"Aku ingin segera menghilangkan lipstikmu itu dengan bibirku, Nilam."
Seketika, kututup mulutku dengan tangan. Kudorong tubuh Ricky untuk menjauh. Lama-lama, aku takut dengan ucapan Ricky seperti itu.
"Lo abis nonton film porno, ya? Kok otak lo jadi ngeres?!"
Wajah Ricky memerah, dia menjauhkan tubuhnya dariku. Bahkan, tangan yang sedari tadi menggamit pinggulku sudah hilang entah ke mana.
"Merusak suasana rupanya adalah hobimu," ketusnya. Aku diam, melihatnya melangkah sendirian. Tampaknya, dia marah.
Aku sama sekali tidak mengerti dengan makhluk yang namanya cowok. Apakah, mesum adalah kebutuhan rohani yang wajib terpenuhi? Mungkin, bagi cowok... sebagian besar hidupnya digunakan untuk memikirkan hal-hal mesum. Sementara sebagian kecil lainnya, barulah urusan lain. Setuju?
"Ayo, cepetan... kalau kamu jalannya lelet kayak siput. Aku tinggal, nih!"
"Eh... iya... iya!"
Kukejar Ricky, meski aku sedikit terpincang-pincang karena sandal ber—hak tinggi milik Lala. Akhirnya, aku bisa menyamai langkah Ricky juga. Saat kami berada di pintu masuk, banyak anak yang melihat.
Iya, mereka melihat ke arahku. Tapi, yang mereka lihat bukan aku. Tetapi, cowok yang ada di sampingku. Lihatlah, bahkan... bisik-bisik mereka tentang Ricky terdengar jelas di telingaku.
"Sekar, gue bantu, ya." tawarku. Saat menghampiri Sekar.
"Nggak usah, Lam... lo udah kerja keras dari kemarin. Sekarang, lo seneng-seneng aja, ama..." kata Sekar menggantung. Matanya tidak berkedip melihat Ricky. Terlebih, dengan penampilan rapi seperti ini. "Ricky." lanjutnya.
Aku yakin, mereka kuwalahan. Meski anggota OSIS baru pun terjun membantu. Tapi, staff yang dikirim para guru belum sepenuhnya datang. Tamu undangan pada acara ini bukan hanya sekolah sendiri saja. Akan tetapi, ketua yayasan dan donatur, serta siswa dari sekolah tetangga juga.
"Tapi—"
"Nilam... udah, lo masuk aja ke dalam, ih! Keburu Rickynya nggak betah terus kabur gimana?" bisik Sekar setelah menyeretku agak menjauh dari Ricky. Dia memang begitu, takut dengan Ricky. Tapi, mau bagaimana lagi. Sekar adalah salah satu anak yang dijadikan bahan lelucon di kelas. Termasuk gengnya Ricky.
"Tuh... lihat, tamunya banyak yang dateng, Nilam. Jadi please, ya... gue kasih tugas lo satu aja, dan itu penting. Lo harus tahan Ricky di sini sampai acara selesai. Cukup, hanya itu. Agar banyak yang datang pada acara ini. Oke?"
Dan, aku mulai mengerti. Betapa pentingnya peranku dalam acara prom malam ini. Aku seperti seorang penjahat. Yang ditugaskan untuk memastikan sandera tidak kabur.
"Heh, cupu! Udah ngajakin cewek gue ngerumpi?" ketus Ricky yang tiba-tiba berdiri di belakangku. Aku terjingkat, pun dengan Sekar.
"I... iya." jawab Sekar takut-takut. Dia menunduk, membenahi letak kaca matanya yang melorot.
"Dasar cupu." Ricky menarik tanganku. Masuk ke aula tengah sekolah. Sebab, di sanalah prom night diadakan.
Anak-anak sudah ramai berkumpul. Wajah mereka tampak terkejut saat melihat Ricky datang bersamaku. Ricky, yang kutahu pasti akan acuh dan seolah baik-baik saja karena terbiasa dengan tatapan mereka, berbeda denganku. Aku malu, aku sungkan. Terlebih... aku merasa tidak nyaman dengan dandananku.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNFORGIVEN BOY
Teen FictionBertemu dengannya adalah anugerah, karena dia menunjukkan ku sisi lain dunia yang tak pernah ku lihat. Mengenalnya adalah kebahagiaan, karena dia memberi ku warna lain dalam hidup yang tak pernah ku tahu.. Bersamanya adalah mimpi, karena dia membuat...