DUA BELAS

186K 10.7K 235
                                    

BAGIAN SEBELAS

"KAPAN-kapan bermainlah ke toko rotiku, oke?"

Aku tersenyum, kemudian menautkan jari kelingkingku dengan jarinya.

Tadi mobilku mogok di jalan, hingga sore ini aku kembali kerumah dengan Davi.

"Ya udah, aku turun ya Dav. Kamu yakin gak mau mampir?"

"Aku sih mau nya mampir, tapi gak sempat La. Pegawai toko udah nunggu semua."

"Yaudah deh Vi lain kali aja, aku masuk dulu."

Aku menutup kembali mobil hitam Davi kemudian memandang benda beroda empat itu mulai menjauh.

"Siapa?"

Setengah terkejut, aku membalikkan tubuhku mencari sumber suara. Kemudian, setelah tubuhku sudah berbalik, aku melihat Shawn tengah memandangku datar dengan tangan yang dilipat di dada.

"Shawn," hanya namanya yang mampu keluar dari bibirku. Meski ada banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalaku. Aku terlalu terkejut untuk bisa menyuarakannya.

"Dia pacarmu?"

"Kau, mengapa disini?"

"Jangan menjawab dengan pertanyaan. Katakan, apa dia pacarmu?"

"Bu—bukan. Dia sahabatku."

"Jauhi dia. Aku tak suka melihatnya."

Aku mengerutkan dahiku, memikirkan apa yang baru pria di hadapanku katakan. Apa dia baru saja menyuruhku menjauhi Davion?

"Kenapa?"

"Lakukan saja. Jangan banyak tanya." Suara pria itu begitu tegas, sampai rasanya sulit untuk bisa membantah.

Aku menghela nafas menyingkirkan sekelebat perasaan aneh di dadaku. Tidak, aku tak boleh tunduk di hadapannya.

"Kau kesini hanya untuk mengatakan itu? Kalau iya, cepatlah pergi sebelum aku tertawa karena lelucon yang kau buat ini."

Pria itu menatap tidak suka terhadapku, tubuhnya yang terbalut kaus putih yang pas di tubuhnya mendekatiku perlahan. Kemudian berhenti tepat di depanku, sampai tidak ada lagi jarak diantara aku dengannya.

"Aku menunggu sejak tiga jam yang lalu, dan kau sebut ini lelucon?" Suara dinginnya yang begitu dalam, membuat seluruh aliran darahku berdesir hebat. Aku menelan ludah di buatnya, kemudian dengan susah payah aku mendunga untuk menatap wajahnya.

Mata abu-abunya yang tajam, menatapku bagaikan seekor elang yang tengah mengincar mangsanya. Dan mengetahui itu membuat jantungku kembali terpompa lebih cepat. Ku harap dia tak mendengarnya, ku harap dia tak tahu aku sangat gugup hanya karena berdiri dekat sekali dengannya.

"Apa yang sebenarnya ada di kepalamu ini? Kau berdoa pada Tuhan agar pernikahanmu baik-baik saja, tapi yang kau lakukan..."

Aku tak terlalu mendengarkan apa yang dia katakan, aku terlalu sibuk menenangkan detakan hebat di dadaku. Mataku yang tadi menatap matanya, mulai turun menelusuri bagian wajahnya yang lain. Hidungnya yang begitu pas dengan wajahnya, sampai bibirnya yang begitu indah.
Pria ini begitu sempurna.

"...apa maumu sebenarnya? Kalau kau memang tak bisa mengikuti perintahku. Lebih baik ajukan guga.."

Cukup! Aku tidak tahan lagi.

"...jauhi pria itu dan kita akan memulai pernikahan kita yang lebih baik. Aku akan mulai bersikap ba..."

Entah setan apa yang baru saja masuk kepikiranku yang membuatku bersikap di luar nalarku.

When Miss Ugly Married Mr. Perfect (SUDAH TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang