3

19 2 0
                                    

Setelah kelas usai, semua anak pun keluar dari ruang kelas, begitu pula denganku dan Nia yang kini berjalan beriringan menuju parkiran kampus.

"Nath, gue kayaknya harus balik duluan deh, disuruh cepet-cepet pulang sama ortu." Ujarnya dengan wajah tak enak.

"Yailah, gapapa Ni. Btw, kenapa disuruh balik cepet-cepet? Bukannya ortu kamu lagi di luar negeri? " Tanyaku penasaran, karena setahuku Om Haris, papa Nia sedang berada di luar negeri untuk urusan bisnis dan ditemani juga oleh istrinya, Tante Rini.

"Yah, ortu gue sih di luar negeri, kakak gue noh, malah balik ke Indo, bikin ribet. Jadi gue kan yang di suruh nemenin. Padahal gue yakin tuh, pas gue balik, dia yang pergi ke luar, malah mungkin sekarang dia lagi ada di apartemennya, bukannya dirumah. Lagi pula dia juga belom tentu suka gue temenin kan? Dia kan orang pinter nan mandiri, kebanggaan ortu gue, masa iya..." Oceh Nia panjang lebar yang cepat-cepat kupotong.

"Ni, cukup, kalo ngomong tuh pelan-pelan kenapa sih." Ujarku sambil terkekeh melihat ekspresi Nia yang sedang kesal. Selama tiga tahun pertemanan kami, aku memang tidak pernah bertemu langsung dengan kakak temanku ini, akan tetapi Nia terkadang bercerita tentang kakaknya. Dari semua yang ia ceritakan, aku dapat menyimpulkan bahwa hubungan Nia dan kakaknya ini memang tidak akrab, bahkan seperti orang asing. "Eh, tapi seinget aku, bukannya kamu bilang kakak kamu itu dapet kerja di luar negeri ya? Kok tiba-tiba balik ke Indo?"

"Nah itu dia masalahnya. Udah seneng banget tuh gue, pas tau dia kerja dapet kerja di luar negeri. Eh, dia malah nolak, gak jelas apa alesannya. Apa daya, orang pinter nolak kerja di luar, gak lama dapet lagi yang di dalem negeri. Bikin kesel aja!!" Dengus Nia menunjukkan raut tidak sukanya.

"Yailah Ni, kenapa harus kesel? Mungkin ini kesempatan biar kamu dan kakak kamu jadi makin deket."

"Kesempatan gimana deh Nath. Dari kecil serumah ama dia aja gak pernah bisa deket, yang ada malah makin jauh. Buktinya dia malah pindah kan ke apartemen pas dulu masuk kuliah."

"Tapi itu kan karena jaraknya lebih deket ke kampus dia Ni, kamu sendiri yang bilang." Ujarku mengingatkan.

 "Hm, iyasih. Ah pokoknya, gue sama dia emang gak bisa deket deh." Ujar Nia sambil ngedumel. Tak lama kemudian hpnya pun berdering, tanda ia harus segera pulang, "Pasti ini emak gue nih, nanyain udah dimana. Arghhh, bikin bete aja. Udah ya Nath, gue balik duluan, bye." Setelah Nia pamit, aku pun mulai melangkahkan kakiku menuju halaman depan kampus, menunggu Rio yang tak lama lagi sampai.

*****

"Halo, ma, pa." Ujarku sambil menatap kedua batu nisan yang kini berada di hadapanku, batu yang bertuliskan nama kedua orang tua kami. "Hari ini Nath sama Rio dateng." Ujarku sambil tersenyum lirih.

"Gak kerasa, udah tiga tahun berlalu sejak kepergian kalian." Ujarku pelan, "Nath sama Rio kangen banget sama mama dan papa." Cetusku yang kemudian hanya dibalas senyuman oleh Rio.

"Tapi mama dan papa gausah khawatir di atas sana, karena aku dan Rio akan selalu saling ngejaga satu sama lain. Kami pasti akan bikin bangga kalian, ya kan Yo?"

"Iya." Balasnya sambil memegang bahuku pelan, membuatku tersenyum penuh arti.

Tak terasa waktu berlalu, matahari pun terlihat mulai terbenam. Akhirnya kami pun memutuskan untuk pulang usai menabur bunga, meninggalkan makam tersebut.


RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang