1

54 3 1
                                    

Nathaly

"Rio!! Buruan!!" Ujarku setengah berteriak saat melihat adikku yang masih saja berbasa-basi dengan segerombolan cewek yang mengerubunginya.

Sampai saat ini, aku selalu beranggapan bahwa mempunyai adik yang suka bermain dengan hati perempuan itu adalah takdir terburukku.

Setiap harinya, aku harus melewati hari dengan mendengar desas desus tentang adikku sendiri, bahkan dari teman-temanku juga. Ya, aku memang satu kampus dengannya. Dan jujur, aku mulai menyesali hal tersebut. Aku mulai lelah menghadapi tingkahnya. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus terus mengawasi adikku sekaligus saudaraku satu-satunya kan?

Untungnya, dengan perbedaan umur yang terpaut dua tahun, tidak banyak junior yang berani bertanya kepadaku mengenai Rio. Entah karena mereka takut dengan muka jutekku atau karena sungkan karena aku merupakan senior mereka.

"Iya, sebentar." Setelah melempar senyuman manis yang katanya mematikan itu, ia pun akhirnya meninggalkan gerombolan cewek-cewek itu dan berjalan menghampiriku.

"Lo udah makan, Na? Gue laper nih, kita makan dulu ya? Gimana kalo kita makan McD?"

"Terserah kamu deh, yang penting kita pergi sekarang juga dari sini, jangan sampe cewek-cewek itu nyamperin kamu lagi, bisa panjang urusannya." Ia pun hanya membalas ucapanku dengan mengedikkan bahu, lalu memasuki mobil bagian kemudi. Aku pun ikut masuk, duduk manis di sebelahnya.

******

Sesampainya di McD, Rio pun memarkirkan mobilnya terlebih dahulu.

"Aku masuk duluan, cari tempat." Ujarku yang kemudian keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk McD. Tetapi sebelum aku sempat masuk ke dalam McD, tiba-tiba Rio memanggilku. Mau tidak mau, membuatku harus menengok ke arahnya, walaupun aku tetap melangkahkan kakiku ke arah pintu masuk.

"Nana!!" Akan tetapi saat baru mau menengok, aku merasa tubuhku menabrak sesuatu yang keras, membuatku kehilangan keseimbangan dan akhirnya jatuh terduduk.

"Sori, lo gak apa-apa?" Ujar seseorang yang bersuara berat,  yang kini tepat berada di hadapanku. Aku mendongak perlahan, melihat siapa orang bersuara dalam yang terdengar cukup berkarisma itu.

Sepertinya ia adalah 'sesuatu yang keras' yang tadi kutabrak, dapat terlihat dari tubuhnya yang cukup atletis.

Aku terpaku saat pandanganku bertemu dengannya. Matanya yang berwarna coklat hazel itu, terlihat dalam dan tajam. Tapi entah kenapa, mata yang kini memandangiku itu juga membuatku merasa sedikit tidak nyaman, tatapannya itu terlihat seperti sedang menghakimiku dan membuatku merasa bersalah. Kuakui, aku memang orang yang ceroboh.

Ia pun mengulurkan tangannya, berniat membantuku. Namun, sebelum aku dapat menyambut uluran tangannya, Rio datang menghampiriku.

"Na! lo ngapain duduk di sini? Katanya mau cari tempat duduk? Emangnya di dalem udah gak ada tempat sampe-sampe lu harus ngejogrok di depan pintu masuk gini?" Ujarnya sambil menahan tawa, jelas saja ia melihat saat aku menabrak orang di depanku.

"Ini gara-gara kamu tau!! Ugh.. Buruan bantu aku berdiri!!" Sebenarnya aku merasa sedikit tidak enak karena menolak uluran tangan cowok tadi, padahal mungkin saja ia benar-benar tulus mau membantuku berdiri.

"Apa kabar, Rio?" Ujar cowok yang tadi kutabrak. Entah ini perasaanku saja, atau nada bicaranya memang berubah jadi sinis? Dan kenapa ia bisa mengenal adikku?

"Eh, Kak Nathan? Ehm, baik. Kakak sendiri gimana?" Waw, adikku memanggil orang lain dengan sebutan 'kak' ? Ia saja tidak pernah memanggil kakak kandungnya sendiri dengan sebutan kakak! Siapa sih cowok ini sampai-sampai membuat adikku jadi begini? Dan lagi, Rio juga terlihat tidak nyaman.

"Baik. Kebetulan banget kita bisa ketemu disini, setelah sekian lama ga ketemu." Ujarnya sambil tersenyum, tapi entah kenapa aku merasa senyumannya itu terlihat tidak tulus. Senyum itu tidak mencapai matanya.

"Hahaha, iya kak." Ingin rasanya aku bertanya kepada cowok dihadapanku ini, apa rahasia untuk membuat adikku itu jadi sopan seperti sekarang. Aku juga ingin mempraktekkannya.

"Kalau gitu, saya duluan ya, karena masih ada urusan. It's nice to see you again." Ujarnya sambil menepuk bahu Rio, tapi entah kenapa setelah itu badan Rio terlihat menegang. Ia pun akhirnya berjalan meninggalkan kami. Namun, sebelum ia pergi, ia sempat memberikan senyum tipis ke arahku, yang membuat dadaku berdesir. Aneh.

*******

"Itu tadi siapa, Yo?" Tanyaku sesaat setelah kami selesai memesan makanan dan duduk di pojok ruangan.

"Kakak angkat temen gue." Jawabnya singkat.

"Temen kamu yang mana? Trus kenapa kamu sopan banget sama dia? Emang dia umur berapa sampe kamu manggil dia 'kak' ? Kamu aja gak pernah manggil aku kayak gitu." Ujarku setengah ngedumel. Kenapa aku bisa punya adik yang lebih menghormati kakak temannya daripada kakak kandungnya sendiri? Tidak adil.

"Lo gak kenal deh pokoknya. Gue emang sopan dah orangnya, lagipula umur dia emang lumayan jauh dari gue, beda 6 tahun. Oke, puas sesi tanya jawabnya kan? Sekarang mending makan aja yuk, gue udah laper banget." Aku merasa adikku tidak ingin lagi membahas mengenai cowok tadi. Walaupun enggan, akhirnya aku memutuskan untuk tidak bertanya apa-apa lagi.

****************************************************

Sesampainya di rumah, aku langsung menghempaskan tubuhku di sofa yang berada di ruang tamu.

"Na, mau pergi lagi nih, ngumpul bentar sama temen-temen. Kalo mau nitip apa-apa, chat aja. Gue balik cepet kok, oke?" 

"Oke, hati-hati." Setelah aku mendengar bunyi pintu yang ditutup, aku pun menarik nafas dalam-dalam lalu memejamkan kedua mataku. Keheningan pun mulai mengisi ruangan di sekitarku. 

Aku dan Rio memang hanya tinggal berdua saja, semenjak kecelakaan yang terjadi beberapa tahun yang lalu, kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tua kami. Kini, kami hanya bisa saling mengandalkan satu sama lain. 

Suasana di rumah ini pun semakin terasa berbeda dari waktu ke waktu, tidak pernah ada lagi kehangatan yang dapat kurasakan. Om Ryan, paman kami memang sempat menawarkan untuk tinggal bersama keluarganya, akan tetapi aku dan Rio menolak, karena kami tidak ingin meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan indah ini. Sementara ini, Om Ryan jugalah yang membantu kami mengurus perusahaan yang papa tinggalkan.

Besok, tepat tiga tahun kecelakaan itu terjadi. Hari dimana kelulusan SMA-ku, menjadi hari yang paling menyedihkan bagiku.

#################

Selamat membaca ~~~~

Don't forget to vote and comment 😄

RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang