Kata orang Bintang itu salah satu ciptaan Tuhan paling indah. Dan kata orang, di atas langit sana banyak ciptaan Tuhan, namun hanya Bintang yang selalu setia menghiasi malam. Katanya Bintang itu selalu ada diwaktu Malam. Sedang Malam identik dengan Gelap. Ya.. Mungkin itu berlaku untuk Bintang yang jauh dilangit sana. Beda dengan Bintang yang menurutku hadir tak mengenal waktu dan cuaca. Dan yang satu ini aku akan mengatakan ia identik dengan terang. Kenapa? Karena dia mampu menerangi hati banyak orang, termasuk aku.
**
"Fahri.. Bangun woy. Molor aja ya kerjaan mu?"
Suara Mak Isah yang mirip toa Mushola sebrang, selalu bersenandung setiap pagi. Gendang telingaku rasanya sudah kebal dengan suaranya yang cempreng. Dengan mata yang masih dalam keadaan ngantuk, aku bangkit dari ranjang dan membuka pintu kamar.
"Ya Allah.. jam segini baru bangun? Kamu mau jadi apa ri?" Celoteh Mak Isah yang masih memakai handuk dikepalanya.
"Jadi orang lah Mak..!"
"Kamu itu ya, nyahut aja kalo orang tua nasihatin. Pantesan Bapakmu marah mulu. Udah cepet mandi sono. Mak denger Minimarket yang disimpang tiga itu, lagi buka lamaran. Buruan gih ngelamar? Siapa tahu rezeki.!"
"Aduh Mak. Kan Fahri udah berkali-kali ngelamar ditoko itu, dan selalu gagal karena tinggi Fahri gak ideal katanya!"
"Ya Nyoba aja lagi ri. Siapa tahu yang ini rezeki, Makanya olahraga. Jangan ngubek dikamar aja. Udah cepet mandi!"
Mak Isah berlalu dari hadapanku walau sesekali masih ngedumel. Memang itulah watak Mak Isah. Walau sikapnya begitu, aku tahu ia sangat menyayangiku dan memperdulikanku. Mak Isah memang bukan Ibu kandungku. Dia hadir dirumah ini tiga tahun yang lalu, Ya. Sejak Ibu pergi meninggalkan aku dan Bapak untuk bekerja ke Arab. Bapak memilih kawin lagi dengan menikahi Mak Isah, janda kampung sebelah yang sudah tujuh tahun lamanya menjanda. Suami Mak Isah hanyut terbawa Banjir bandang. Dua hari setelah hari naas itu, Jasadnya baru ditemukan. Mak Isah juga tak punya anak satupun. Dokter memvonis dirinya Mandul. Usianya sekarang kurang lebih sekitar empat puluhan. Awalnya aku heran kenapa Bapak mau menikahi Mak Isah, atau Mak Isah mau menikah dengan Bapak yang hanya Sopir Truk pabrik gula. Tapi aku yakin keduanya punya alasan sendiri hingga memutuskan untuk mengikatnya dalam ikatan suci.
**
Dengan sudah memakai celana hitam plus kemeja putih lengkap dengan sepatu vantophel, aku berangkat dengan naik angkot yang cuma menguras dua ribu rupiah dari dompetku. Jarak dari rumah ke simpang tiga memang tak terlalu jauh, sebenarnya bisa juga ditempuh dengan hanya jalan kaki, tapi jam segini itu Kota Cilegon sedang panas-panasnya. Jadi lebih cepat dan nyaman naik angkot. Setelah turun dari angkot aku berjalan kaki beberapa meter untuk sampai kedepan Minimarket yang konon sedang membuka lowongan pekerjaan tersebut. Luar biasa ramainya para pelamar pekerjaan. Miris juga melihat banyaknya para pengangguran di Kota baja ini. Sebelum Tes dimulai, aku menyempatkan ngobrol-ngobrol dengan mereka para pelamar lainya,. Diantara mereka rata-rata adalah penduduk asli Cilegon, dan kebanyakan dari mereka adalah anak kemarin sore, alias baru lulus tahun ini, sama sepertiku. Kurang lebih yang akan melamar hari ini bisa kuperkirakan jumlahnya hampir dua ratus orang. Itu baru yang aku lihat dan ada disini, aku yakin diluar sana masih banyak ratusan bahkan ribuan anak-anak seusiaku yang belum mendapatkan pekerjaan. Memang bisa dibilang keterlaluan, kenapa tidak? Kota Cilegon ini adalah Kota Baja, pusatnya pabrik-pabrik industri yang bergelut dibidang Baja. Belum lagi tempat karaoke yang mulai bejejeran dimana-mana. Namun sepertinya kami selaku tuan rumah hanya menjadi penonton, sedang mereka para pendatang yang menikmati semua fasilitas dikota kami. Miris...
**
GAGAL..!!
Dan lagi-lagi karena faktor TB alias tinggi badan. Aku heran dengan personalia, yang menyeleksi para pelamar. Ada beberapa orang yang tingginya sepantaran denganku tapi mereka lolos, dan ada juga yang tingginya melebihiku dan mereka gagal. Sedang untuk para wanita ada yang dandanan-nya menor lalu ia gagal ada pula yang dandanan-nya biasa-biasa saja tapi ia lolos. Ini mencari tenaga kerja apa mencari bintang iklan? Aku yakin selain faktor tinggi badan, penampilan fisik juga sepertinya sangat diutamakan. Nyadar diri sajalah, aku akui tampangku gak cakep-cakep banget. Tapi menurutku gak terlalu jelek-jelek banget juga.
"Gimana?" Kata Mak Isah setelah aku duduk dikursi makan. Mak Isah yang baru masak menu makan siang nampak sudah tak sabar mendengar jawabanku. Ya Tuhan sebetulnya aku tak tega Mak isah selalu mendengar kegagalanku.
"Fahri!!" Sekarang Mak Isah malah menggedor-gedor meja makan.
"Gagal lagi mak.. biasa karena tinggi badan lagi!"
"Ya Allah.. kenapa sih ri susah banget kayaknya kamu dapetin pekerjaan. Makanya sholat ri, Minta sama Allah agar didekatkan Rezekinya.!!"
"Kan kata emak Rezeki itu udah diatur sama Allah!"
"Ia, emang Rezeki itu udah diatur sama Allah, tapi kalo kamu menjauhinya dan gak pernah berdoa. Gimana Allah memberikan Rezeki buat kamu ri"
"Ia Mak. Nanti deh Fahri sholat dan berdoa sama Allah biar cepet dapet pekerjaan!!"
"Nanti? Sekarang udah mau Dzuhur. Mendingan kamu sekarang ambil wudhu terus sholat dulu!"
"Ia Mak ia.."
"Etss tunggu dulu.. Itu bawa apaan dikantong pelastik?"
Baru saja aku berdiri hendak masuk kedalam kamar, Mak isah ternyata memperhatikan kantong pelastik hitam yang aku bawa. Teledor betul aku ini, kenapa aku bisa lupa gak memasukan-nya kedalam ransel.
"Emmm.. Bukan apa-apa kok Mak?" Ucapku sambil menyembunyikan Kantong pelastik dibalik punggung.
"Kalo bukan apa-apa. Mak liat sini?"
"Ja.. Jangan.!"
"Ayok sini..."
Mak Isah berusaha mengambil kantong pelastik itu dari balik punggungku. Akhirnya lagi-lagi aku ketahuan karena membeli majalah. Mau tak mau aku kena ceramah Mak Isah kembali.
"Kamu ini ya. Fahri, tolong dengarin Mak. Kamu kan tahu keuangan kita ini lagi Minim. Bapakmu udah tiga hari gak pulang, Ngasih uang juga sekarang malah berkurang. Kamu malah ngebuang-buang duit buat beli majalah gak penting kayak gitu!"
"Yah tapi kan Cuma delapan belas ribu mak.!"
"Cuma? Cuma kata kamu Ri? Denger. Delapan belas ribu itu bisa beli beras dua liter. Tolong lah ri. Kamu kan sekarang bukan anak-anak lagi. Udah gede kamu ini, udah lulus SMA. Jangan buat pusing Mak..!"
"Ia Mak. Fahri janji. Ini terakhir kalinya Fahri beli majalah...!"
Aku berlalu dari hadapan Mak Isah. Aku tak berani memandang wajahnya, bukan karena takut melihat mimik muka Mak Isah yang sedang marah, tapi aku tak mau melihat kekecewaan yang tersirat dar wajahnya.
Memang. Aku ini hobi sekali membeli Majalah. Tapi bukan sekedar Majalah yang aku beli. Aku hanya akan membeli Majalah yang memuat berita tentang KEVIN ALFATAH. Atau di cover Majalah-nya terdapat foto Kevin, sudah pasti aku beli. Selain majalah aku selalu menyempatkan untuk membeli Dvd film-film-nya. Kalau ada uang lebih aku lari kebioskop untuk menonton film-nya yang baru. Aku memang fans berat Kevin Alfatah. Artis muda yang sekarang sedang lagi naik daun. Dalam satu tahun terakhir ini saja ia sudah membintangi dua belas film baru dan enam judul sinetron. Entah kenapa diantara ribuan artis yang menghiasi layar kaca, mata dan hatiku malah kecantol dengan sosok Kevin Alfatah. Bagiku dia bukan sekedar Bintang seleb saja. Dia lebih dari sekedar bintang. Dia adalah Bintang kehidupanku..
Next Part..
KAMU SEDANG MEMBACA
THE STARLOVE
RomanceIni kisah Fahri yang mengidolakan Artis muda bernama Kevin Alfatah. Memang apapun itu jika menyangkut-pahut dengan Kevin, pasti Fahri sangat berantusias. Sayangnya selama ini Fahri hanya menontoninya lewat layar kaca, kalau ada uang lebih barulah di...