Part 4
Otak Nina cuti bekerja, tidak mau mencerna apa yang baru saja terjadi. Saat mulai membuka mata, Nina terheran dalam hati. 'Ini mata hitam siapa, ya? Kok bagus banget.' Pikir Nina, perlahan-lahan atau sangat perlahan, mulai berpikir apa yang terjadi. 'Oh iya, ini kan mata Alex. Dia kan tadi yang paling dekat. Dia manjat, ada mobil mau tabrakan, dia jatuh, aku terpejam, dia narik lenganku. Rasanya aku jatuh juga, tapi kok nggak sakit, ya? Terus, ini apa yang nempel dibibirku? Oh, yang dibawahku kan Alex, berarti bibir Alex donk...? A-Apa? Bibir Alex???'
Barulah Nina tersadar sepenuhnya dan melompat kebelakang. Menjauh dari Alex dengan tergesa-gesa hingga jatuh dari terduduk tak jauh darinya. Alex juga bangkit dan duduk.
"EH????!!!!"
Beberapa suara bernada sama terdengar dari arah rumah Nina. Nina dan Alex menoleh ke sumbernya dan mendapati tiga pasang suami istri di samping mobil-mobil itu. Siapa lagi kalau bukan Kak Rendy, Mbak Selly, orang tua Nina dan yang paling mengejutkan adalah orang tua Alex.
Nina dan Alex saling tatap dalam ketidakmengertian. Awkward. Lalu entah siapa yang mulai keduanya mulai tertawa seolah itu adalah hal terlucu di dunia.
"Ahaha. Yang barusan itu..." Alex tertawa. Sedikit canggung jika melihat pose aneh tangannya yang saat ini ada di belakang kepala.
"I, iya ya... yang barusan itu bukan apa-apa kan, ya?" Nina tertawa dengan nada dan pose yang sama.
"Iya, ya... bukan apa-apa."
"Iya... nggak ada apa-apa kan, ya?"
"Iya, kok... bukan apa-apa.... hahaha..."
Beberapa detik kemudian mereka baru sadar jika enam orang lain tidak ikut tertawa, tapi me-nye-ri-ngai. Bayangkan itu.
Alex dan Nina kembali saling pandang dalam ketidakpahaman akan apa yang terjadi. Mereka berdua tidak mengerti, tidak paham apa arti seringaian dan sikap saling lirik orang tua mereka itu. Tapi tak lama kemudian, ayah Alex mulai memeluk ayah Nina, demikian juga para ibu yang kini sedang kangen-kangenan. Alex dan Nina melongo dalam ketidak-elitan.
Setelah para orang tua masuk ke dalam rumah, Mbak Selly dan Kak Rendy menghampiri dua makhluk Tuhan yang masih terduduk di tanah dengan seringai jahil yang membuat keduanya merinding.
"Masuk sana." Kata Mbak Selly sambil cengengesan tak jelas.
Nina dan Alex bangkit dengan gerakan yang nyaris identik dan sama-sama kaku, nyaris seperti robot. Mbak Selly terkikik dan Kak Rendy tertawa terkekeh.
.
"Ah, bajunya pas. Untung Nina tomboy, ya?" suara Alex memenuhi ruang tengah. Pemilik suara itu duduk begitu saja di sofa, di samping Nina. Dia baru saja mandi di rumah Nina, karena ditahan oleh Ayah dan Bunda Nina, dan meminjam baju Nina yang memang kebanyakan berupa T-shirt dan jeans.
"Apa maksudmu dengan untungnya, hah?" Nina menggetok kepala Alex dengan komik yang tengah dipegangnya.
"Ya, jadi aku nggak harus pakai baju Kak Rendy yang pasti kebesaran. Terus nggak perlu pake bajumu yang gaun renda-renda banyak pita itu." Alex mengelus kepalanya.
"Memangnya kapan aku pernah pake yang gituan??? Eh-... Ah, Lex! Kau memberiku ide!" Nina menekan kening Alex dengan telunjuknya, posisinya yang setengah merangkak di atas Alex bisa membuat siapapun salah paham. Apapun ide yang akan dikatakan Nina, Alex memiliki firasat buruk. Tuh kan...
"Cosplay..." desis Nina. "Ya, aku sangat ingin melihatmu cosplay, menjadi Ariel the Mermaid, mungkin... atau Jasmine. Hmm, atau Yuna dari Final Fantasy? Ah tidak, Naruko versi maid, yummy..." Nina menyeringai mengerikan dengan aura gelap di sekelilingnya.
Alex tak mampu bergerak. Keringat dingin menuruni sisi wajahnya. Dan-...
"KLIK!" satu cahaya putih yang mirip kilat melintas. Keduanya menoleh ke arah sumber pengganggu. What? Pengganggu? Ah, kita pikirkan nanti saja istilah itu.
"Kalian lagi main apa?" Kak Rendy bersandar di pintu kamarnya sambil memegang satu kamera digital yang teracung ke arah Alex dan Nina.
"Ck, merepotkan." Nina bergerak mengubah posisinya menjadi duduk dan meraih boneka kucing putih besar. "Aku baru saja berhasil membuat Alex kelihatan ketakutan tuh." Nina menggembungkan pipinya yang merona.
"Cih," Alex membuang muka dengan sebal. Pipinya juga merona mengingat posisinya tadi. "Lain kali aku yang buat kamu ketakutan, lebih parah lagi, aku janji." Sinis Alex.
"Hentikan permainannya, Kids." Suara bening Bunda Nina menghentikan mereka. Sementara Nina terpaku pada wanita di belakang Bunda. Nina tidak mungkin lupa wajah ini. Dan Nina juga tidak mungkin lupa pada wajah ramah dibelakang bahu Ayah.
"Hai, Nina.... duh, sudah besar sekarang. Ingat nggak sama Mama...??" Wanita itu membuka suara.
"Ma-mama... Papa.......??" Nina tergagap. Wanita itu mendekat dan mengecup kening Nina. Nina balas memeluknya erat-erat. Alex terperangah. Belum habis rasa kagetnya, Bunda mengelus kepalanya dan entah kenapa rasanya begitu nyaman dan familiar.
"Ini Alex-mu, Calysta?" tanya Bunda.
"Haha, begitulah. Dia seperti tidak berhenti tumbuh tinggi." Papa yang menjawab.
"Papa..." Nina berlari dan memeluknya seperti anak kecil bertemu ayahnya setelah sekian lama.
"Haha, Nina tidak berubah. Masih menggemaskan. Meskipun sudah sebelas tahun ya?" kata Mama.
"Ah, mungkin Alex sudah lupa ya...?" Kata Bunda. Sementara Nina sudah bermanja-manja dengan Mama. Dulu, dulu sekali, saat naga masih berkeliaran-....#plak! (Aw, iya iya... nggak perlu mukul kok, Cuma salah skrip....) belasan tahun lalu, ada keluarga yang sangat akrab. Benar, itu keluarga Alex dan Nina. Nina sangat lengket pada Mama dan Papa seperti pada Ayah dan Bunda. Namun sebelas tahun yang lalu, keluarga itu sama-sama keluar dari desa ini dan terpisah. Mereka sangat jarang bertemu. Kalaupun bertemu, itu pasti kebetulan, dan tidak sempat bertemu anak-anak masing-masing. Jadi ini lah hasilnya. Alex dan Nina berkenalan dengan cara mereka sendiri. Tapi untuk kejadian yang terlalu beruntun ini, Alex belum bisa mencerna sepenuhnya.
"Ada yang bersedia menjelaskan padaku?" Sinis Alex.
"Ck, tak perlu gelisah begitu, Kid." Mama nyengir. "Keluarga kita dari dulu memang dekat sama keluarga Nina. Waktu kecil, kamu malah manggil Ayah sama Bunda ke ortu Nina, kalau Nina sih, masih manggil Papa sama Mama......"
"Kan tiap kali kita main ke tempat Nina kamunya cuek bebek, jadi mungkin tidak begitu ingat." Sahut Papa santai.
"Bukannya cuek, tapi pemalu. Ingat nggak, dulu tiap ada Nina, Alex sembunyi terus di belakangmu, Calysta." Kata Bunda. Dibalas tawa orang-orang dewasa di situ. Nina melongo dengan tidak elitnya dan wajah Alex memerah malu.
"Oh, ya. Harusnya kamu yang menjelaskan pada kami. Apa maksud kejadian tadi." Kak Rendy menyeringai.
"I-..itu...." Nina yang menyahut tergagap. Wajahnya bersaing merah dengan apel masak, Alex juga.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpun Melati di Tepi Sungai
ChickLitSummary: Alex dan Nina adalah 'musuh pada pandangan pertama' di sekolah. Namun pada saat liburan tanpa di duga mereka bertemu di sebuah tempat yang sama-sama menyimpan memori bagi mereka. Mereka sepakat mengesampingkan permusuhan atas nama liburan t...