Jasmine and Guava

20 1 1
                                    


            Part 2

"ALEX??" Seru Nina.

"Nina??!!" balas sang, ugh, penolong.

Nina buru-buru menegakkan badannya. Masih setengah tidak percaya Nina menatap Alex lekat-lekat.

"Kamu kok bisa di sini sih? Kamu tahu dari mana tempat ini?!" Tanya Nina, ada nada sedikit sengit dan marah di suaranya. Wajar saja, karena sebenarnya Alex adalah classmate Nina meskipun hubungan mereka kurang dari teman alias tidak pernah akur.

"Ett dah, harusnya aku yang tanya kamu, ngapain kamu di sini?" Alex balas bertanya. Sorot matanya tak terbaca.

"Hei! Aku yang tanya duluan!" Nina menyahut sengit.

"Ups!! Cukup, cukup! Plis, aku ke sini mau liburan, mau refreshing, jadi untuk sekarang jangan bertengkar lagi, okay?" balas Alex dengan mata tajam.

"Uhm, okay." Nina jadi salah tingkah.

"Ya udah, sekarang kita ke pinggir. Hati-hati, ntar jatuh lagi." Alex kembali memegang pergelangan tangan Nina, membimbing gadis itu ke tepi sungai dengan hati-hati. Nina tidak sempat protes, bahkan sepertinya tidak sanggup, terbengong oleh sikap Alex yang jadi...apa ya..? Apa itu bisa disebut perhatian?

.

"So?" Nina melirik canggung ke arah Alex yang duduk di sampingnya di atas batu yang menjorok ke sungai. Kaki-kaki mereka terendam di air.

"Apanya?" Alex mengangkat alis.

"Yah, kamu kan belum jawab tadi, kok kamu bisa di sini? Darimana tahu tempat ini?" Nina mengulang pertanyaannya.

"Well, aku di sini karena lagi liburan sama orang tuaku. Dan aku sudah lama tahu tempat ini. Tapi terakhir aku ke sini, mungkin waktu kelas satu SD. Untungnya tempat ini nggak berubah. Aku punya kenangan di sini." Alex tersenyum tipis, membuat Nina mengangkat alis. "Kamu sendiri?" ditatap mata elang Alex, Nina jadi jengah dan menoleh ke arah lain.

"Nenek dan kakekku itu transmigran. Bundaku besar di sini. Sampai akhirnya bertemu Ayah dan dibawa ke Jakarta. Jadi paling tidak, setahun sekali aku ke sini. Tapi aku juga TK di sini. Nah, pas TK aku sering kabur dari rumah karena bosan. Jadi aku mencari tempat tenang untuk baca buku. Ketemu tempat ini, jadi setiap ke desa ini, aku pasti ke sini. Ups! Kok aku jadi banyak omong begini sih? Err.. terus, kenangan kamu tuh seperti apa? Pacar masa kecil?" Cecar Nina, balas menatap meski agak canggung.

"Dibilang pacar juga bukan. Aku dulu cuma anak kecil pengecut yang nggak berani menyapa orang yang disukainya. Akhirnya, aku hanya melihatnya dari jauh beberapa kali sampai anak itu nggak pernah muncul lagi. Sampai sekarang. Eh, kok aku cerita sama kamu sih?!" Alex manyun. Nina tertawa geli.

"Satu sama nih. Cerita rahasia." Celetuk Nina.

"Oh, ya? Sepertinya cerita rahasiamu lebih banyak deh." Alex menyeringai jahil.

"Hei! Di mana-mana cerita tentang keluarga itu umum tau! Justru kenangan masa kecil kayak gitu yang bisa dibilang cerita rahasia!" protes Nina. Alex tergelak, mau tak mau Nina ikut tertawa melihat wajah cerah Alex. Baru kali ini Nina melihat Alex tertawa lepas begini.

"By the way," kata Alex setelah tawa mereka reda. "Kamu tinggal di blok apa?"

"Aku Blok A, nomor 8. Kamu?" jawab Nina sambil balik tanya.

"Aku Blok D, nomor 20. Err, nomor 8 ya? Kalau nggak salah di deket taman kan?" Alex memastikan.

"Ya, di depan rumahku memang ada taman. Yah, sebenarnya bukan taman sih, tapi kerjaan Ayah sama Bunda waktu sempat tinggal di sini dua tahun pas aku TK. Ayah hobi nanam buah, Bunda suka nanam bunga, ya gitu jadinya." Nina tersenyum membayangkan Ayah dan Bundanya bermain tanah.

"Wuih, pasti seru tuh. Eh, ada buah yang masak nggak?" Alex nyengir.

"Ada rambutan sama jambu air kalau kamu mau jadi monyet dadakan." Nina balas menyeringai usil.

"Enak aja, kamu tuh yang pasti lebih lihai dari aku. Lihat, pohon jambu di seberang tuh, pasti nunggu kamu panjat." Ledek Alex. Nina serta merta menepuk dahinya. "Kenapa?" Alex mengangkat alis heran.

"Aku kan tadi mau ke seberang, ngambil bunga melati yang di sana tuh. Kelihatannya lebih gede dari yang di sini. Kok malah lupa?" Nina berdiri di atas batu sambil manyun. Alex terkesiap. Wajahnya berubah. Nina yang tak menyadarinya sudah melompat dan berpijak di atas batu pertama. Alex akhirnya berhasil menguasai diri dan ikut-ikutan melompat di atas batu-batu itu.

"Ngapain ikut-ikut?" Nina mendelik.

"Aku mau ngambil jambu air yang di sebelah sana tuh, keliatannya segar banget, lagian ntar kalau kamu kepeleset lagi siapa yang nolongin coba!" Alex menjawab dengan ketus meskipun pipinya sedikit merona. "Kamu yang nyusun batu-batu ini?" Tanya Alex.

"Iya. Nyusunnya tahun kemaren." Jawab Nina tak kalah ketus.

"Pantesan, nggak rapi banget." Cibir Alex.

"Jangan banyak protes! Kalau nggak mau lewat sini ya muter aja sana lewat jembatan yang ada di Blok B." Balas Nina.

"Tahun depan aja deh! Jambu segar! Aku datang!!" Alex jejeritan tak jelas.


tbc

Rumpun Melati di Tepi SungaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang