4

112 6 1
                                    

Hari Sabtu ini sekolah ku libur karena mempersiapkan untuk liburan sekolah besok. Matahari begitu cerah hari ini dan seharusnya aku tambah bersemangat untuk menyambut libur sekolah esok hari. Tapi, hatiku menolaknya. Aku gelisah, aku benci dengan diriku sendiri. Sebentar lagi, Amel akan menjemputku untuk berangkat ke taman belakang sekolah untuk bertemu Gino. Aku benci diriku! Kenapa aku tak bisa berkata jujur bahwa Gino itu mantan pacar ku dan aku masih sayang padanya. Kenapa aku membiarkan Amel dan Gino semakin dekat dan sebentar lagi Amel akan menggantikan ku sebagai kekasih Gino. Tuhan! Aku tak mau ini semua terjadi.

"Ninda, ayo berangkat udah telat nih." teriak Amel dari pintu depan.

Aku masih terdiam di kamar.Kaki ku tak mau melangkah lebih jauh lagi, hatiku gelisah. Aku tak mau pergi. Aku tak sudi melihat Gino bersama Amel.

"Nin, lama banget sih di kamar. Ayo!" Amel membuka pintu kamarku.

Aku hanya terdiam duduk di ujung tempat tidur.

"Kamu kenapa Nin? Kamu sakit? Kok diem aja." tanya Amel sambil duduk di sebelahku.

"Enggak. Aku gak papa ayo berangkat." aku berdiri dari tempat tidur dengan berusaha menyembunyikan lagi semua kebenaran ini.

"Yaudah ayo. Udah telat"

Sesampainya di taman belakang sekolah. Otak ku seketika terisi penuh dengan memori lama ketika aku selalu bersama Gino saat jam istirahat. Saat Gino memberiku boneka kelinci. Ketika Gino duduk berdua denganku di kursi pojok taman. Ketika Gino selalu menyanyikan lagu untuk ku dengan suaranya yang begitu merdu. Ketika Gino selalu menatap ku dengan tatapan indah. Ketika aku dan Gino masih bersama.

"Hai Gin. Maaf ya aku terlambat. Tadi Ninda agak gak enak badan kayaknya." sapa Amel kepada Gino.

"Iya gak papa kok. Mel, ikut aku yuk." sambil menarik tangan Amel.

Gino sama sekali tak memperdulikan ku. Aku hanya terlihat seperti pembantu yang sedang menemani majikanya. Aku terdiam, berdiri melihat Gino dan Amel duduk bersama di kursi pojok taman.

Telingaku ini sungguh peka jika Gino yang bersuara. Aku mendengar semua pembicaraan mereka.

"Mel, aku kan janji mau mengungkapkan semua perasaan ku ke kamu. Sekarang aku langsung aja ya. Aku mau to the point sama kamu. Sejak pertama kita kenal aku sudah tertarik sama kamu. Kamu baik,pintar, dan kamu cantik. Aku pikir kita sudah cukup mengerti satu sama lain. Mel, aku mau kamu jadi pacarku. Aku sayang sama kamu Mel." kata Gino sambil memegang tangan Amel

"Gino, sejak pertama aku lihat kamu, aku juga tertarik denganmu. Kamu anak yang pintar, baik, kamu romantis lagi. Waktu kamu kasih bunga dan coklat ke aku, aku senang banget. Sejak saat itu aku sudah yakin sama kamu. Gino, aku juga sayang sama kamu. Aku mau jadi pacar kamu."

Hatiku sakit, tubuhku rasanya ingin terjatuh. Sekarang aku tak peduli apakah aku akan terjatuh atau menangis di hadapan mereka terlebih lagi di hadapan Gino. Aku sudah tak bisa memenjarakan air mata ku lagi sekarang. Mulutku sudah tak mau menyimpan semua kebenaran ini dalam diam. Aku akan jujur. Aku tak kuat melihat ini semua!

--------

"Cukup!"

"Hentikan!"

"Kalian semua tak mengerti perasaanku!"

"Terlebih kamu Gino. Aku benci kamu! Kamu yang ke kanak-kanakan, kamu yang selalu menyakiti hati ku, kamu yang membuat ku selalu mengalah, kamu yang tak pernah mengerti perasaanku sama sekali. Kalau dulu kamu tak bersikap seperti itu, aku tak akan sedikitpun meninggalkan mu apalagi sampai aku memutuskanmu. Itu bukan kemauanku Gino!"

"Kamu tak tahu betapa sakitnya saat aku mutuskanmu dulu, sakit Gino sakit! Ditambah lagi kamu menganggap ku seperti orang asing setelah kita putus. Kamu sama sekali tak pernah menyapa ku sekedar menatap saja tak pernah! Kamu menjadikan ku musuh bagimu! Kamu tak tahu rasanya jadi aku!"

"Sekarang, tega-teganya kamu membiarkanku melihat mu bersama Amel, kakak sepupuku sendiri berduaan seperti ini. Sakit Gino!"

"Gino. Aku masih sayang sama kamu. Tolong jangan sakiti hatiku lebih dalam lagi."

Air mataku terurai bersama semua kebenaran itu. Kaki ku mengajak ku untuk pergi dari tempat ini. Aku lari meninggalkan mereka berdua. Aku tak tahu apa yang ku katakan tadi. Tapi yang aku tahu, hatiku sekarang merasa sedikit lega.

I Won't Stop It, Amore Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang