Ricky's Life

3.7K 417 40
                                    


Hay... aku cuma mau ngasih tahu. Bagi yang ingin bergabung di group WA dan bergosip bersama. Silahkan tulis nomor WA kalian di kolom komentar beserta nama ya. Terimakasih ^^

------------------------------------------------------------------------------------------------

"Jadi... siapa yang ingin menjadi perwakilan cerdas cermat ini? Yang ikut serta hanya empat anak di masing-masing sekolah, dengan kandidat utama ketua OSIS sebagai perwakilan." Bu Marita masuk ke dalam kelasku. Semua siswa langsung menunduk takut-takut karena mereka tidak ingin ditunjuk.

Sementara aku? Tidak akan mungkin mengikuti lomba ini. Karena, aku adalah OSIS. Tugasku membantu berjalannya acara, tentu saja. Ada perwakilan masing-masing dari angkatan, mulai kelas satu, dua, sampai tiga. Dan... hanya kelas dualah yang sampai detik ini belum mendapatkan kandidat.

"Lilia kelas IPA 2 saja, Bu!" seru Bondan. Di sekolah ini memang baik anak IPA pun IPS dibagi ke dalam 3 kelas. Jadi, jumlah kelas satu angkatan ada 6, dan diletakkan di dalam satu gedung dua lantai di setiap angkatannya. Begitu pun seterusnya.

"Ibu sudah mendapatkan kandidat yang cocok untuk cerdas cermat ini." putus Bu Marita saat semua anak enggan mengajukan diri. Andai saja aku memiliki kesempatan, pasti dengan senang hati aku akan mengikutinya. Mengingat, jika cerdas—cermat ini akan memberikan nilai tambahan untuk beasiswaku tahun depan.

"Siapa, Bu?" seru anak-anak bersamaan.

Bu Marita melotot, semuanya langsung diam seketika. Memang... begitulah Bu Marita. Efek luar biasa itu pun tak hanya para murid saja yang merasakan. Akan tetapi para Guru pun pada segan dengan beliau.

"Ricky... kamu yang akan mewakili dari kelas 2."

"Saya? Apa Ibu tidak salah tunjuk? Saya anak badung, lho. Bukankah Ibu paling membenci saya?"

"Tunjukkan pada Ibu jika kamu bukan hanya bisa melindungi harga dirimu dengan tawuran. Tapi juga bisa melindungi harga diri Sekolahan dengan otakmu." Ricky mencibir. Tapi dia tak menjawab ucapan Bu Marita. Itu tandanya, dia menerima tanggung jawab itu, kan?

Kuiringkan wajahku, kutatap sosoknya yang sedang menatapku sambil menggaruk tengkuknya. Aku yakin dia sungkan. Karena tak terbiasa melakukan hal baik untuk Sekolahan.

"S-E-M-A-N-G-A-T!" ucapku tanpa suara. Dia tersenyum sangat lebar, sampai gigi ginsulnya terlihat nyata. Terlebih... lesung pipi itu.

"Rick! Lo kalau senyum ngalihin Dunia gue, deh!" seru Echa, mengedipkan matanya pada Ricky. Ricky kembali menutup mulutnya, kemudian memasang tampang kecut seperti biasa.

"Elo sih, Cha! Gue'kan belum motret dia!"

"Iya nih!"

Mereka tak menganggapku ada....

Aku menunduk sambil tersenyum kecut. Kenapa, mereka berkata seperti itu dengan begitu mudah? Padahal jelas-jelas aku—ceweknya Ricky ada di sini. Oh ya, aku lupa... aku memang tak dianggap ada oleh mereka.

"Nggak usah diladenin. Yang jelas Ricky milik elo, sah!" kata Lala, menyikut lenganku. Sah? Seperti kami ini pasangan suami—istri saja.

"Lam! Buruan! Kita udah ditunggu sama Mila dan Kak Aldi!" pekik Sekar. Aku sampai lupa. Kalau pagi ini tugasku dan Sekar untuk mengurus keperluan cerdas—cermat yang akan dimulai sebentar lagi. Jika kami tak segera ke sana, hukuman akan ada di depan mata.

UNFORGIVEN BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang