SEBELAS

174K 11.4K 76
                                    

BAGIAN SEPULUH

AKU mengerutkan dahi melihat pria di hadapanku. Dia masih tersenyum, dan menyodorkan semangkuk eskrim vanilla cokelat. kami memang sedang di Frozen ice cream sekarang, toko eskrim yang terkenal dengan mangkuk besar untuk eskrimnya yang lezat.

"Ten second ice cream challenge. Do you?"

"Kau tahu? Aku masih tidak percaya."

Dia tertawa menanggapi pertanyaanku.

"Ayolah Lala, kau masih tidak percaya ini aku? Lalu bagaimana dengan permainan kita ini? Kita selalu melakukannya kan, dulu bersama Davis."

Dulu, bersama Davis.
Aku tersenyum mengingat masa kecilku dulu. Di rumah pohon, tempat biasa kami bermain. Bersama Davis, dan Davion, kembarannya. Aku selalu melakukan permainan lomba makan eskrim.

"Um, kau tahu. Kau benar-benar tidak terlihat seperti Davion! Gigimu yang besar dan sedikit maju, kemana dia sekarang? Dan, coba lihat tubuh ini, Davion memiliki tubuh yang kurus, tidak, sangat kurus! Dan kau?"

Aku menyipitkan mataku memandang tubuh indah yang berbalut kaus polo dihadapanku. Sebenarnya, dia sudah menjelaskannya tadi mengapa ia berubah. Hanya saja, aku memang masih sedikit tidak percaya.

"Aku harus jelaskan lagi? Astaga Lala!" Dari kecil, Davion dan Davis memang memanggilku dengan Lala, menurut mereka itu lebih sesuai dengan pribadiku yang ceria. Ceria ketika dihadapan mereka berdua saja.

Davis, aku, dan Davion termasuk objek bully di kelas. Dan dari ketiga nya, aku yang tidak terlalu sering di bully.

Biasanya, mereka akan membully Davis karena tubuhnya yang subur, dan mata yang hampir sulit terbuka.

Davion, kebalikan dari Davis. Mereka memang saudara kembar, namun tidak identik. Tidak sama, Davion memiliki tubuh yang sangat kurus menyerupai tulang yang hanya berbalut kulit. Dan hal itu menyebabkan giginya yang memang berukuran besar menjadi lebih menonjol. 

Menyedihkan memang, hanya karena kami tak memiliki fisik sebagus mereka, mereka jadi memperlakukan kami layaknya bukan sesama mereka.
Mereka bahkan tak pernah mau berteman denganku, Davion, maupun Davis.

Hingga pada suaru hari, aku sedang menangis ketika itu, setelah mendapat ejekan dari teman sekelasku. Aku menyendiri di samping perpustakaan yang sepi, dan tak jauh dari kelasku. Disana Davis datang dan memberiku semangat. Pertama kalinya, aku merasa ada yang benar-benar mengerti diriku.

Dan semenjak hari itu, hari-hariku berubah. Sebagai korban bully, aku Davis serta Davion yang di kenalkan Davis padaku sehari setelahnya. Membentuk dunia kami sendiri. Kami bahagia, dan kami baik-baik saja meski bully masih sering terjadi pada kami.

Trio Ugly, sebutan yang mereka berikan untuk kami pada saat itu.

"Kau bertanya kemana gigiku? Gigi yang memiliki ukuran besar yang letaknya di depan sudah di cabut, sejak empat tahun lalu. Makanya aku memakai benda ini." Davion memperlihatkan gigi-giginya, kemudian menunjuk kawat giginya dengan telunjuknya.

Aku bersikap tenang menanggapinya, hanya dengan menaikkan sebelah alisku. Hampir aku tertawa, melihat Davion mulai kesal karena sikapku.

"Soal tubuh, aku melakukan diet ketat sekaligus olahraga dengan keras. Dengan semua penjelasanku, kau masih tidak percaya?"

aku masih melakukan hal yang sama, meski rasanya bibirku tak sanggup lagi untuk tidak membentuk tawa.

"Apa perlu, aku membawakan pelatih olahragaku, dan dokter yang mengawasi diet, juga dokter gi-"

Cukup, aku tertawa sebelum Davion menyelesaikan kekesalannya.

"Kau masih tetap menjadi Lala."
Davion tersenyum saat mengatakan hal tersebut.

Aku berdehem setelah menghentikan tawaku seketika. Tersadar aku sudah bersikap berlebihan.

"Lala yang ceria, bukan Lara yang pemurung."

Aku menghela nafas,
Lara yang pemurung, dan Lala yang ceria.

Dan kenyataannya, Lala yang ceria itu hanya ada saat di depanmu. Sedangkan sisanya, tetap seorang Lala yang pemurung, yang di kelilingi banyak masalah

***

When Miss Ugly Married Mr. Perfect (SUDAH TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang