Happy Reading
***
**
*
Setelah mandi berendam selama tiga puluh menit—dan tertidur paling tidak dua puluh menit dalam prosesnya—, Lauren merasa lebih segar, walau tidak benar-benar bisa dibilang pulih.
Meski saat ini Lauren tidak sedang dalam kondisi ingin tersenyum di depan kamera, berbicara dengan riang di hadapan presenter gosip seolah kemarin tidak ada orang yang menyusup ke rumahnya lalu melukai asistennya, tapi ia harus bersikap professional. Dengan persaingan yang begitu ketat, kariernya tergantung pada hal tersebut.
Ia berharap ini memang hanya salah satu dari usaha perampokan biasa. Namun berita penembakan yang menimpa penyanyi pendatang baru dua minggu lalu, membuat tubuhnya gemetar.
Sejenak ia sempat tergoda utuk menerima tawaran ayahnya dan Ralph, untuk menjauh sementara dari rutinitas sampai masalah ini selesai. Tapi sampai kapan? Tidak ada jaminan masalah ini akan cepat selesai. Di mana pun ia berada, pikirannya tidak akan bisa tenang sampai pelakunya tertangkap.
Ia belum melihat keadaan Jill secara langsung. Pagi tadi ketika ia menghubungi Margareth, ibu Jill, gadis itu tidak mengalami luka serius. Gadis itu siuman setelah tak lama luka di kepalanya selesai dijahit. Meski sesekali masih terasa nyeri, gadis itu sudah jauh lebih baik. Namun Lauren masih tidak diperbolehkan bicara dengan Jill di telepon, yang membuatnya bertekad untuk datang lagi ke rumah sakit nanti.
Sampai saat ini, Detektif Hudson belum juga menghubunginya. Apakah ada petunjuk baru? Ia sama sekali buta. Ia merasa lumpuh karena tidak dapat berbuat apapun dalam masalah ini.
"Kau benar-benar kacau," katanya pada diri sendiri melalui cermin. Mata yang biasanya berkilau oleh harapan membalas tatapannya dengan kemuraman. Bibir yang biasanya tersenyum, kini membentuk garis tipis penuh kesedihan dan kecemasan. "Dan luar biasa bodoh."
Ia masih tidak bisa berhenti menyalahkan diri sendiri. Kata "seandainya" terus berputar-putar dalam pikiran membuat perutnya seperti dililit ular piton raksasa yang membuatnya sesak napas.
Tidak ingin terus berkutat dengan ketakutan juga rasa bersalah, Lauren memilih untuk melakukan apa yang bisa ia lakukan.
Yaitu bekerja.
Mengalihkan pikirannya pada pekerjaan yang bertambah padat adalah satu-satunya harapan bagi Lauren saat ini. Dengan sakitnya Jill, artinya ia harus mengurus beberapa pekerjaan sendirian. Itu akan membantunya menyibukkan diri.
Lauren meraih ponselnya dari meja. Memeriksa jadwal kegiatannya satu minggu ke depan. Ada pemotretan sampul dan wawancara untuk tiga majalah, satu acara talk-variety show yang akan dilakukan pada Jumat malam, dan satu wawancara eksklusif malam ini. Lalu mereka akan berangkat ke London.
Ia masih harus mengingatkan Jenna tentang kesiapan gaun yang akan digunakannya saat premiere European The Hunter minggu depan. Ia juga mesti bertanya pada Ralph tentang jadwal pertemuan ulang dengan Phil.
Menghubungi Ayah.
Lauren menekan panggilan cepat. Dering pertama telepon sudah tersambung. "Dad."
"Lauren! Aku sudah menunggu teleponmu sejak tadi. Bagaimana keadaanmu? Kau baik-baik saja?" Suara bariton ayahnya membuatnya semakin merindukan New Orleans.
Ia rindu bau harum bagel hangat yang biasa dibeli ayahnya setiap pagi untuk ia sarapan. Rindu kamar lotengnya yang nyaman. Rindu suara ketukan kayu yang dipalu saat ayahnya mencoba membuat atau memperbaiki sesuatu. Lauren bahkan rindu gerutuan tetangganya saat ia memutar lagu kesukaannya keras-keras.