Mata es yang tepat berada di depanku ini, melirikku dengan dingin. Aku melipat tangan di depan dada dan ikut menatapnya dingin. Memangnya dia saja yang bisa melakukan itu padaku? Tentu saja, tidak!
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Tanyanya.
"Kenapa?" Tanyaku, menantang. "Tidak suka?"
"Tidak. Biasa aja," jawabnya. "Baiklah. Bisa kita mulai sekarang?"
"Tunggu sebentar!" Tahanku, sambil melipat tanganku diatas mejanya. Dia menatapku dengan alis terangkat satu. "Kenapa dokter tidak memakai baju saat keluar dari sana tadi?"
"Karena aku pikir tidak ada orang yang masuk ke dalam ruanganku."
"Tapi dokter tahu-kan, kalau aku akan datang?"
"Aku tahu,"
"Lalu, ruangan apa itu?"
"Kamu terlalu banyak bertanya, Cassie." Katanya. "Tidak bisakah kita memulainya sekarang?"
"Bukankah seharusnya anda sudah mengetahui semuanya dari kakak saya?"
Mata es itu menatapku dengan datar, "Kakakmu hanya mengatakan padaku, kalau kamu adiknya-menderita penyakit D.I.D," jelasnya. "Apa ada lagi yang ingin kamu tanyakan?" Aku menggeleng. "Kita mulai sekarang, okay? Kamu sakit apa?"
"D.I.D"
"Aku gak butuh jawaban singkat seperti itu, Cassie!" Ujarnya dengan wajah datar. "Aku sudah tahu kalau kamu memang terkena penyakit D.I.D itu. Yang aku butuhkan, penjelasan rincinya saja!" Lanjutnya, dingin. "Pribadi apa yang ada dalam tubuhmu?"
"Tanyanya gak bisa lebih dingin lagi?" Aku kembali melipat tanganku di depan dada, menatapnya datar.
Dia diam, menatapku dengan sorotan mata yang semakin dingin. "Dengar ya! Aku disini bukan untuk mendengar pendapatmu itu! Tapi untuk mengobati penyakitmu. Jadi, jangan protes dengan apa yang aku lakukan padamu, mengerti?"
Aku menatapnya emosi, "Oke, kalau begitu aku juga tidak membutuhkan pengobatan dengan dokter dingin sepertimu." Aku berdiri dan berjalan menuju pintu, sampai kata-kata dokter itu menghentikan langkahku dengan berkata.
"Apa kakakmu akan mengizinkanmu untuk pergi dari sini sebelum kita selesai?"
Shit.
Dengan sangat amat terpaksa, aku berbalik, menatapnya dengan dingin. "Oke," balasnya. "Kita selesaikan dengan cepat sekarang." Aku kembali berjalan menuju kursi di hadapan dokter itu dan mendudukinya. "Aku punya kepribadian lain, seorang maniak seks. Anda bisa mengerti keseluruhannya, bukan?"
"Pribadi seorang maniak seks, ya?" Gumamnya, sambil menaikkan sebelah alisnya menatapku. "Ternyata keinginanmu kuat juga di masa muda."
Apa-apaan maksudnya?
"Itu- keinginanku? Itu bukanlah keinginanku dokter dingin!" Cecarku tak terima. Tentu saja aku tidak terima, seenaknya aja dia bilang itu adalah keinginanku.
"Benarkah? Lalu kenapa kepribadian itu bisa datang, kalau bukan karena itu? Atau pribadi aslimu sangat membenci laki-laki atau hubungan seks?"
"Lebih tepatnya, tidak juga." Jawabku. "Aku dulu biasa saja dengan laki-laki. Tapi, tidak untuk 6 tahun yang lalu dan sekarang!" Dokter itu diam. Dengan tidak sabaran, "Jadi, sekarang bagaimana cara dokter untuk mengobatiku? Tolong, cepat katakan dan jangan bertele-tele lagi!"
![](https://img.wattpad.com/cover/80458770-288-k470610.jpg)
YOU ARE READING
Dissociative Identity Disorder
RomantizmAku Cassie Laurent Hariston.. Aku mempunyai dua kepribadian ganda. Dan kalian tahu apa saja? Pribadiku yang asli, seorang periang dan cukup pandai bergaul. Pribadiku yang lain, seorang maniak seks yang selalu berusaha untuk menghan...