Menjadi seorang otaku memang adalah pilihan. Lebih tepatnya, memilih untuk tetap menjadi otaku adalah pilihan. Setelah memasuki dunia kerja apalagi. Mungkin beberapa orang akan memilih berhenti dan fokus pada pekerjaannya, atau malah karena tidak ada waktu lagi. Ada yang tetap menjadi otaku hanya saja bukan full time.
Rena salah satunya. Meski hanya seorang penggila otome game, tapi ia tetap melakukan pekerjaan sampingannya itu dengan serius selepas jam kerjanya. Setelah ia keluar dari kantor dan sampai di rumah, hal pertama yang ia lakukan setelah mandi adalah bercinta dengan PSP. Game yang kemarin baru saja sampai di rumahnya langsung dijamah dan dimainkan cepat-cepat, supaya ia bisa tenang ketika bekerja keesokan harinya. Dengan semangat tinggi, Rena berusaha memilih setiap pilihan supaya mencapai rute yang diinginkan tanpa mengintip pada walkthrough di internet. Sayangnya ia selalu masuk pada rute bad ending jika ia tidak melihat walkthrough.
Dan seperti yang ia kira, memainkan game basis RPG tanpa walkthrough adalah yang paling susah ketimbang otome game biasa. Sengaja Rena membawa PSPnya ke kantor hari ini karena penasaran ingin segera menyelesaikan gamenya. Ia cukup sadar diri bisa bersantai dan main PSP sepuasnya karena Rena sudah ngebut menyelesaikan semua laporannya kemarin, bahkan laporan yang untuk besok sudah ia selesaikan. Berhubung tempatnya duduk adalah di depan tembok, bolehlah Rena merasa bahwa ia aman. Aman dalam artian, tidak akan ada orang yang akan memergokinya bermain PSP dari belakang.
"Hoi! Main aja lo! Ketauan boss tau rasa ntar."
Rena langsung menyembunyikan PSPnya ke dalam laci hingga menimbulkan suara benturan yang cukup keras, karena kaget mendengar suara tetangga mejanya, Riri. Baginya, bukan sebuah rahasia lagi jika Rena cukup sering membawa konsol kesayangannya itu ke kantor.
"Eh kampret, gak usah ngagetin, kenapa?" Dengan segera Rena mengambil kembali konsolnya dari dalam laci dan dielus-elus karena tadi sempat berciuman mesra dengan laci. Meski Rena merahasiakan hobinya yang satu itu pada seluruh rekan kerja, tapi hanya Riri yang tahu. Meski Riri bukan seorang penggila game, tapi ia cukup sering dan maklum ketika Rena menghujaninya dengan keluhan soal gamenya yang tak terselesaikan dengan mulus, meski ia hanya bisa diam dan mendengarkan. Toh, yang bersangkutan juga tidak protes.
"Ya kan cuma ngingetin. Hari ini boss datang ke kantor. Gawat kalau ada yang ngelihat lo mainan PSP waktu kerja trus dilaporin."
"Yang penting bukan boss langsung yang mergokin lah," tukas Rena cuek sambil kembali memencet tombol berbentuk lingkaran dengan jempol kanannya. Riri hanya bisa menghela napas melihat tingkah tetangga mejanya dan ngeloyor pergi untuk menyelesaikan tugasnya. Hanya saja jika Rena tahu hari itu ada inspeksi dadakan, mungkin ia akan menurut dan membiarkan PSPnya beristirahat dengan tenang di dalam laci.
Rambut ikal Riri bergoyang akibat langkah kakinya yang melangkah senang. Ia merasa senang karena ia akan mendapat ekstra waktu luang setelah laporannya yang sudah hampir selesai itu kembali ia kerjakan dengan cepat. Tapi tak butuh lama untuknya menghentikan langkah dan menatap horor pada pemandangan yang berjarak beberapa meter di depannya. Tampak orang dengan jabatan tertinggi di tempat itu sedang berjalan mendekati meja Rena. Gadis berusia 24 tahun itu yakin Rena tidak akan sadar ada boss yang tengah berjalan ke meja kerjanya karena Rena sedang sangat fokus dengan konsol di tangannya. Mau berteriak memanggi Rena dari tempatnya berdiri sekarang juga merupakan hal yang sangat tidak mungkin.
Pada saat boss akhirnya memergoki apa yang tengah Rena lakukan ketika jam kerja, Riri memilih untuk berbalik dan segera menjauh untuk memerhatikan dari jauh. Baru setelah bossnya pergi, Riri berjalan kembali ke mejanya. Tampak Rena sedang melipat tangan di atas meja dan menenggelamkan kepalanya di antara lengannya. Ia berani taruhan bahwa PSP milik temannya itu sedang 'dipinjam' oleh atasannya.
"Sayang banget ya, ternyata bukan dilaporin sama pegawai lain."
"Berisik. Diem lo," sahutnya sengit, sementara Riri hanya terkekeh pelan sambil kembali duduk di kursi kemudian melanjutkan kembali kerjanya. Gadis itu memilih untuk tidak berbicara lebih lanjut dan membiarkan temannya untuk meratapi nasib PSPnya yang berpindah tangan.
Hampir setengah jam Rena menghabiskan waktunya dengan hanya diam. Sebenarnya ia hanya berpikir keras harus mengatakan apa pada atasannya supaya ia tidak dipecat hanya karena ketahuan main PSP saat kerja. Tapi jika dipikir lagi, ini adalah kali pertama PSPnya disita, dan itu tidak akan bisa membuatnya dipecat begitu saja. Jika ia bisa menjelaskan kondisinya dengan lebih baik, ia tidak akan dipecat.
Melirik jam, Rena tersentak karena hampir melewati jam yang ditentukan atasannya jika ia ingin PSPnya dikembalikan. Buru-buru ia berdiri dan berjalan cepat ke ruangan atasannya. Tinggal beberapa langkah lagi, ia melihat salah satu rekan kerjanya juga tengah berdiri di depan pintu ruangan boss, tampak ragu ketika akan membuka pintunya.
"Angga? Ada perlu juga sama boss?" Yang ditanya hanya mengangguk lesu. Sadar akan gelagatnya, Rena mengira-ngira kalau teman SMAnya itu juga ketahuan main game saat kerja. Biar bagaimana, mereka dulu ada di satu kapal. Terombang-ambing oleh susahnya menyelesaikan game tanpa walkthrough.
"Lo ... ketahuan juga?"
Angga mengangguk dan menambahkan, "Eroge."
"WHAT?!" Sadar suaranya bisa terdengar sampai ruangan atasannya, Rena langsung menutup mulutnya.
Gadis itu tahu kalau Angga juga sama seperti dirinya, tapi ia tidak tahu laki-laki itu begitu nekat hingga main game porno aktu kerja. Masih mending dirinya yang main RPG di PSP. Karena kebanyakan eroge hanya bisa dimainkan di komputer, resikonya pasti lebih gampang ketahuan. Entah temannya itu habis terbentur apa sampai ia nekat main game mengerikan itu di kantor.
Setelah menyiapkan mental, mereka berdua akhirnya masuk. Rena menemukan PSPnya tergeletak di meja di samping bossnya. Tanpa duduk, Rena dan Angga menerima ceramah dan interview singkat, mengapa mereka nekat main game saat kerja. Mereka berdua hanya mengangguk-angguk setiap kali bossnya memberikan wejangan.
"Ya sudah, kalian boleh kembali bekerja sekarang." Tangannya lalu mengambil PSP di sebelahnya dan menyodorkan kembali pada sang pemilik asli. Rena hampir saja langsung menyambar benda kesayangannya, ketika atasannya memotong dengan nada yang cukup tajam.
"Kalau kamu ketahuan main PSP lagi saat kerja, saya tidak akan sungkan-sungkan menyelesaikan rute yang sedang kamu mainkan." Rena mendelik karena syok hingga ia lupa bernapas. Ia tidak tahu kalau bossnya juga penyuka game sepertinya—tidak, yang membuat Rena mendelik adalah ancaman barusan. Itu adalah hal paling mengerikan yang pernah Rena bayangkan sepanjang hidupnya.
Dengan anggukan singkat, mereka berdua langsung kembali ke meja kerja masing-masing. Dengan langkah terburu, Rena melesat menuju mejanya dan segera menyalakan PSP. Ia cukup yakin kalau atasannya itu sudah memainkan game miliknya jika ditilik dari kalimat yang diucapkan tadi.
Benar saja, Rena kembali mendelik setelah menyalakan PSPnya. Beberapa scene yang belum pernah ia lihat, tempampang di layar. Selain itu, setelah beberapa kali tekan tombol, mendadak credit title, yang menandakan bahwa game telah selesai, muncul di layarnya. Ekspresinya berubah horor.
"APANYA YANG KALAU KETAHUAN LAGI?!"
Di dalam ruangannya, bossnya terkekeh. Jeritan Rena sampai ke telinganya.
