Part ini spesial buat dyahanitaprasetyo yang req cerita cinta pada pandangan pertama
----------Kamera, ponsel, dompet, charger, sudah lengkap di dalam tas. Kulirik cermin di sampingku, tampilanku sempurna. Senyumku mengembang lalu sesekali bersenandung kecil menuju garasi. Aku siap memotret dengan jantung yang berdebar. Semoga bisa bertemu dengan gadis itu lagi.
Sudah beberapa kali aku datang ke sebuah kedai kopi di belakang Amplaz, aku melihat seorang cewek yang sering meminum kopi sendirian. Aku tahu dia memesan kopi karena terkadang aku mendengar pesanan yang dia sebutkan, cappucino ice. Tapi aku tak punya keberanian menyapanya. Dia terlihat memasang wajah datar setiap mata kami bertemu, ekspresi tak tertarik. Membuatku tak memiliki keberanian lebih untuk sekadar menyapanya. Cukup mengamatinya dari jauh dan diam-diam mencuri fotonya.
Sedikit kecewa saat aku masuk ke dalam Kedai tak mendapati cewek berambut sebahu itu. Hingga pesananku datang, dia masih tak nampak. Meja yang sering dia duduki masih kosong. Sepertinya malam ini dia tak akan datang.
"Selamat datang, Kak."
Jantungku seketika berdetak lebih cepat melihat cewek itu di depan pintu, berjalan menuju singgasananya. Meja pojok di sebelah kanan pintu. Berbanding terbalik denganku yang duduk di sebelah kiri pintu.
Sudah kucoba untuk fokus memotret kopi di depanku tapi mata ini menginginkan membidik cewek itu untuk jadi objeknya. Manis dan membuatku ingin terus memandanginya.
"Woi, biasa aja ngelihatnya."
"Hei, Bos. Ini juga biasa aja, kok."
"Kenapa nggak disamperin aja? Daripada nyuri-nyuri pandang doang," kata pemilik kedai.
"Nggak lah, nanti malah dikira orang iseng."
"Cemen. Atlet tekwondo, mahasiswa UGM, tampang macam artis tapi kenalan sama cewek aja nggak berani."
"Biarlah dikata cemen, Bos. Nanti saja, ada waktunya."
"Ya udah, aku tinggal."
"Sip Bos."
Rasanya tak rela saat tahu cewek itu bangkit dan sepertinya buru-buru pergi. Aku ingin melihatnya lebih lama. Tapi siapa aku? Tak mungkin aku menghalanginya untuk pergi.
Kukemasi peralatanku, lebih baik aku pulang saja. Lagipula tujuanku datang ke sini malam ini adalah dia. Lebih baik pulang lalu memindah hasil jepretan ke komputer.
Dengan motor maticku, kulewati jalan Solo lalu memutar ke arah Condong Catur di mana aku tinggal. Jalan yang cukup padat setiap malamnya. Tapi aku menikmatinya, karena suasana ini meramaikan hatiku. Terdengar menye-menye tapi cowok pun memiliki sisi sensitif di saat-saat tertentu. Sepertiku saat ini yang kecewa tak bisa melihat cewek itu lebih lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kopi, dan Kamera
Short StorySudah terbit Aku, Latte. Cewek 20 tahun yang tak suka mencari rindu. Karena tanpa rindu aku tetap mencintaimu. Aku, Reon. Cowok 21 tahun yang mencari rindu. Karena ingin merasakan dinginnya malam agar cintaku tak pudar bersama waktu yang berputar. ...