Latte [4]

10.9K 1.2K 66
                                    

Cuaca di kampus siang ini sungguh panas. Segelas es teh melegakan tenggorokanku yang kering. Hari pertama kuliah sudah dimulai. Untung saja aku hanya ada kuliah pagi. Jadi bisa pulang lalu bobo siang cantik sampai sore.

Senyumku mengembang saat membaca pesan dari Genta yang menanyakan kegiatanku setelah pulang kuliah. Saat ini aku dekat dengan cowok baru, dia Genta. Cowok yang sering aku lihat di Keday Juyo. Dia cakep, itu penilaianku pertama kali bertemu. Serius dia lebih cakep dari yang kulihat selama ini dari jauh. Tinggi, bahkan aku hanya sepundaknya. Aku sering mencuri pandang saat kami pergi berdua untuk makan atau sekadar ngopi.

Soal sikapnya, dia baik selama ini. Tapi aku belum mengenalnya lebih jauh karena kami baru mengenal selama dua mingguan. Pergi keluar bersama baru tiga kali. Dia sibuk beberapa hari ini karena mengikuti jobfair di kampusnya.

"Latte, cerita nggak? Minggu siang kemarin ke mana?" todong Rhane yang tiba-tiba duduk di sampingku dan menyeruput es tehku.

"Pergi."

"Iya tahu, tapi ke mana?"

"Penting?"

"Ok itu nggak penting. Tapi sama siapa?"

"Rahasia."

"Gila. Kamu tahu nggak Reon sakit udah tiga hari."

"Nggak ada urusannya sama aku," jawabku lalu mengembuskan napas berat. Kenapa harus menyebut dia lagi? Bahkan aku sudah berusaha sekuat hati mengabaikan semua pesan darinya.

"Reon  kangen sama kamu."

"Dia yang menginginkan. Dia yang mau ngerasain rindu, ya udah kan?"

"Kamu nggak kasihan sama dia?"

"Cinta sama kasihan beda, Rhane. Dia nggak butuh dikasihani, aku kenal Reon.

"Temui dia, Latte. Aku tahu kamu masih sayang dia."

"Aku nggak mau."

"Kenapa? Karena cowok baru itu?"

"Namanya Genta."

"Iya, jadi karena Genta?"

"Bukan."

"Terus kenapa?"

Kuhembuskan napas berat sebelum menatap ke arah Rhane. Dia tak tahu gimana perasaanku. Ini bukan tentang cowok baru tapi tentang perasaanku.

"Rhane, denger ya. Reonlah yang menginginkan rindu. Reon juga yang meminta putus. Tapi kenapa sekarang aku yang disalahin kalau Reon rindu? Saat Reon meminta putus, aku juga yang disalahkan. Katanya aku posesif, aku nggak memberinya ruang sendiri. Sekarang aku harus gimana?" Aku mengatakan semua perasaanku begitu saja tanpa jeda. Tapi tak ada air mata, rasanya hanya dadaku yang sesak. Kuminum es tehku hingga tandas. Argh.... Aku tak ingin jadi cewek posesif lagi.

"Maaf. Tapi apa kamu udah nggak sayang lagi sama Reon?"

"Aku nggak tahu, aku hanya mengikuti kemauannya dan aku sendiri ingin belajar untuk tak peduli pada apapun secara berlebihan."

"Kamu nggak mau nemuin dia?"

"Nggak tahu. Aku nggak mau kembali jadi ketergantungan dengannya. Aku ingin menggantungkan diriku pada orang yang tak akan bosan dengan kehadiranku. Sorry ya, Rhan. Aku balik duluan."

Aku, Kopi, dan KameraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang