Aku dan Kunang-Kunang Raksasa

1.1K 33 3
                                    

Sudah beberapa hari aku tidak tidur, baik siang maupun malam, hanya untuk memohon petunjuk atas sebuah permasalahan yang sedang aku hadapi. Masalah yang membuat resah baik hatiku juga hati para pengikutku. Malam ini malam ketujuh, di luar sunyi hanya ada hitam bayang pepohonan dan nyanyian burung malam.

Seekor kunang-kunang muncul begitu saja di dalam kamar, seolah keluar dari balik tembok. Ia menghampiriku, kemudian tanpa malu-malu hinggap di pucuk jari. Ia kemudian membawaku terbang tanpa tanya, keluar kamar. Ia membawaku ke dalam gelap malam. Tubuhnya kemudian meraksasa seperti dipompa. Aku beringsut naik keatas punggungnya. Entah, bagaimana ia melakukannya. Aku juga heran. Tapi tak banyak waktu yang diberikan padaku untuk bernalar. Aku dibawa ke suatu tempat dimana suara dan logika tidak berguna. Dimana masuk dan keluar adalah sebuah hal yang sama, tanpa pembenaran dan tanpa keberpihakan.

Ada seorang berpakaian putih, dengan cahaya putih menyilaukan keluar dari seluruh pori tubuhnya. Ia sama dan serupa denganku, tapi ia bukan aku. Segunung keresahan dibawa di pundaknya. Keresahan yang berasal dari hati para pengikutnya yang tertular dalam kedalaman matanya layaknya hama.

Mata yang juga bercerita tentang sebuah warna hitam yang sangat hitam, begitu kuat hingga tak tertembus oleh silau cahaya yang keluar dari tubuhnya. Oleh sebab itu berhari-hari ia korbankan lelap tidurnya, memohon petunjuk dalam sepi pada tempat yang tinggi.

Sepertinya permohonannya terkabul, ditemuinya jalan keluar itu sedang tergantung-gantung di udara. Dia cepat-cepat meraih dan menyimpannya diantara lipatan-lipatan dan dalam kepalanya. Ia datangi resah pengikutnya, dikisahkannya tentang sebuah kisah, lirih hampir tanpa suara. Mirip gumam mungkin juga erang. Namun aku temukan kekejaman di dalamnya.

Gumam ataupun erang yang begitu lantang terdengar bagiku. Mungkin karena tubuhnya begitu mirip denganku, namun dia bukan aku. Gumam, yang isinya menyengatku hingga mampu menggetarkan tubuhku dan menjatuhkan aku dari punggung kunang-kunang raksasa yang kutunggangi.

Tentang empat ekor kuda dan serat dari tubuh manusia. Ada nyeri yang berbalur ngeri dalam hati. Seolah tahu keadaanku, kunang-kunang raksasa membawaku menjauh dari tempat itu. Kini yang ada hanya hitam disekelilingku, membawa ingatanku pada sahabat lamaku, rahim ibu.

Kunang-kunang itu membawaku ke tempat lain, dimana hanya ruang dengan sebuah mata yang mengambang. Mata yang teduh dan indah. Pelupuk yang selalu tergenang. Mata yang seolah lama kukenal dan mengenalku. Keras aku perintahkan otak mengingat, tentang mata itu. Setelah agak lama aku mampu mengenalinya. Yah..itu mata ibu. Namun aku masih ragu.

Aku kemudian melongok ke dalam kedalaman mata untuk memastikannya, karena seingatku ada luka disana. Kutemukan lobang luka itu. Menganga besar dan dalam tidak seperti yang terpatri diingatan. Seekor ular keluar dari kedalamannya, melata dan pamer desis. Aku temukan hitam setan meringkuk di mata ular. Sekali lagi kunang-kunang raksasa membawaku menjauh. Hitam tanpa tepi.

Aku duduk dalam kamar, kunang-kunang kecil masih hinggap pada pucuk jari jari. Ringan tanpa beban, ia melenggang. Pergi dengan pendar pada ujung pantatnya.

bersambung...

Mata ( Dari Mata Dosa Bermula)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang