Chapter 4 [Melihat Masa Depan]

292 21 2
                                    

"seinget gue sih, Ben." Ucap hantu bersweater merah yang kini diketahui bernama Ben. Walaupun sejak awal mata Ben memang terlihat kosong, namun kali ini Rama benar-benar melihat kekosongan di mata Ben.

"seinget?" gumam Rama untuk dirinya sendiri, namun Ben tetap mendengarnya.

"um," Ben mengangguk sekilas. "gatau, ya. Gue gak inget sama sekali pas gue hidup dulu. Berapa umur gue kalo misalkan gue masih hidup. Asal-usul gue, sekolah, temen, orangtua, gue juga gak inget pacar gue."

"gue gak yakin lu punya pacar pas hidup." Rama memasang wajah datarnya. Mendengar Rama berbicara seperti itu, kini giliran Ben yang jengkel dan menggunakan kemampuan telekinesisnya untuk melempar buah apel yang ada di meja nakas kea rah kepala Rama.

"aw!" Rama mengelus kepalanya yang bekas pendaratan manis apel yang dilempar Ben. Rama menatap apel yang kini sudah jatuh ke lantai dan Ben secara bergantian. "kok bisa?" Rama melebarkan matanya penasaran. Ben yang melihat ekspresi penasaran Rama pun tersenyum angkuh dan mengangkat dagunya.

"hehehe, iya dong. Namanya juga hantu. hohoho," ia menyilangkan tangannya di depan dada masih dengan sikap angkuhnya itu.

"semua hantu bisa gitu?" tanya Rama sekalian. Ia kini jadi penasaran apa saja kemampuan yang dimiliki oleh para hantu.

"hm," Ben mengetuk-ketuk dagunya dengan jari, ia berpikir. "mungkin, gak tau juga."

Rama mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "pantes aja banyak orang yang takut hantu. kemampuan telekinesisnya bisa bahaya kalo digunain buat kejahatan." Ia mulai bicara ngawur dan Ben menanggapinya dengan wajah datarnya.

Rama dan Ben menghabiskan waktu di kamar itu dengan menonton televise juga mengemil snack sisa yang kemarin. Setiap Ben hendak meraih snacknya, Rama akan menghindari tangan Ben lalu menjulurkan lidahnya untuk mengejek. Begitu jam sudah menunjukkan jam dua siang, akhirnya orang yang ditunggu Rama pun datang, Ivan. Namun kali ini laki-laki itu tidak bersama ketiga temannya yang lain. Hanya sendiri.

"kemana yang lain?" di saat Ivan datang, Ben yang masih duduk di sebelah Rama jadi terlupakan. Ivan melirik Ben terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Rama.

"mereka mau main di warnet, katanya." Jawab Ivan sambil melangkah mendekati Rama lalu iku duduk di sisinya. Jadilah Rama duduk di antara Ivan dan Ben. Ivan pun melirik Ben yang juga meliriknya sinis. "ngapain dia?"

"cih!" setelah mendecih, Ben pun kemudian melayang lalu menghilang. Ivan yang akhirnya dapat berduaan dengan Rama pun semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh Rama. mencoba modus dengan alasan ia terlalu ujung duduk di kasur dan itu tidak membuat nyaman. Namun Rama tetap saja tidak peka.

"udah mulai terbiasa?" tanya Ivan sambil menatap Rama yang kini tengah menatap televise. Rama mengangkat bahunya.

"gak juga. Seenggaknya Ben gak nyeremin." Sahut Rama dengan tatapan tetap terfokus pada tv.

"oh, jadi namanya Ben." Ivan pun ikut menonton tv.

Malamnya, Ben kembali ke kamar tempat Rama di rawat. Entah kenapa, rasanya ia jadi dapat merasa kesepian jika tidak bertemu Rama. sudah lama sekali tidak ada yang mengajaknya bicara. Hantu-hantu lain yang ada di rumah sakit tidak mau berbicara dengannya. Saat ia masuk ke kamar itu, terlihat Rama yang tengah memakan makan malamnya ditemani oleh Ivan. Saat melihatnya, ia jadi jengkel sendiri.

Ben melayang mendekati Rama yang duduk di kasurnya lalu ikut duduk di sebelahnya. Ivan yang melihat kedatangannya segera menatap tajam dirinya karena merasa terganggu.

Ivan tidak berbicara, hanya menatap Ben terus menerus. Sehingga ia dan Ben adu mata. Ivan pun yang menghentikan adu mata tersebut dan melanjutkan makannya. Rama yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua pun hanya menghela nafas.

Ghost! I Love UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang