Desa di Tengah Hutan

2.2K 14 0
                                    

Hidup yang mulus hanyalah impian belaka. Hidup selalu mengandung ujian, yang mendewasakan kata segelintir orang. Hidup yang kualami pun demikian.

Suatu ketika para pengikutku mulai resah karena suatu masalah. Ada sesuatu yang berwarna hitam dibalik hutan. Dalam pandangan mereka. Sebuah desa yang seolah tidak tersentuh oleh cahaya. Sebuah desa dimana warna hitamnya dengan cepat menyebar, begitu pendukungku mengartikannya.

Mataku juga menangkap hal yang sama. Ada warna hitam seperti lobang di tengah hutan sana. Mirip taburan meses diatas sebuah donat yang ditaruh pada sebuah piring poserlen putih. Warna putih begitu terlihat jelas dari luar namun tidak bisa menjamah lobang hitam ditengah-tengah kue. Black hole yang begitu dalam. Pengikutku melaporkan bahwa lobang itu kian membesar. Gara-gara sebuah donat diatas piring, pengikutku resah.

***

Dari kisah mereka pula kutahu sejarah asal mula desa ditengah hutan itu. Kisah sebuah desa yang mulai berdiri telah dikutuk. Desa yang didirikan oleh seorang perempuan yang terusir, akibat mengandung aib ditubuhnya. Aib yang begitu memalukan bagi warga desanya. Aib yang diyakini bakal mencemari dan menulari perempuan-perempuan lain di desa itu.

Di tengah hutan perempuan beraib itu melanjutkan hidup dan membiak. Membiakkan nista dan sengsara. Membiakkan kutukan bahwa ditempat itu umur lelaki tidak pernah lama.. Ia terus berbiak tanpa henti, membiakkan kesumatnya.

Setan kemudian berdiri dibelakangnya. Mendukung dan menyemangati bahkan menjadi gurunya. Perempuan itu mati moksa, dengan hati penuh tanya. Anak turunnya yang melanjutkan panjang tali kutukan. Hidup di desa yang berdiri lim,bung di tengah hutan.

Desa itu benar-benar miskin. Hanya ada gubuk-gubuk reot nan lapuk. Desa yang hanya berisi janda-janda dan anak-anak perempuan yang dekil juga kumal. Saking melaratnya mereka hanya mampu memakan tanah yang dibakar dan dedaunan hutan sebagai makanan.

Bertahun-tahun mereka hidup seperti itu. Tidak ada satupun warga desa di luar hutan yang berani masuk karena dihantui kutuk. Mereka takut tertular kesengsaraan dan kenistaan yang tebal mengambang. Mereka mencoba melupakannya, menutup rapat-rapat mata dan telinga hatinya. Mereka anggap semua itu karma, buah manis dosa.

Namun semuanya bewrubah ketika seorang perempuan—yang entah dari mana asal dan datangnya—hadir disana. Warga desa di pinggir hutan hanya ingat bahwa ia datang dengan harum bunga kenanga, tanpa ingat rupa. Perempuan inilah yang mengajari para penduduk desa d itengah hutan itu cara menjadi ulat yang rakus melahap ranum dedaunan dalah hutan. Mengajarkan memintal serat-serat hutan menjadi benang dan membuat kokon, pakaian kepompong bertapa. Ia juga yang memberikan ilmu membatik kesumat raga pada sayap kupu-kupu yang akan muncul di kebutaan pagi.

Akhirnya desa di tengah hutan itu penuh dengan kupu-kupu. Sayap mereka indah tersulam warna semesta. Setiap pagi kupu-kupu itu terbang bersama membentuk selendang warna semesta menghiasi langit ditingkahi pajar baskara pagi. Kata orang bahkan jauh lebih indah daripada bianglala. Membius mata selendang kupu-kupu itu turun ke kota.

Sejak itulah desa di tengah hutan itu tidak lagi mati ditusuk sepi. Hampir setiap saat orang kota berbondong-bondong kesana. Mereka datang untuk melihat kupu-kupu yang jenisnya jarang ditemukan di kota. Kupu-kupu yang kata mereka sangat indah tidak tertandingi keindahannya dari kupu-kupu di tempat manapun.

Jalan yang semula mati menjadi riuh kendaraan, tiada peduli siang atau malam. Jalan baru juga dibangun tanpa mengusikl tidur lelap hutan, tanpa mengusik tubuh ranum hutan. Gelombang yang semula kecil menjadi semakin besar. Bahkan orang-orang dari tempat lain juga berkunjung demi melihat keelokan sayap kupu-kupu di kala musim liburan.  Terlihat warna hitam semakin pekat mengambangf diatas hutan. Sehitam jelaga. Menarik minat setiap orang untuk menjelajah dan dengan bahagia tersesat di dalamnya.

bersambung...

Mata ( Dari Mata Dosa Bermula)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang