Papa In Fire

2.9K 112 12
                                    

Sumber : nightmarefear.blogspot.com › 2015/04

Cerita ini mengisahkan tentang tiga orang anak yang sedang berkumpul dirumah salah satu dari mereka. Mereka mengisahkan beberapa kisah horor, hingga seorang anak bercerita tentang sebuah legenda yang menakutkan. Pada hari itu juga, mereka belajar untuk tidak mempermainkan sebuah legenda.
Biarkan aku menceritakan pada kalian tentang sebuah malam yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku, yang benar-benar merubah hidupku sebesar 180 derajat.
Aku ingat bahwa waktu itu adalah sabtu malam di akhir Desember. Seperti malam-malam sebelumnya, hujan turun dengan sangat deras. Hingga membuat jalanan diluar sana sangat lenggang. Kedua orangtuaku sedang pergi keluar kota untuk liburan, sedangkan kakakku satu-satunya sedang terjebak hujan setelah mengerjakan tugas proyek di rumah temannya. Aku bosan sendirian dirumah, sejujurnya aku bukan orang yang penakut sih, hanya saja aku sangat tidak suka kesendirian.
Aku mengirim pesan singkat kepada dua teman yang tinggal disebelah kiri dan kanan rumahku, mengajak mereka untuk bermalam dirumahku setidaknya hingga kakakku tiba. Lima menit kemudian mereka pun tiba dirumah dan ku ajak mereka untuk naik ke lantai atas menuju ke kamarku.
Kami semua menyetel musik dengan keras hingga tiba-tiba salah satu temanku yang bernama Jeremy berkata, "Hey, bagaimana jika kita menceritakan sebuah cerita horor" katanya. "Aku sedang ingin mendengar sebuah cerita horor"
"Sepertinya ide yang bagus" Aku pun menimpali.
"Aku juga sependapat" Ujar temanku yang lain yang bernama Joni. "Jadi siapa yang lebih dulu?" Beberapa menit tidak ada yang menunjuk dirinya untuk bercerita. Akhirnya aku pun unjuk tangan.
"Baiklah aku punya satu, aku mendapat ini disebuah situs di internet."
"Suatu ketika hiduplah seorang pria yang tinggal disebuah pemukiman terpencil di pinggiran desa. Ia tinggal dengan anak kandungnya yang berumur 7 tahun. Mereka tidak mempunyai tetangga sama sekali dan bahkan belum mengenal telepon.
Suatu malam, pria tersebut pulang dari pekerjaannya di tengah kota dan terkejut karena mendapati rumahnya sedang terbakar. Seketika ia terpikir akan nasib anaknya dan ia pun mendorong masuk tubuhnya kekumpulan api yang berkobar. Ia mencoba memanggil anaknya. Dan ketika ia mendengar jawaban anaknya, ia pun yakin bahwa anaknya terjebak di dalam kamarnya.
Ia mencoba mendorong pintu kamarnya sekuat mungkin tetapi pintu itu tidak mau terbuka. Langit-langit kamarnya pun mulai runtuh, hingga membuat pintu tersebut makin sulit untuk terbuka. Ia terus mencoba mendobrak pintu tersebut tetapi pintu itu terlalu kokoh. Berteriak frustasi sambil memanggil nama anaknya, ia mencoba menendang pintu tersebut, mencoba merusak pintu tersebut, tetapi usahanya hanya sia-sia. Sepanjang waktu, ia mendengar anaknya berteriak meminta pertolongan. Anak itu panik dan menangis dengan kencang.
Pria itu tetap mencoba membuka pintu tersebut dan mendobraknya sekuat tenaga. Yang ia pikirkan hanya anaknya saja. Dia meratap penuh keputus-asaan. Ia terus berteriak memanggil nama anaknya, sedangkan anaknya berteriak meminta pertolongan.
Hingga akhirnya anaknya meninggal karena terbakar, ayahnya pun juga sama. Pria tersebut tak berhasil membuka pintu tersebut dan mayatnya ditemukan didepan pintu kamar anaknya"
Joni menatap saya dengan aneh dan berkata "Menurutku, cerita ini tidak terlalu menakutkan". Jeremy mengangguk, "Ya, cerita itu lebih cocok dikatakan cerita sedih daripada cerita horor"
Aku pun menatap mereka berdua dan melanjutkan, "Cerita ini belum sampai disini. Sejak saat itu, arwah pria tersebut tetap mencoba untuk membuka pintu tersebut dan menyelamatkan anaknya. Dan beberapa orang pernah mengatakan jika kau memanggilnya dan memberitahunya bahwa seolah-olah kau sedang terjebak dalam sebuah kamar yang terbakar. Arwah tersebut akan datang didepan pintumu dan membawamu pergi"
Joni menatapku, "Pernahkah kau mencobanya"
"Belum, aku mungkin terlalu takut untuk mencobanya." Aku menarik bahu tidak peduli.
Jeremy tiba-tiba berkata dengan semangat, "Bagaimana jika kita mencobanya?". Aku hanya diam, sejujurnya aku tidak tertarik dengan 'upacara pemanggilan arwah' atau semacamnya.
"Yeah, ide bagus" Balas Joni.
Jeremy memulai dengan suara gemetar, untuk meniru seorang anak kecil dan berteriak "AYAH, AYAH! TOLONG AKU, APINYA MULAI MEMBAKARKU! AYAH TOLONGLAH AKU!"
Lalu Jeremy tertawa terbahak-bahak. Aku hanya diam dengan wajah cemas, sedangkan Joni tidak tersenyum sama sekali.
Jeremy berhenti tertawa kemudian berteriak lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya. "AYAH, TOLONGLAH AKU! AKU KETAKUTAN"
"Cukup Jeremy, itu tidak lucu" Joni berkata dengan suara gemetar
"AYAH, KAKIKU MULAI TERBAKAR YAH! TOLONGLAH AKU!"
"JEREMY, CUKUP! AKU BILANG BERHENTI" Joni berteriak dengan nada takut. Jeremy menatapnya dengan main-main
"Oh, ayolah. Kalian tidak menganggap bahwa cerita ini nyata kan? Cerita ini hanya bualan saja" Jeremy melanjutkan, "AYAH! AYAH! TOLONG AKU! API INI MEMBAKARKU HIDUP-HIDUP YAH! TOLONG A-"
Tiba-tiba sebuah gedoran keras terdengar dari pintu kamarku, kebetulan pintuku sedang terkunci, jika tidak mungkin pintuku sudah terbuka.
"BOOM, BOOM" Gedoran itu membuat Jeremy diam seketika, kami semua saling menatap satu sama lain. Tidak ada yang bersuara sedikit pun. Aku berpikir bahwa mungkin itu adalah kakakku, tetapi hujan belum reda sejak tadi.
"BOOM, BOOM, BOOM" Kami bertiga hampir berteriak ketakutan.
Jeremy berbisik kepada kita semua, "Suara apa itu?"
"Jika ini adalah lelucon,ini sungguh tidak lucu" Suara bisikan terdengar dari mulut Joni yang sudah pucat.
Gedoran itu berlanjut beberapa kali hingga tiba-tiba terdengar teriakan seorang pria dengan nada yang sangat menyedihkan. Suara itu tidak pernah hilang dari ingatanku, suaranya seperti hewan yang sekarat dengan kesedihan yang sangat mendalam.
"Tidak!" Jeremy menangis ketakutan. "Aku sangat takut"
Dengan cepat, gedoran dipintu kamarku makin keras, suara teriakan pria dibalik sana makin keras. Gedoran tersebut membuat pintu berguncang keras, hingga Aku berpikir bahwa pintu tersebut akan lepas dari engselnya.
Kami bertiga menutup telinga kami hanya berharap agar suara tersebut makin menghilang. Tetapi makin lama, pintu tersebut makin berguncang keras.
Tak lama kami mencium sebuah aroma aneh, yang kami tak sadari sebelumnya. Aromanya seperti daging yang terbakar. Baunya lama kelamaan makin menyengat hingga hampir membuat kita muntah.
Benturan pintu, teriakan seorang pria dan aroma daging yang terbakar membuat kami hampir mati ketakutan. Bodohnya kami hingga terjadi sesuatu seperti ini. Aku benar-benar tak menyangka bahwa legenda itu benar adanya.
Setelah beberapa lama, benturan di pintu kamarku mulai melemah. Aroma daging terbakar juga makin menghilang dan disusul dengan suara teriakan yang makin pelan. Hingga akhirnya semua suara berhenti, menyisakan keheningan dan suara hujan yang masih deras.
Lima menit kemudian, Jeremy mendekati pintu kamarku dengan perlahan dan menempelkan telinganya ke daun pintu. Jeremy pun mengelus dadanya lega dan berkata kepada kami bahwa makhluk itu sudah pergi. Jeremy pun membuka kunci pintu tersebut dan membukanya.
Dibalik pintu tersebut hanya ada kegelapan dan lorong yang kosong tanpa ada siapa-siapa.
Jeremy tertawa kecil dan berkata, "Lihat, sudah tidak ada sia-"
Jeremy tidak sempat menyelesaikan kalimatnya ketika sebuah tangan menarik lehernya. Aroma daging terbakar kembali tercium, kali ini malah makin parah daripada sebelumnya. Aku sempat melihat sepasang tangan yang menarik Jeremy saat itu. Tangan itu berwarna hitam lekat, dengan darah dan kulit yang mengelupas seperti terbakar.
Sebelum aku sempat berteriak ataupun memperingatkan Jeremy. Tangan itu sudah terlebih dahulu menariknya ke lorong dan bersamaan denganya, pintu terbanting dengan sangat kencang. Aku dan Joni dengan refleks berlari dan membuka pintu tersebut dan hanya melihat lorong kosong dibaliknya. Seperti tidak ada tanda-tanda dan bekas makhluk hidup disana.
Seminggu sudah berlalu, setelah kejadian tersebut berlangsung. Semua tidak mempercayai ceritaku dan Joni, bahkan kedua orang tua Jeremy. Jeremy hilang bagaikan ia tidak pernah di lahirkan.
Sampai sekarang terkadang aku masih takut untuk membuka pintu kamarku. Aku takut apa yang mungkin aku lihat dibalik pintu tersebut.

First post, hahah :D

Nightmare: Urban Legend And CreepypastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang