.2.

7.2K 831 29
                                    

Author pov.

"Ya!! Ahn Yoora!"

Yoora mendengus kesal ketika mendapati orang yang meneriakinya. Ya. Jung Hoseok. Sahabat sekaligus dokter junior yang baru saja diterima di Seoul Hospital beberapa bulan yang lalu.

"Mwo?! Ya! Kau itu masih dokter junior yang diterima beberapa bulan lalu!! Seenaknya saja memasuki ruanganku!! Ingat!! Di sini sekarang aku senior mu Jung Hoseok!! Se-ni-or!"

Yoora menekankan kata terakhirnya pada hoseok sembari tersenyum. Ya, senyuman yang lebih tepatnya di sebut seringaian. Yoora merasa bangga berada setingkat di atas sahabatnya.

"Cih!! Kau hanya lulus lebih dulu dariku!! Jangan sombong!! Lihatlah, sebentar lagi gelar dokter idola kebanggaanmu itu akan kurebut !"

Sama seperti Yoora, Hoseok juga mengeluarkan smirk andalanya sambil berjalan mendekat ke arah meja Yoora. Kemudian duduk di kursi yang menghadap ke arah sahabatnya itu.

"Lagi pula, salah sendiri melamun di saat bekerja! Ahn Seonsaengnim! Kau melamunkan apa sih, eoh ?!?"

Yoora mengubah wajah nya menjadi serius.

"Kau sendiri bahkan tau apa yang membuatku melamun" Yoora mengalihkan pandangannya ke arah lain. Takut jika Hoseok melihatnya sedih.

Namun, semua sudah terlambat. Hoseok terlalu mengetahui siapa sahabatnya itu. Ia tahu apa yang gadis ini pikirkan. Ia dapat melihat kesedihan dan kelelahan yang selalu ditutupi lewat senyum gadis itu. Senyum, yang hanya Hoseok seorang yang tau maksud dari senyuman manis milik Yoora.

"Berhentilah memikirkannya. Kau sudah terlalu lama membasahi luka itu dengan air mata, Yoora~ya. Kau tau kan, jika luka itu terus kau basahi dengan air mata, dia tidak akan pernah kering. Biarkan luka itu mengering seiring berjalannya waktu, walaupun bekasnya tidak akan pernah hilang."

Yoora terisak. Gadis itu menangis, air mata yang sedari tadi ia tahan, sudah tidak bisa lagi diajak kompromi. Hoseok benar. Untuk apa ia seperti ini. Ia harus menjadi wanita yang kuat. Tapi, nalurinya sebagai seorang wanita berkata lain. Ia hanyalah seorang wanita yang memiliki hati selembut salju. Salju yang akan hancur berkeping - keping jika tidak bisa dijaga dengan baik. Dan jika sudah hancur, kepingan itu sangat sulit untuk disatukan kembali.

.
.
.
.
.









****

"Duduklah, Yoon !"

Kini Yoongi sudah berada di ruang makan bersama kedua orang tuanya. Setelah mengeluarkan sesak di dadanya, Yoongi akhirnya mau di ajak untuk makan, meskipun perlu sedikit usaha bagi Nyonya Min.







Suasana makan di keluarga Min selalu seperti ini. Sepi. Tapi, entahlah, kini semua terasa sedikit berbeda. Tuan Min sedari tadi, hanya menatap putra tunggalnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Terkadang terlihat tatapan kesedihan,kecewa,senang,dan juga marah.

Yang ditatap pun hanya asyik mengaduk-aduk makanannya tanpa berniat memakannya sedikitpun. Tangannya terlalu lemah untuk mengangkat sendok. Sebenarnya, Yoongi tau jika sang ayah kini
tengah menatapnya lamat. Tapi, tetap saja Yoongi seperti tidak peduli dengan tatapan ayahnya, ia sudah tidak punya tenaga lagi hanya sekedar untuk mengangkat kepalanya yang kini terasa berat.

"Ehm!!"

Tuan Min memecah keheningan di ruangan itu. Nyonya Min hanya dapat menunggu dan menyaksikan apa yang terjadi saat ini. Ia yakin jika suaminya akan berbicara serius dengan Yoongi.

"Kenapa kau tak makan makananmu? Apakah tidak enak ? Tapi setauku, rasanya biasa saja, tidak ada yang berubah."

"Ani"

FORELSKET|| MYG [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang