Bab 8

45.2K 3.3K 176
                                    

Sorry for delay

Ingat ya, yang udah penasaran banget fan baca sampai tamat bisa langsung mampir ke karyakarsa. Link di bio

Happy reading!

***

"Nadia! Di, Nad, Nadi, Dia. Hei!"

Nadia mendengkus kesal. Ia menghentikan langkah dan menoleh sempurna ke orang yang sedari tadi mengganggunya, Langit. Langit pun mengerem kakinya, agak tersentak oleh sikap Nadia yang menatapnya garang.

"Bisa nggak sih nggak nggangguin aku?" ucap gadis itu kesal.

"Gue mau ngom—"

"Jaga jarak!" Telunjuk Nadia teracung saat Langit akan menghampirinya.

"Oke." Lelaki itu mundur teratur. "Gue mau ngomong sesuatu sama lo."

"Apa? Kamu suka sama aku?" Nadia mengibaskan rambut ke belakang. "Sorry, kamu bukan tipeku jadi jangan ngarep."

Mulut Langit setengah terbuka, dia tak menyangka gadis di hadapannya ini akan sangat blak-blakan. Namun, sedetik kemudian tawanya pecah. "Gue suka gaya lo!" Perlu waktu beberapa detik untuk Langit meredakan tawa. "Tapi gue nggak mau ngomong itu. Gue cuma mau minta bantuan."

Dahi Nadia mengerut dalam, ia menatap Langit penuh tanya.

"Sini deh gue bisikin." Senyum iseng milik lelaki itu tercetak sempurna dan membuat Nadia berdecak.

"Ogah! Nggak ketipu sama modusan kamu," kata Nadia sembari kembali melangkah.

"Dih! Gue serius kali, Di!" teriak Langit sambil berjalan lebih cepat, menjajari langkah Nadia. Tapi gadis itu kembali menunjuk ke arah Langit, kode agar dia berhenti mengikutinya.

"Jaga jarak!" ucapnya mempertegas.

Langit terdiam di tempat, bibirnya menggemakan tawa. "Kayak truk tronton aja pakai jaga jarak," gumamnya lebih kepada diri sendiri. "Di! Gue seriusan mau ngomong sama lo. Nanti aku telepon, ya." Sekali lagi, lelaki itu terbahak saat melihat Nadia melengos sebal. Tapi kemudian tawanya berangsur-angsur hilang, seiring dengan punggung Nadia yang tak lagi nampak. Lelaki itu mengembuskan napas pelan. "Kok gini banget ya usaha gue deketin dia." Langit menggeleng, tak habis pikir dengan pikirannya sendiri. "Sesuatu yang berharga memang sudah didapet, Lang!"

***

Setiap kali melihat buku berwarna hitam milik Biru, Cinta selalu merasakan debaran aneh. Apalagi setelah membaca coretan yang ada di sana, salah satu tulisan Biru yang membuat hatinya terenyuh dan sering ia baca berulang-ulang. Penasaran dengan arti yang tersirat di sana. Ingin tahu dengan maksud yang ingin disampaikan sang penulis.

Maaf, satu kata yang selalu ingin diucapkan oleh bibirku.

Maaf, sebuah kata yang tak pernah bisa terdengar oleh indra pendengaranmu.

Maaf, andai kata itu bisa menebus sebuah kesalahanku.

Nyatanya, tidak.

Aku terlambat.

Entah apa maksudnya, Cinta tidak mengerti. Yang dia tahu lelaki ini seperti menyesal akan sesuatu, tapi apa?

Cinta menggeleng. Untuk apa dia peduli? Ingat, fokus kamu saat ini bukan lelaki, Ta!

Gadis itu memgembalikan kembali novel di atas nakas, sepertinya dia harus mengalihkan perhatian sekarang. Lama-lama berkutat dengan buku itu akan membuat rasa ingin tahunya membesar.

Penasaran adalah fase awal orang untuk jatuh cinta, dan saat ini jatuh cinta bukan prioritas bagi gadis itu, apalagi kepada Biru, lelaki bermuka datar dan bermulut pedas. Dia pasti cuma mencari penyakit kalau jatuh cinta dengan sosok seperti itu.

Birunya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang