Happy Reading
*
**
***
Luke memegang erat M11-A1 Sig Sauer seolah hidupnya bergantung pada pistol semi-auto tersebut.
Matanya dengan cepat memindai seluruh lapangan. Menghitung target dan jarak. Memperkirakan waktu dan arah angin. Kecepatan dan ketepatan sangat penting. Atau nyawa taruhannya. Ia mengatur napasnya agar seirama dengan detak jantungnya. Tenang dan perlahan.
"Stand by."
Luke mengokang senjatanya dengan cepat. Dalam menghitung mundur, tiga, dua, satu.
Beep.
Sambil menarik napas panjang, Luke membungkukkan tubuh menyesuaikan pandangan dengan senjata yang dipegangnya. Napasnya tertahan, membidik target yang berdiri lima meter di hadapannya. Menarik pelatuk.
Lima peluru bersarang tepat di dada.
Dengan setengah berlari, kepalanya tetap merunduk, keluar dari baying-bayang, ia menarik pelatuk. Empat peluru lagi bersarang. Dengan gerakan cepat ia melangkah ke balik dinding kayu.
Tarik napas ... buang. Ia melakukannya beberapa kali. Menjaga agar napasnya tetap teratur. Dan pegangan tangannya sekokoh baja.
Ini salah satu kegiatan yang mampu membantunya tetap fokus. Melatih indranya agar tetap waspada. Menarik mimpi buruknya ke belakang meski hanya sementara. Mengalihkan perhatiannya dari pikiran buruk yang belakangan ini terus menghantui.
Ia mengintip dari celah panjang, kemudian membidik lima target lagi. Dua peluru meleset, berdenting kencang mengenai tong besi besar.
Tersisa satu buah peluru di dalam, Luke menghitung cepat. Ia membidik salah satu target lagi di sebelah kanan. Peluru menembus tepat di kepala.
Ia melangkah ke arah tumpukan ban bekas. Bersandar sejenak, mengeluarkan tempat peluru kosong, mengganti dengan yang baru. Napasnya memburu, jantungnya berdebar liar terpacu adrenalin. Untuk sesaat matanya nanar oleh kilasan masa lalu. Namun ia mengabaikannya. Sekali lagi mengokang, membidik target yang bergerak, menarik pelatuk.
Lagi dan lagi hingga targetnya berjatuhan. Bunyi nyaring ledakan senjata berpacu dengan detak jantungnya yang berdegup kencang.
Menjadi seorang pembunuh bukanlah cita-cita Luke saat masih anak-anak. Ia masih ingat selusin cita-citanya dulu. Koki, pilot, pengacara, dan lebih banyak lagi karakter superhero. Tapi hidup malah mengantarkannya pada keadaan sebaliknya.
Ya, seperti itulah ia sekarang. Seorang pembunuh.
Bunyi denting pistol menandakan peluru telah kosong untuk kedua kalinya.
Luke berjalan maju. Berjongkok menyembunyikan diri di satu sisi kerangka mobil tua penuh karat. Menyimpan pistolnya ke dalam sarung di pinggang. Berlutut dengan satu kaki, meraih senapan M16-A4 semi-auto yang tergeletak di kolong ban. Membidik target tepat di dada.
Satu. Dua. Tiga. Tepat di dada.
Empat. Lima. Enam. Mengenai kepala.
Luke mengembuskan napas tertahan. Selesai.
Ia melepas kaca mata menembak, menyelipkannya ke kerah kaus. Ear plug ia biarkan menggantung bebas di pundak. Menatap tiga puluh papan target berbentuk setengah badan manusia di hadapannya menggunakan teropong.