Me?

123 12 1
                                    

Chelsea sangat merasa tak nyaman semenjak datangnya kembali Bastian dalam kehidupannya. Ditambah lagi kenyataan jika ia dan Iqbaal belum juga berbaikan. Bukan karena Iqbaal yang cuek dan tak mau meminta maaf (walaupun memang ia tak membuat kesalahan apapun pada Chelsea), tapi Chelsea yang terlalu gengsi untuk memaafkan. Terkadang ia berharap Karel masih di sini, di sisinya.
"Chels. Mau sampai kapan gini terus? Gue capek tiap hari liat lo beraktivitas nggak jauh dari gue tapi gue nggak bisa sama lo."
Chelsea yang sedang membaca buku biologi di sofa ruang keluarga langsung menahan nafas. Harusnya tadi ia ikut Mbak Anat ke pasar.
"Gue sama lo udah sahabatan lama banget, Chelsea. Dan gue nggak akan pernah lupa janji gue. Akan ada di samping lo, jagain lo selagi gue mampu. Selalu ada disetiap tawa, tangis, dan galau lo. Jangan bikin gue ngelanggar janji dong. Kita baikan ya. Please. Gue bener-bener nggak bisa bertahan lebih lama lagi."
Chelsea masih terdiam. Matanya tak beralih sedikitpun dari buku bacaannya. Padahal, kata-kata Iqbaal sangat cukup membuatnya tak fokus membaca.
Iqbaal duduk di bagian kanan sofa Chelsea. "Lo nggak suka gue deket-deket sama Shirly kan, Chels? Itu sebabnya? Gue minta maaf. Gue janji bakal hapus kontak dia dan nggak akan ketemu lagi sama dia."
Chelsea menutup bukunya, kemudian memutar duduknya sembilan puluh derajat agar menghadap Iqbaal. "Gue nggak punya hak buat larang lo deket-deket sama siapapun, Baal. Jujur, gue nggak suka sama Shirly dan lo pasti sangat tau apa alasannya. Tapi gue nggak punya hak buat larang lo, Iqbaal. We're just bestfriend. Nggak lebih."
"Lo berhak. Larang gue sekarang. Gue bakal ikutin mau lo. Ayo, Chels larang gue." Kata Iqbaal sambil menggoncangkan bahu Chelsea
Chelsea menatap Iqbaal. Cowok terbaik yang pernah Chelsea kenal setelah Ayahnya. "Gue nggak suka lo deket-deket sama Shirly. Mulai saat ini, lo jauhin dia." Katanya sambil menangis pelan.
Iqbaal menarik Chelsea ke dalam dekapannya. Memberikan kehangatan untuk hati Chelsea yang selama ini membeku. Ditepuknya punggung Chelsea yang sudah mulai sesenggukan. "Gue janji nggak akan deket-deket Shirly lagi. Lo tenang, Chels. Lo nggak akan kehilangan gue karena gue nggak mau kehilangan lo."
Chelsea memegang dadanya. Jantungnya berdebar sangat kencang. Ada rasa yang begitu aneh di sana. Chelsea tak tahu sudah berapa ratus kali Iqbaal memeluknya seperti ini. Tapi baru kali ini ia merasakan sesuatu yang berbeda. Membuatnya teringat kembali akan kata-kata Caitlin tempo hari. Apa benar ia menyukai sahabatnya sendiri?
Iqbaal melepas pelukannya kemudian menyeka air mata yang mengalir di pipi Chelsea sambil tersenyum manis. "Udah dong, jangan nangis. By the way, selama lo ngambek sama gue apa aja yang udah Bastian lakuin?"
Chelsea tertawa kecil. "Gitu deh. Dia gangguin gue kapanpun dan dimanapun. Gue malah sempet berfikir buat ganti nomor hp dan tutup semua sosial media yang gue punya. Tapi kayaknya terlalu lebay."
"Gue inget dulu lo pernah bilang kalau kita harus menghadapi masalah. Bukan menghindarinya." Lanjutnya.
***
Karel menarik nafasnya panjang. Sudah lama tak menghirup udara kota ini. Ia membenarkan letak kacamata hitamnya sambil menarik koper dan berjalan menuju taksi yang akan ia tumpangi.
Ya, Karel pulang ke Indonesia. Sekolahnya libur cukup panjang dan Karel merasa tak tahan untuk tetap berada di rumahnya. Untuk apa hanya berdiam diri jika banyak yang bisa ia lakukan dengan dua sahabatnya di Indonesia?
Karel memasang earphonenya, memilih list lagu yang ia beri nama Elseaiq untuk menemani perjalanannya menuju rumah Chelsea. Elseaiq sendiri adalah kepanjangan dati Karel Chelsea dan Iqbaal. Di dalam list tersebut terdapat lagu-lagu kesukaan mereka bertiga. Mulai dari lagu pop dan r&b nya Karel, lagu jazz, klasik, dan galau kesukaan Chelsea, sampai lagu rock andalan Iqbaal. List inilah yang selalu mengobati kerinduan Karel pada dua sahabatnya.
Satu jam berlalu saat taksi yang Karel tumpangi berhenti di depan rumah Chelsea. Setelah membayar sesuai argo, Karel langsung mengambil kopernya di bagasi dan masuk ke rumah Chelsea dengan semangat.
Dan ternyata, Chelsea sedang mengobrol dengan Iqbaal di ruang keluarga. Bagus deh, jadi Karel tak mesti bekerja dua kali.
"CHELSEA! IQBAAL!" Teriak Karel dari pintu penghubung ruang tamu dan ruang keluarga.
Chelsea dan Iqbaal yang merasa namanya dipanggil langsung menengok ke sumber suara. Dan betapa terkejutnya mereka ketika melihat Karel berdiri dengan senyuman yang begitu lebar.
Chelsea menutup mulutnya saking kagetnya. Ia berjalan perlahan menuju Karel. "Ini beneran lo?" Tanyanya.
Karel tersenyum. Ia sengaja tak memberitahu dua sahabatnya jika ia akan berkunjung ke Indonesia. "Surprise!" Katanya.
"Ah gue nggak percaya. Masa ini Karel?" Tanya Chelsea masih dengan wajah kagetnya. Matanya menatap Karel dari ujung kaki ke ujung kepala dan sebaliknya.
"Ya terus menurut lo gue jin yang nyamar jadi Karel?" Tanya Karel sekenanya. Membuat Chelsea memamerkan deretan gigi rapinya.
Iqbaal menghampiri Karel dan meninju lengannya pelan. "Kok nggak bilang sih mau balik? Kan bisa gue jemput."
"Kan udah gue bilang surprise."
"Ya udah duduk gih sana. Gue bikinin minuman dingin buat lo. Pasti di jalan panas kan? By the way, lo udah makan?" Tanya Chelsea.
Karel tersenyum. "Duile, ditinggal lama pun perhatian Neng Chelsea nggak hilang ya buat Akang Karel. Belum makan nih, Neng. Laper. Kangen masakan Neng Chelsea."
"Apaan sih lo. Jijik tau nggak dengernya." Kata Chelsea ketus. Ia lalu berjalan menuju dapur. Memasak sesuatu untuk mereka karena jam makan siang sebentar lagi.
Sementara Iqbaal dan Karel tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Chelsea yang tak pernah berubah. Selalu tak suka dipanggil 'Neng'.
"Ngomong-ngomong lo bawa oleh-oleh nggak? Kalau nggak percuma aja lo balik." Tanya Iqbaal to the point.
Karel menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang keluarga Chelsea yang sangat nyaman. "Buset, gue baru dateng bukannya dipijitin malah nanyain oleh-oleh. Ambil sono di koper."
"Lo kata gue tukang pijit apa." Gerutu Iqbaal sambil berjalan menuju koper Karel dan mulai membukanya.
"Etdah, Rel. Ini cokelat banyak amat. Mau kasihin ke siapa? Sekalian aja lo masukin Brandenburg Gate ke dalem koper."
Karel tertawa kecil. "Buat lo. Kan makan lo banyak. Kali aja lo belum pernah makan cokelat merk ini."
"Gue juga pernah trip ke Jerman, Rel. Jangan anggap gue semenyedihkan itu. Lagian cokelat doang mah di warung Bu Imah juga banyak."
"IQBAAL!! KAREL!! Ke meja makan makanan udah jadi. Buruan!" Teriak Chelsea dari dapur. Iqbaal dan Karel yang mendengarnya langsung berlari menghampirinya.
"Wah, masak apa nih, Chels?" Tanya Karel.
Chelsea membuka celemeknya lalu duduk di kursi. "Udang asam manis sama sup jamur. Sorry ya, Rel. Welcoming lo nggak banget. Lagian lo nggak bilang. Stok makanan di rumah habis, Mbak Anat aja lagi ke pasar sekarang."
"Santai aja. Gue mah apa aja di makan. Ya kan, Baal?" Tanya Karel pada Iqbaal yang sedang mengambil air minum di dispenser yang terletak di pojok ruangan.
"Iye."
Chelsea tertawa kecil melihat tingkah dua sahabatnya. Melihat Karel di rumahnya saat ini bagaikan mimpi di tiap malamnya yang terwujud.
Chelsea baru saja menelan suapan pertama makan siangnya ketika bel rumahnya berbunyi dengan nyaring. Chelsea berjalan dengan malas ke arah pintu rumahnya. Ia paling tidak suka jika kegiatan makannya diganggu.
"Selamat siang, Chelsea!" Sapa Bastian ceria begitu Chelsea membuka pintu rumahnya.
Chelsea kaget dan menatap Bastian dengan tatapan benci. "Mau ngapain di sini? Pergi!"
Bastian tersenyum. Jadi Chelsea mengusirnya? "Loh, gue datang ke sini sebagai tamu bukannya lo hormati malah diusir?"
Chelsea menarik nafas. Melihat Bastian selalu membuatnya geram. "Lo pergi sekarang juga. Gue nggak butuh tamu macam lo!" Bentak Chelsea dengan suaranya yang mulai meninggi.
"Kenapa sih, Chels teriak-teriak?" Tanya Karel yang entah sejak kapan sudah ada di belakangnya.
Bastian tersenyum sinis. "Oh, lo larang gue bertamu karena ada Karel? Takut gue cemburu?"
Karel menatap Bastian dengan tatapan super benci. "Mau ngapain lo ke sini?!"
"Long time no see.. Karel."
"Lo pergi atau gue hajar." Kata Karel galak.
Bastian tertawa. "Lo tenang aja. Gue cuma mau nyapa Chelsea doang kok. Kebetulan lewat. Daaah, Chelsea. Sampai ketemu di sekolah." Katanya lalu melangkah pergi dari rumah Chelsea.
Setelah kepergian Bastian, Karel langsung menarik tangan Chelsea ke dalam rumahnya. Ia menatap Chelsea dengan tatapan dingin. Kali ini ia mengintrogasi Chelsea soal hubungannya dengan Bastian.
"Masih suka lo sama playboy itu?" Tanyanya ketus.
Chelsea yang sedaritadi menunduk langsung menggeleng keras. "Lo gila? Lo fikir gue nggak inget gimana dia selingkuh di depan mata gue?"
"Terus kenapa dia bisa ke sini?"
"Mana gue tau, Karel. Emang gue pengen apa dia ke sini?!"
Iqbaal yang sedang memainkan ponselnya angkat bicara. "Dia sekelas sama kita sekarang."
Karel melotot. "APA?! SEKELAS SAMA LO BERDUA?! KOK BISA?!"
Iqbaal melirik Karel kesal sambil menggosok-gosok telinganya. "Mana gue tau. Mau deketin Chelsea lagi kali dia." Katanya acuh.
***
"Gimana kalau truth or dare?" Tanya Iqbaal. Sekarang Chelsea, Iqbaal, dan Karel sedang berkumpul di kamar Iqbaal.
Chelsea menggeleng. "Jangan truth or dare. Mendingan jujur-jujuran aja, nggak usah pake tantangan segala."
"Oke. Siapa yang mau nanya duluan?" Tanya Karel.
Chelsea tersenyum senang. "Ladies first berlaku nggak nih?"
Iqbaal dan Karel mengangguk.
"Menurut lo berdua, gue cantik ngga?"
Karel mendengus. "Kok pertanyaannya rese sih? Pede banget lagi lo nanya gitu."
"Ya udah gue ganti." Kata Chelsea.
Chelsea menarik nafas. Pertanyaan ini sudah lama ingin ia tanyakan pada kedua sahabatnya. Mungkin bukan hanya ia yang penasaran, tapi semua orang yang mengetahui dan menyaksikan persahabatan mereka. "Lo berdua lagi naksir seseorang nggak? Kalau ia, siapa?"
"Gue lagi." Kata Karel.
"Gue juga." Sahut Iqbaal.
Chelsea mengangguk-anggukan kepalanya. "Siapa?" Tanyanya.
"Lo duluan, Rel." Kata Iqbaal.
"Kagak mau. Barengan."
Chelsea mendengus. "Ribet banget jadi lo berdua. Oke gue itung ya. Satu.. Dua.. Tiga!"
"LO!"
"CHELSEA!"
Chelsea menelan ludahnya. Jadi?
"Lo berdua suka sama gue?" Tanyanya kaget. "Sejak kapan?" Lanjutnya.
"Beberapa bulan sebelum gue pindah." Kata Karel sambil menundukkan kepala.
Iqbaal menatap Chelsea dengan tatapan sedih. "Awal masuk SMP."
Chelsea menutup mulutnya tak percaya. Dua orang terdekatnya ternyata menaruh hati padanya. Dan apa pula yang dikatakan Iqbaal. Dia naksir Chelsea sejak awal masuk SMP?
"Tapi kan.. Kita.. Sahabat. Kenapa lo berdua naksir gue?" Tanya Chelsea yang matanya mulai berkaca-kaca.
"Sorry, Chels." Sesal Iqbaal.
Karel tersenyum pahit. "Yang lo harus tau, rasa suka itu datangnya tiba-tiba, Chels. Kapan aja, pada siapa aja. Lo nggak bisa nyalahin siapapun kalau ada seseorang yang punya rasa lebih buat lo. Sekalipun orang itu sahabat lo."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 15, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Forever?Where stories live. Discover now