"Oh, ya. Harusnya kamu yang menjelaskan pada kami. Apa maksud kejadian tadi." Kak Rendy menyeringai.
"I-..itu...." Nina yang menyahut tergagap. Wajahnya bersaing merah dengan apel masak, Alex juga.
Part 5
"Well, kami juga ingin tau..." kata Bunda dengan sorot mata jahil. Yang lain mencondongkan badan dengan mata terhibur.
"Errr-......" dikepung begitu, Alex bingung mau bilang apa.
"Umm, tadi itu Alex jatuh-..." Nina menyahut dengan canggung.
"Terus?" Sahut Papa menyelidik.
"Ya, terus pas aku mau nimpa Nina, aku reflek narik dia, jadi aku yang jatuh duluan. Terus pas udah mendarat di atas tanah, kami tertarik sama grafitasi bumi, jadi ya gitu deh." Alex berhasil mengatasi kecanggungannya dan menyahut santai."Lagian itu bukan murni salah aku sepenuhnya kok. Rantingnya terlalu kecil." Alex membela diri.
"Hei, aku kan sudah bilang tadi, kalau tuh ranting kecil. Dasar kamu aja yang sok-sok-an." Nina terpancing juga, ikut panas, menimpuk Alex dengan bantal sofa.
"Woi, jangan salahin aku terus donk!" Alex tak terima, balas menimpuk. Perang bantal terjadi. "Kalau aku nggak kaget, aku nggak bakal jatuh tau! Salahin tuh dua mobil kurang ajar yang seenaknya mau kecelakaan!"
"Mau kecelakaan?" tanya Ayah, Bunda, Mama dan Papa serentak.
"Iya, kalian aja yang seenaknya nyaris tabrakan. Jadi aku kaget terus jatuh, pokoknya ini salah kalian!" tuding Alex.
"Iya!" Nina mendukung –tumben banget-, ikut tegak di samping Alex dengan pipi menggembung dan bibir mengerucut. Tawa ke empat orang itu meledak serentak seketika. Sementara duo 'musuh-tapi-sekarang-entah-apa' itu bengong.
"Kecelakaan? Emang keliatan gitu ya...??" Mama masih berusaha menelan tawanya.
"Maksudnya?" Alex dan Nina mendesis tajam memicingkan mata meminta penjelasan dengan nada dan ekspresi yang sama, kompak.
"Ya, maksud kami klakson tadi, kami mau nyapa, sekaligus ngasih tau kalau kita dateng, ya nggak Ma. Eh, pas gitu liat Ayah sama Bunda, berhubung kangen dan sebagainya, nggak sabaran gitu, jadi bukannya direm atau apa malah tancap gas. Gini-gini waktu muda Ayah sama Papa sempat jadi jagoan nge-trek lho..." jelas Papa panjang kali lebar entah jelas atau tidak plus pamer.
"Jadi, kalian sengaja bikin sinetron gitu?" Nina mengeluarkan hawa pembunuh.
"Kalian udah ngerencanain ini?"kalau Alex bisa mengeluarkan tanduk, ekor dan trisula, pasti sudah keluar semua sekarang.
"Humm... gimana ya? Sempat kaget sih, waktu tahu Alex ternyata satu sekolah sama Nina, sekelas terus juga. Jadi pengen ngejailin kalian. Bunda udah tahu semua loh..." Goda Bunda. Alex dan Nina melongo.
"Ya, tadinya kalau Alex nggak ketemu Nina, kami niat mau bikin surat kaleng atas nama Nina." Mama mengedipkan mata kiri jahil.
Alex dan Nina menguarkan aura pembunuh.
"Err, ano Bunda... eto... ada telpon." Mbak Selly menginterupsi.
"Umm, Kids. Cukup main-main-nya. Kami mau bahas sesuatu, penting banget, jadi tolong tunggu di ruang baca. Okay? Nanti Mbak Selly akan manggil kalian buat makan malam." Nada bicara Ayah cukup serius, tanda tak menerima protes. Mau tak mau mereka menurut, meskipun manyun juga karena diusir.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpun Melati di Tepi Sungai
ChickLitSummary: Alex dan Nina adalah 'musuh pada pandangan pertama' di sekolah. Namun pada saat liburan tanpa di duga mereka bertemu di sebuah tempat yang sama-sama menyimpan memori bagi mereka. Mereka sepakat mengesampingkan permusuhan atas nama liburan t...