apa tabungan gue ada berapa. Gak bakal miskin gue, sumpah ya-"
Ganesha menatap polos sang mama yang masih mendumel, sama sekali tidak mengerti kenapa nama pamannya terucap terus tanpa henti dari mulut mamanya. Tangan kecilnya meraih susu hangat, meminum perlahan lalu mengusap sisa susu di pinggirian bibirnya, memastikan tidak ada jejak susu agar tak di ledek sang mama.
"Mahh, bobo yuk. Echa ngantuk." Ganesha mengusap matanya pelan.
Raut wajah Rima berubah seratus delapan puluh derajat saat menoleh, "iya sayang, entar lagi ya." Dan mempercepat pekerjaannya serambi menyumpah serapahi Yuta yang baik hati.
Setelah memastikan Ganesha tertidur, Rima keluar dan mulai membersihkan bufet di samping kamar Ganesha yang terlihat berantakan. Tangannya mulai menyusun peralatan menggambar dan buku milik Ganesha. Ketika membuka salah satu pintu lemari, tak sengaja matanya terpaku pada sebuah album foto yang entah bagaimana bisa terlihat jelas saat ini. Agak ragu, Rima meraihnya. Hanya melihat cover album itu saja ia sudah campur aduk. Rima segera menyelesaikan pekerjaannya, lalu berjalan ke arah balkon dan duduk di sana, termenung dengan perasaan tak menentu.
"Berapa lama lo ada di sana?" Tanya Rima entah pada siapa.
Jari-jemari Rima mulai membuka album foto itu. Ia tersenyum kala melihat fotonya dan ketiga kakaknya di hari kelahiran anak pertama dari sang kakak pertama, Ranti. Jari Rima menyentuh satu-persatu wajah yang ada di sana.
"Kangen anjirr... Gue sama kalian. Apa kabar?"
Rima tidak menangis, ia matanya hanya perih karena angin malam.
"Duh, baper deh gue."
Tanpa melanjutkan penelurusan kenangannya, Rima menutup album foto itu, berjalan menuju kamarnya, lalu mengambil box berisi barang-barang yang sudah tak terpakai, meletakkannya di tempat paling dasar agar ia tak perlu mengingat kenangan manis juga pahit itu.
"Kita udah asing, mari saling melupakan."
Bisikkan itu hanya Rima yang dapat mendengar. Hanya ia yang tahu, sedalam apa rasa rindu itu.
__#__#
Rima dan karyawan di galeri mengalami hari sibuk yang panjang karena galeri tempat bekerjanya akan melakukan pameran nanti malam sehingga Rima harus lembur. Terpaksa ia meminta Adnan untuk menjaga Ganesha sampai esok.
Sebenarnya Rima agak was-was, mengingat Adnan cukup gila. Ia takut lelaki itu akan melakukan sesuatu hal yang ia tidak suka. Adnan suka sekali melihat dirinya sengsara.
Rima tersentak dari lamunannya kala salah satu kurator independen, terlihat memarahi seorang cleaning service.
Jiwa kepo Rima meraung, membuat wanita beranak satu itu mendekat.
"It's expensive, how can you so careless!? Wait if you broke this statue! Can you pay for it?!"
"Heh, lamb. Speak indonesian, please. She don't understand what you want to say."
Rima dengan tidak tahu dirinya, masuk di tengah percakapan itu.
Si kurator menoleh menatap Rima yang memasang muka bodoh. "Whats?!"
"What, sir." Rima sedang mencari masalah.
Suci yang melihat dari kejauhan mendekat. Ia membungkuk sedikit dan meminta maaf pada si kurator dan bertanya ada masalah apa. Setelah itu, Suci menjelaskan pada cleaning service, yang terlihat tengah menahan tangis itu, titik permasalahannya. Suci berusaha menyelesaikan masalah itu setenang dan secepat mungkin. Setelah menyuruh Rima meminta maaf pada si kurator, Suci segera menarik Rima menjauh ke tempat sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be Good Mother (Re-write)
RomanceHanya sebuah kisah tentang Rima yang mengasuh Ganesha, keponakannya yang kehilangan kedua orang tuanya, dan di benci keluarga besar ibunya.