Tenang aja, ini bukan 100% thriller/ suspense kok. Hahaha...
Happy reading
*
**
***
"Good morning," sapa Ralph saat Lauren memasuki dapur masih mengenakan piama katun merah muda bergambar beruang-beruang coklat kecil.
Rambut pirang stroberinya terurai berantakan menandakan bahwa ia baru saja bangun tidur. Namun wajah pucat dan cekungan hitam di sekeliling matanya memberitahu bahwa teror itu masih menghantui.
Setelah lelah menangis, lewat tengah malam akhirnya Lauren tertidur. Namun ternyata tidak dapat tidur dengan nyenyak.
Ia terbangun, bersimbah keringat, napasnya tersengal, jantungnya berdegub kencang, mimpi itu masih terbayang jelas di ingatan. Seolah film terbarunya menjadi kisah nyata, si pembunuh mencoba mencekik lehernya hingga ia kehabisan napas.
Dan baru bisa tidur lagi, setelah berjam-jam menghabiskan waktu dengan memandangi foto di ponselnya.
"Mornin'," jawabnya dengan suara serak. Baik secara fisik dan mental, Lauren merasa sangat kacau.
Sepuluh menit setelah menghubungi 911 yang rasanya seperti satu abad lamanya, seorang detektif bernama Hudson, akhirnya datang bersamaan dengan ambulans. Sang detektif memeriksa beberapa tempat sedangkan paramedis segera membawa Jill ke rumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan.
Lauren tidak bisa merasa lebih lega lagi saat Detektif Hudson mengetuk pintu kamarnya.
Pria itu mengenakan kemeja abu-abu lengan panjang dan dasi di balik Kevlar. Borgol menggantung di sisi kirinya dengan Glock 22 siap di tangan.
"Lauren?" Lauren menjawab dengan anggukan kaku. Setelah memastikan keadaan di dalam kamar cukup aman, Detektif Hudson menyimpan kembali senjatanya.
Ralph datang lima menit kemudian saat sang detektif sedang membawa Lauren ke ruangan bersantai, di mana mereka bisa melihat di kejauhan beberapa mobil dinas polisi terparkir berjajar di depan halaman tempat tinggalnya.
Lampu merah birunya berkilat-kilat menyilaukan mata, seolah makin menegaskan kejadian mengerikan yang menimpa. Beberapa polisi berseragam menyisir rumahnya untuk melihat tanda-tanda kemungkinan pelaku masih berada di sekitar lokasi. Mencari jejak atau barang bukti yang mungkin tertinggal. Beberapa lagi berada di dalam, mengambil gambar dan mengumpulkan barang bukti. Vas kaca yang pecah sudah dikumpulkan untuk diperiksa adanya kemungkinan sidik jari pelaku yang tertinggal.
Ralph menjabat tangan Detektif Hudson. "Ralph Thompson, aku personal manager Lauren." Seolah tidak terlalu memedulikan perkenalan itu, sedetik kemudian ia memalingkan wajah. Memekik ngeri, "Jesus Christ, Lauren!" Pria itu tak kalah histeris. Saat melihat darah di lantai dapur, ia yakin nyaris terkena serangan jantung. Matanya membelalak ngeri tapi cukup kuat untuk tidak memperlihatkannya di hadapan Lauren yang jelas-jelas sangat terguncang.
"Oh, Ralph." Lauren menghambur ke dalam pelukan Ralph yang balas memeluknya erat.
Ralph membiarkan gadis itu terisak dalam pelukannya. "Aku menyesal tidak ada di sini saat hal ini menimpa kalian. Tapi aku lega kau baik-baik saja. Bagaimana keadaan Jill?"
Lauren tidak bisa menahan getar tubuhnya. Selimut yang diberikan paramedis seolah tidak memberi efek berarti. "Kau menggigil." Ralph melepas jaket, mengenakannya pada pundak Lauren lalu memeluknya dari samping.