Dia gagah, perkasa, ganteng, kekar dan berwajah cerah, dengan senyuman manis selalu menghiasi bibirnya, bahkan musuhpun harus mengakui bahwa dia memang seorang lelaki gagah, seorang lelaki yang tak akan kekurangan wanita.
Tapi ia selalu setia, baik terhadap istrinya, putra-putrinya maupun terhadap sahabatnya, belum pernah ia percikkan setitik nama jelekpun kepada mereka.Kesemuanya ini masih belum terhitung hal-hal yang patut dia banggakan.
Yang paling membanggakan dirinya sepanjang hidupnya kini adalah suatu perbuatannya pada dua tahun berselang.Dengan ilmu silat, kecerdasan serta kepandaiannya bergaul, ia berhasil membujuk tiga puluh sembilan jagoan kaum rimba hijau yang selalu beroperasi di sekitar daerah dua tepi sungai besar hingga wilayah Kwang-tong untuk melepaskan jalan sesat dan kembali ke jalan yang benar.
Bahkan ia berhasil pula mengorganisir mereka untuk membentuk sebuah piau-kiok (perusahaan ekspedisi) yang terbesar dalam dunia persilatan dewasa ini dan menerima pengawalan barang maupun jiwa para pedagang dengan biaya terendah.
Di bawah perlindungan panji perusahaan mereka yang berhuruf "Toa" belum pernah terjadi suatu kesalahan atau musibah yang menimpa barang kawalan mereka.
Hasil semacam ini boleh dibilang merupakan hasil karya terbesar yang belum pernah terjadi selama ini dalam dunia persilatan, karena hasil tersebut hanya bisa diperoleh dengan semangat yang membaja dan cucuran air keringat serta darah.
Kini, Suma Cau-kun baru berusia tiga puluh enam tahun, tapi lambat laun ia sudah berubah menjadi perlambang bagi umat persilatan, lambang seorang pendekar yang tak pernah terkalahkan.
Hanya dia pribadi dan Cho Tang-lay yang mengerti, dengan cara apakah kedudukan tersebut berhasil mereka ciptakan.
—–
Ketika secawan arak habis diteguk, Cho Tang-lay telah merenungkan sekali lagi semua rencananya yang matang tentang upacara besar yang akan berlangsung malam nanti.
Arak ini diteguknya amat lambat, tapi jalan pemikirannya berputar dengan cepat.
Hari ini adalah hari pertama Suma Cau-kun membuka pintu menerima murid, ditinjau dari segi manapun peristiwa tersebut boleh dibilang merupakan suatu peristiwa besar yang amat menggemparkan dunia persilatan.
Yang paling mengejutkan adalah murid yang akan diterima Suma Cau-kun kali ini ternyata orang itu bukan lain adalah Nyo Kian yang belum sebulan berselang mengkhianati Hiong-say-tong di Tong-ciu.
Hiong-say-tong merupakan satu-satunya organisasi di antara empat puluh aliran di utara yang tidak bergabung dengan Suma Cau-kun, tapi justru merupakan organisasi dengan pengaruh yang terbesar dan kemampuan yang terhebat.
Sebetulnya Nyo Kian termasuk salah satu di antara empat panglima utama yang paling di sayang oleh Cu tongcu dari Hiong-say-tong.
Siapapun tak pernah menyangka kalau Nyo Kian bakal mengkhianati Hiong-say-tong, tapi setiap orang tahu, keesokan harinya sepeninggal Nyo Kian, pihak Hiong-say-tong yang dipimpin ketuanya Cu Bong telah menyebar Bu-lim-tiap (Surat undangan persilatan) sambil menyatakan sikap:
'Barang siapa berani menampung Nyo Kian, entah dia perguruan atau partai manapun, maka ia akan dianggap sebagai musuh besar Hiong-say-tong, serta akan menerima pembalasan yang paling keji dari pihak Hiong-say-tong'
Sekarang bukan saja Suma Cau-kun telah menampung Nyo Kian, bahkan secara terang-terangan menerimanya sebagai murid kepala.
—–
Pihak Hiong-say-tong memang tidak menggabungkan diri ke dalam kelompok biro ekspedisi yang dipimpin Suma Cau-kun, akan tetapi mereka pun tak pernah bermusuhan secara langsung atau mengganggu barang kawalan mereka.
Si singa jantan Cu Bong termasuk seorang manusia yang licik berakal bulus, keji, tak berperasaan dan sukar dihadapi, lagi pula yang diucapkan selalu dilaksanakan.
Bila ia pernah berkata akan menghadapi seseorang dengan cara apapun, maka siasat busuk atau perangkap keji yang berbentuk apapun dapat dipergunakan olehnya.
Untuk mencapai tujuannya itu, biar dia mesti menukarnya dengan tiga ribu delapan ratus butir kepala anggota Hiong-say-tong pun ia tak segan-segan untuk melakukannya.
Perempuan yang paling disayang dan paling dihormati sepanjang hidupnya bersama adalah Hoa Wu.
Hoa Wu selain cantik, tariannya pun sangat indah.
Ti Kim-ling, seorang tokoh silat yang mengerti menikmati perempuan di dunia saat itu tak mampu berkata sepatah katapun setelah menyaksikan tarian dari Hoa Wu, jauh sebelum dia tewas di ujung senjata kaitan Li-piat-koan.
Ketika orang lain bertanya bagaimana perasaannya, lewat lama...... lama kemudian ia baru menghela napas seraya menjawab: "Aku tak bisa memberi komentar apa-apa, belum pernah kuduga kalau dari tubuh manusia biasa bisa kujumpai sepasang kaki yang begitu indah, aku sendiripun belum pernah melihatnya."
—–
Setiap umat persilatan yakin dan percaya dalam keadaan dan situasi seperti apapun, Cu Bong tak akan melepaskan Nyo Kian dengan begitu saja.
Walaupun untuk sementara ini ia belum berani mengusik Suma Cau-kun, tapi yang pasti Nyo Kian pasti akan berusaha dilenyapkannya lebih dulu.
Namun berbeda sekali dengan jalan pemikiran Cho Tang-lay.
Ia percaya dan yakin, dalam keadaan dan situasi apapun, kali ini jangan harap Cu Bong bisa mengusik Nyo Kian barang seujung rambutpun.
Ia yakin akan hal ini.
—–
Upacara kebesaran yang diselenggarakan kali ini terbuka untuk umum, setiap orang yang menerima surat undangan dipersilahkan langsung masuk ke ruang dalam serta menjadi tamu agungnya Suma Cau-kun.
Sebaliknya bagi mereka yang tidak menerima surat undangan, merekapun boleh memasuki halaman dan menonton keramaian dari luar ruang utama.
Di antara anggota-anggota Hiong-say-tong, banyak terdapat juga jago-jago tangguh yang sudah berpengalaman luas dalam berbagai pertempuran.
Pembunuh-pembunuh bayaran yang bisa membunuh orang di bawah pengawasan yang ketatpun tak sedikit jumlahnya. Orang-orang semacam ini bisa jadi akan berdatangan pula ke sana malam itu, membaurkan diri di antara orang banyak dan menunggu datangnya kesempatan baik untuk membunuh Nyoo Kian.
Dalam pelaksanaan upacara kebesaran tersebut tentu saja kesempatan semacam ini tak akan banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Tetesan Air Mata (Khu Lung)
General FictionSewaktu pedang ini keluar dari tempaan, telah terlihat hawa pembunuh yang ganas. Berkas cahaya buas berfirasat buruk. Tanpa terasa air matanya jatuh membasahi pedang, membentuk sebuah bekas tetesan air mata pada tubuh pedang itu. Pedang terkutuk yan...