(4) Cassie - Perubahan

365 31 6
                                    


Aku mengerjap, kemudian beranjak duduk di tepi kasur. Apa barusan yang aku katakan?

Kasur?

Aku merenggangkan badanku, kemudian menatap sekitar. Ini kamarku. Sejak kapan aku ada di dalam kamar? Terakhir kali yang aku ingat, aku sedang berada di mobil bersama dengan dokter dingin itu. Apa aku ketiduran?

Memilih untuk memikirkannya nanti, aku turun dari kasur, cuci muka dan sikat gigi, kemudian berderap keluar dari kamar.

Hal pertama yang ku cari setelah keluar dari kamar adalah kak Andrew. Dimana kakakku?

Aku memutuskan untuk mencari kak Andrew di dapur, ruang tamu, kamar mandi, sampai ke ruang kerjanya, tapi hasilnya nihil. Kak Andrew tidak ada dimanapun.

"KAK.." Teriakku.

"Di depan,"

Aku langsung melangkah keluar dan melihat kak Andrew sedang menyirami mobilnya yang sudah disabuni dengan selang. Wait... ini hari apa?

"Kak.. ini hari apa?" Tanyaku.

"Hari sabtu, Cas."

"Kok tumben nyuci mobilnya hari ini?" Aku heran, karena biasanya kak Andrew selalu menyuci mobilnya setiap hari minggu. "Emangnya kakak gak kerja ya?"

"Kerja kok." Jawab kak Andrew. "Cuma hari ini kakak berangkatnya agak telat aja."

"Ohh..." gumamku, seraya mendekat ke mobil kak Andrew, mengambil lap kering, lalu mengeringkan bagian mobil kak Andrew yang sudah di bersih.

Tak butuh waktu lama dalam mengelap mobil kak Andrew, kemudian kami masuk ke dalam rumah. Aku mulai membuat roti bakar dan selai coklat untuk sarapan, tidak lupa juga menyiapkan kopi hitam untuk kak Andrew dan coklat panas untukku, sementara kak Andrew mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kerja.

Kak Andrew keluar dari kamarnya, saat aku baru memasukkan secuil roti ke dalam mulutku. Kak Andrew menarik kursi dan duduk disebelahku.

"Kak.." ujarku, saat kak Andrew baru saja menyesap kopi hitamnya, kemudian menoleh padaku.

"Ya?"

"Kok sepertinya dokter Niell yang kutemui semalam.. kaya punya penyakit kepribadian ganda juga?"

"Kepribadian ganda, gimana?"

"Iya gitu.." gumamku. Sebelum menjelaskan, aku menegakkan badanku, menarik nafas sebentar. "Masa tiba-tiba dia bisa senyum gitu waktu di depan orang banyak, tapi kalau samaku enggak? Kan aneh.."

Kak Andrew tertawa. Membuatku, bingung.

"Ish.. kenapa sih, kak? Kok malah ketawa?"

"Habis kamu lucu, Cas." Kak Andrew berkata, setelah dia berhenti tertawa. "Niell itu dokter terkenal, Cas. Mana mungkin dia juga sakit? Lebih baik nanti kamu langsung tanyakan saja padanya!"

"Hmm," gumamku. "Kak, semalam yang anter aku pulang siapa?"

"Dokter Niell," jawab kak Andrew, setelah selesai mengunyah roti coklatnya.

"Dia ngantar sampai ke kamarku?"

"Iya,"

"Jam berapa dia anter aku pulang?"

"Sekitar jam.. sembilan malam kayanya."

Mataku membulat, nyaris keluar. "Jam.. sembilan malam, kak?" Kak Andrew mengangguk, sambil terus mengunyah rotinya. "Terus dia ada bilang apa-apa gak sama kakak?"

"Enggak ada," jawab kak Andrew. "Dia kemarin langsung pulang pas nganter kamu. Katanya ada urusan penting, gitu."

"Kakak beneran yakin kalau dokter itu bakal bisa nyembuhin aku?" Tanyaku, ragu.

"Kakak percaya sama Niell, kalau dia bisa jagain kamu. Tapi, kalau untuk nyembuhin kakak belum yakin. Walaupun dia udah pernah hadapi 5 kasus orang yang kena D.I.D."

"Lima kasus?"

Kak Andrew mengangguk.

"Terlebih lagi, dia dan kakak sudah lumayan lama bersahabat. Jadi, kakak gak ragu buat nitipin kamu sama dia." ujar kak Andrew. "Tapi kamu juga jangan lengah gitu aja karena kakak bilang dia aman. Gak ada satu orang pun yang tahu isi hati seseorang, Cas. Jadi kamu jangan sampai lengah. Ngerti gak kamu?"

Aku mengangguk.

Setelah kami selesai sarapan, aku mengambil alih piring dan gelas kosong dari hadapan kak Andrew dan membawanya ke tempat cuci piring.

"Besok sampai tiga hari ke depan, kakak ada kerjaan di Bali." Ujar kak Andrew, saat aku kembali duduk di sampingnya. "Kamu mau tinggal sendirian di rumah atau kakak titip di tempat Niell?"

"Aku di rumah aja, kak." Jawabku, nyaris tanpa berfikir. Aku tidak akan sudi tinggal bersama dokter dingin dan menyebalkan itu.

"Tapi.. kakak takut kamu kenapa-napa kalau tinggal sendiri."

Aku menghela nafas. "Terus mau gimana lagi, kak? Aku gak mau tinggal di rumah si manusia es itu."

"Manusia es? Niell maksud kamu?" Tanya kak Andrew, dengan bibir berdenyut, menahan senyum.

Aku mengangguk. "Dia menyebalkan. Bukannya tadi sudah kukatakan sama kak Andrew, kalau dia seperti punya kepribadian lain? Dia itu sok dingin banget kak sama aku."

"Terus kamu bales tingkah dinginnya?"

"Ya jelaslah. Seenaknya aja dia bertingkah sombong dan sok seperti itu. Jangan mentang-mentang dia udah jadi dokter muda yang tampan, terus punya perut yang bentuknya six pack itu, bisa dia dengan mudahnya bertingkah sok cool seperti itu? Tidak sopan. Aku-kan pasiennya, yang berarti pembeli. Pembeli itu adalah raja. Betul-kan, kak?"

"Iya, kamu betul Cas." Jawab kak Andrew." Tapi Niell gak kaya gitu kok, dia pasti punya alesan lain di balik sikapnya sama kamu yang dingin kaya gitu. Nanti tanya aja deh, daripada kamu mati penasaran."

"Hmm,"

"Kakak gak bisa biarin kamu tinggal di rumah ini sendirian, Cas. Kakak akan menitipkan kamu pada Niell,"

"Tapi kak.."

"Gak ada tapi-tapian, Cas.." potong kak Andrew. "Kakak bukan nyuruh kamu tinggal di dalam satu apartemen bareng Niell, tapi kakak bakal sewa satu apartemen di samping kamarnya Niell. Oke."

Aku mengerucut, sebal. Bagaimana bisa kak Andrew tega menitipkanku pada manusia es itu. For God's Sake. Aku tak pernah membayangkan hal semenyebalkan ini.

"Kakak pergi dulu ya, sayang." Ujar kak Andrew, lalu mencium keningku, pamit. "Kamu beres-beres aja sekarang, terus nanti siang kamu ke rumah sakit lagi sama bawa semua perlengkapan kamu ke rumah sakit. Nanti kamu pergi ke apartemennya bareng sama Niell aja, kakak nyusul sorenya. Okay, sayang?"

"Sip, kapten." Sahutku, lemas.

Aku benar-benar tidak bersemangat untuk pindah lagi

**


Siang ini, aku berangkat ke rumah sakit kemarin. Setelah membayar taxi yang sudah membawaku dengan selamat sampai ke rumah sakit, aku membawa koper yang berisi pakaianku dan keperluan khusus perempuan lainnya, berjalan menyusuri lantai rumah sakit menuju ke ruangan dokter Niell, yang sudah mengambil julukannya dariku, sebagai manusia es.

Aku membuka ruangan itu dan langsung bertemu dengan wajah si manusia es itu, sedang duduk di kursi kebesarannya dengan senyum yang menghiasi bibirnya saat menatapku.

Apa? Kenapa dia tersenyum padaku?

"Hai.." sapanya, ramah.

"You.. what?"

***

Terbit dan diperbaharui 11 Agustus 2016

Ini benar-benar perubahan drastis. Di rombak. Ada yang mau protes atau kasih pendapat? Silahkan memenuhi komen ya.

Thanks For Reading.

Gak usah komen lanjut-lanjut ya!

Dissociative Identity DisorderWhere stories live. Discover now