"Ivaaaaaan! Huaaaa!" baru saja Tigor memasuki kelasnya dan melihat Ivan yang sedang duduk di bangkunya bersama Rama langsung menerjang temannya itu. "mulai sekarang gue mau nurut terus sama luuuuu!" Tigor terisak. Rama dan Ivan yang melihat kelakuan temannya itu hanya bisa mengerutkan dahinya heran. Ada apa dengan teman mereka yang satu ini?
"kenapa lu?" Kali ini Bagus yang datang menghampiri mereka bertiga.
Tigor beranjak kemudian berdiri di sebelah Bagus. "gue kapok!" ia menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya dengan dramatis.
Ivan terdiam sambil menatap lekat pada mata Tigor. Disitu ia mencoba untuk melihat kejadian yang dialami Tigor sebelum sekarang. Laki-laki populer itu pun mengalihkan pandangannya kea rah lain lalu menghela nafas. "makanya, dengerin apa yang gue bilang."
"oh iya, Van." Tigor pun menatap Ivan dengan serius kali ini. Teman-temannya yang lain pun ikut menatap Tigor serius. Kecuali Ivan yang kini tengah menatap ke luar jendela. "lu itu... indigo?" Ivan mendengar apa yang dikatakan Tigor, namun ia hendak untuk menolehkan kepalanya pada orang yang berbicara dengannya itu. ia juga tidak menjawab pertanyaan Tigor.
Rama menatap mereka berdua bergantian, dan ia pun sedikit tertawa walaupun itu terdengar garing di telinga ketiga temannya yang sedang dalam mode serius saat ini. "a-ha-ha-ha, ada-ada aja lu, Gor." Rama mengibas-kibaskan tangannya kea rah tigor ala-ala ibu-ibu yang sedang bergosip. Ia heran kenapa temannya itu dapat beranggapan kalau Ivan itu indigo. Menurutnya, indigo ataupun sejenisnya hanyalah sugesti-sugesti yang masuk ke dalam otak mereka ataupun sebuah kebetulan belaka kalaupun mereka dapat mengetahui/? segalanya.
"jawab, Van." Intonasi suara Tigor merendah, tanda ia semakin serius. Ivan pun menghela nafasnya perlahan kemudian menolehkan kepalanya untuk menatap Tigor.
"iya." Jawabnya singkat sambil menatap Tigor tanpa ekspresi. Tigor sudah dapat menduganya, namun tetap saja rasa terkejut datang pada dirinya. Ia tidak menyangka kalau salah satu dari temannya, dan ia adalah orang yang populer di sekolah, adalah seorang indigo. Bagas dan Rama juga terkejut mendengarnya sampai mereka tidak bisa menanggapinya.
Tigor menunduk dalam-dalam kepalanya dengan tangannya yang terkepal kuat. Ia menggigit bibir bawahnya. Ivan yang melihatnya mengira-ngira kalau Tigor mulai ketakutan terhadapnya. Ia menundukkan kepalanya menatap sepatu miliknya. Ia berpikir kalau masa lalunya dapat terjadi lagi sekarang.
"ih, aku gak mau lagi temenan sama kamu!" ucap seorang gadis kepadanya.
"ayo, kita jauhin aja si Ivan. Nanti dia bisa tau rahasia kita." Kali ini ucap temannya yang selalu bermain bersamanya.
"jangan! Jangan jauhin Ivan! Hiks." Ucap Ivan.
Ivan teringat lagi waktu ia masih duduk di bangku kelas 3 SD. Dengan polosnya ia mengumbar kemampuannya itu kepada teman bermainnya di kelas, temannya itu terima dengan kemampuannya. Tapi setelah beberapa hari, temannya itu mengumbarnya kepada seluruh murid di kelasnya. Dan saat itulah mereka mulai menjauhi Ivan. Ia dikucilkan di kelasnya sampai lulus SD. Tidak punya teman. Dan mulai saat itulah ia mulai menutup dirinya. Walaupun ia masih tetap berteman.
"IVAAAAAN!" lamunannya pun tersadar saat tib-tiba Tigor kembali menerjangnya. "kenapa lu gak bilang-bilang, sih? Kan keren tuh bisa liat yang begituan."
Ivan jadi sweatdrop. Ia tidak menyangka inilah respon yang diberikan Tigor setelah temannya itu tahu kalau dirinya indigo. Tapi bagaimana dengan yang lain? Ia pun melirik Rama dan Bagus. Mereka tersenyum sambil menatapnya.
***
"haaah," Rama menghela nafasnya panjang. Entah kenapa hari ini terasa melelahkan baginya. Ia melirik Ivan yang berada di sebelahnya kemudian menghentikan langkahnya. Ivan pun ikut berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost! I Love U
General Fictionsejak kecelakaan hari itu, Rama dapat melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh sembarang orang. ia juga baru tahu kalau sahabatnya, Ivan, seorang indigo. Rama diberitahukan oleh Ivan kalau dirinya mempunya aura yang dapat membuat hantu-hantu tertari...