Chapter 9

472 28 10
                                    

"I really like you, Camelia. Gue pengen hubungan ini bukan hanya sekedar teman. I want you to be mine"

Harap-harap cemas gue nunggu jawaban dari Camel. Ia tidak menjawabku, sepertinya ia masih sangat syok dengan permintaanku.

Semenit. Dua menit. Lima menit. This silence is killing me! Apa yang ada dipikirannya? Kenapa dia berpikir lama sekali?

"Maaf Rio" hanya dua kata itu yang keluar dari mulutnya setelah beberapa menit. Hanya dengan mendengar dua kata itu, hatiku sepertinya hancur berkeping-keping. Gue ngak pernah ditolak seumur hidupku. I always get what i want.

"That's okey. I'll wait" jawabku dan tersenyum tulus. Gue ngak akan nyerah secepat itu Camel.

"Maaf" katanya lagi dan menunduk seperti ia ingin menutupi perasannya.

Gue mengangkat dagunya agar dapat melihat wajahnya lebih dekat dan berusaha mencari-cari alasan yang ia sembunyikan melalui tatapan matanya. Yang gue dapati bukanlah jawaban, melainkan rasa sakit yang sepertinya hanya ia pendam sendiri.

"It's okey Camel. Lagipula gue ngak akan nyerah secepat itu" kataku dan mencium keningnya lalu memeluknya lama. Gue merasakan badannya yang mungil dan rapuh dipelukanku. Apa yang disembunyikan oleh wanita ini? Mengapa sepertinya ia memendam sesuatu yang yang pahit?

***

Saya masih merasa bersalah dengan Rio. Saya belum dapat memberinya jawaban. Padahal Rio telah dengan tulus dan berani menyatakan perasaannya padaku. Setengah dari hatiku mengatakan 'Lelaki mana yang setelah ditolak malah memeluk dan menghibur kita? Seakan tidak terjadi apa-apa dan tetap menyayangi kita?'. Sementara setengahnya lagi mengingatkanku untuk tidak bermain api.

Saya memintanya untuk tidak mengantarku ke airport pagi ini, karena saya masih tidak enak dengan kejadian semalam. Untungnya hari ini ia ada meeting jadi ia tidak dapat mengantarku.

"Camelia?" kata suara dibelakangku.

"Pak Marcus?" kataku pada lelaki yang berdiri tepat dibelakangku ini. Segera saya menjabat tangannya dan menanyakan, "Sama siapa pak? Tujuan ke mana?"

"Panggil Marcus aja, ini lagi mau ke Bandung sendirian, ada seminar disana" kata Marcus padaku.

Marcus adalah salah satu clientku, ia selalu memesan kamar melaluiku setelah seminar yang ia adakan yang lalu semuanya berjalan lancar berkatku. Marcus adalah tamu pertama yang membuatku "dilihat" oleh Pak Angga.

"Oh, ngak ngadain seminar di Bali lagi?" tanyaku padanya.

"Sementara ini belum, hahaha, kalau ada rencana seminar lagi, akan kuhubungi. Kita jalan bareng aja yuk ke lounge, kebetulan kartu kreditku berlaku untuk dua orang" jawab Pak Marcus.

"Oke" kataku dan berjalan berdampingan dengannya sambil sesekali menanyakan kegiatannya.

***

Meeting bisa dipending. Gue harus ke airport untuk melihat Camel. Mungkin butuh seminggu lagi baru dapat ke Bali, soalnya minggu ini schedulenya sudah sangat padat.

Gue mengendarai mobil ini dengan kecepatan semaksimal mungkin, berharap semoga untaku belum masuk ke dalam. Menurut sopir yang tadi mengantarnya, mereka baru tiba. Seharusnya masih sempat.

Mataku menyapu semua orang yang ada di depanku. Gue mencari perempuan kecil dengan seragam kantornya. There she is!

Begitu gue ingin memanggilnya, ternyata ia sedang berbicara dengan seorang lelaki. Mereka tampak dekat dan hmph bahagia? Otakku tidak dapat berpikir, hatiku seperti diremuk oleh sebuah tangan besar.

Jadi dia alasan kenapa Camel tidak menjawabku kemarin dan hanya mengatakan maaf? Karena ia sudah memiliki kekasih? Kenapa ia tidak mengatakan kepadaku soal kekasihnya? Kenapa ia menggantungku dengan jawaban maafnya? Dan tololnya, gue dengan sukarela mau menunggunya.

Meant To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang