I just try stay to be stronger, when I see You
***
Suara air keran mengejutkanku. Sejenak memikirkan siapa yang menyalahkan air keran kamar mandi di saat jam pelajaran. Aku bergegas merapikan seragam sekolah dan rambut yang tergerai sepundak. Aku keluar dari zona persembunyianku.
"Lily?."
Suara lembut itu menyambutku. Ternyata Sani sedang cuci tangan di washtafle.
"Darimana aja kamu, Pak Seno nyariin kamu. Tadi beliau ngadain ulangan harian dadakan."
Sumpah demi apa?? Jantungku seolah tertohok balok. Pak Seno guru kimia yang terkenal killer itu... argh, bisa-bisanya aku lupa kalau ada pelajarannya beliau. Ini gara-gara ketemu Afan. Jadi gak terkontrol jasmani dan rohaniku. Bahkan aku tidak ingat sudah berapa jam berdiam diri di kamar mandi sempit ini.
"Terus Pak Seno pesen sesuatu gak untuk ulangan susulan?," tanyaku antusias.
Sani nampak berpikir keras, mengingat-ingat sesuatu. "Emmm," dia memanyunkan bibirnya. "Eeeem," Sani mengerutkan keningnya kemudian menyipitkan kedua bola matanya. Aku hampir stress menunggu jawaban Sani. Dasar telmi.
"Ah, aku ingat!," serunya melegahkanku. "Aku baru ingat kalau aku lupa dengan kata-kata Pak Seno."
Oo em ji!!!, aku tertunduk lelah. Seketika.
"Thanks infonya San." Aku pun pergi meninggalkan Sani. Sungguh. Tuh cewek telmi'nya dari kelas sepuluh gak waras-waras. Untung aja sih dia bisa naik kelas. Cuma ya gitu kalau pas Ujian kenaikan kelas, teman-teman harus siap siaga kalau-kalau Sani kelamaan mikir jawaban. Siaga nyontekin gitu.
Aku pun bergegas mencari Pak Seno. Apa pun yang terjadi aku harus memohon untuk bisa ikut ulangan susulan. Secara nih ya, Pak Seno itu bukan guru yang mudah dan super pelit.
"Kamu Lily anak XII MIA 2, kan?,"
Oh my, suara malaikat itu menghentikan langkahku. Dia.. dia.. dia berdiri tegap tiga langkah dariku. Tunggu, ada apa ini?. Jantungku... perutku... oh tidak jangan sekarang kumohon. Plissss. Ini pertama kalinya Afan mengajakku bicara, bahkan dia menatapku.
"Benar kan, kamu Lily Arubia?."
Tapi tunggu, apa yang dikatakan olehnya, kenapa satu pun kata tak tertangkap oleh indera pendengaranku. Gawat, makin parah aja sih jasmaniku. Sepertinya berada di dekat Afan memang banyak pantangannya.
Entah sekarang apa yang ada di otak Afan, ekspresinya menatapku skeptic. Astaga, apa terlihat jelas kegoblokan tingahku. Kurasa tidak ada pilihan lagi selain kabur.
Perlahan aku menghitung mundur dalam hati. Tepat pada hitungan ke satu, aku berbalik dan lari....
Eh,
Sesuatu meraih pergelangan tanganku. Tubuhku terhuyung keposisi semula. Saat itu juga aku sadar wajah Afan begitu dekat denganku. Kini yang kulihat dia membuka mulut dan berkata entah apa itu. Aku benar-benar budek.
Tanpa aku pahami satu pun kondisi ini, Afan menarikku melewati koridor sekolah dan berjalan semakin jauh meninggalkan kamar mandi. Sebagai gadis polos, aku hanya bisa menurut. Tapi sedikit tercengang, kaget, bingung, campur seneng dikit. Hhaha.
Seolah ada yang meletup-letup dijantungku. Rasanya aku ingin terbang. Oh Afan, apakah ini mimpi?, kau membawaku pergi entah kemana. Mungkinkah itu taman surgawi ataukah taman cinta yang selama ini ku impikan. Hhahaha. Aku berharap tidak pernah terbangun. Tidak pernah. Tidak akan pernaaaaahhhhhhh.
"Bagus kalian sudah datang."
Suara Pak Seno menghancurkan segalanya. Aku terbangun dari imajinasi konyolku dan aku pun mulai sadar bahwa jemari Afan tak lagi menggenggam tanganku. Kini yang kutahu banyak tumpukan buku yang tertata rapi di rak-rak disekitar kami.
"Ini soal ulangan hariannya."
Bingung. Aku menerima secarik kertas, begitu pun Afan. Kupikir pendengaranku masih eror namun saat kubaca dua kata kunci di barisan awal, seketika bola mataku membesar entah berapa kali lipat. Aku mengumpat habis-habisan dalam hati. Mana mungkin aku mengerjakan soal ulangan semendadak ini, tentu tanpa persiapan, tidak ada teman mencontek, dan justeru bersama orang yang paling wajib harus kudu aku jauhi.
Ini namanya gawat darurat.
Emergency.
"Kalian bisa mengerjakan ulangan harian disini. Berhubung saya ada jam mengajar jadi kalian saya tinggal. Tapi ingat!!!." Pandangan Pak Seno mengintimidasi wajahku kemudian wajah Afan. "Jika kalian bekerjasama," Pak Seno menyipitkan matanya kemudian membelah lehernya dengan tangan seolah itu adalah pisau.
Kami bergidik ngeri.
Sungguh.
Lagi pula, bagaimana kami bisa bekerjasama?, menatapnya saja sulit bagiku, memanggilnya sungguh menyiksa batinku, apalagi mencontek jawabannya. Hancur mungkin harga diriku.
Setelah Pak Seno meninggalkan kami. Aku pun mulai menuliskan nama pada lembar jawabanku. Tanganku gemetaran, sampai harus empat kali aku menghapus hasil tulisanku yang sangat jelek.
Pelan kulirik Afan yang duduk didepanku. Dia nampak tenang. Anehnya, dari belakang pun dia sangat cool.
Banyak cewek-cewek disekolah yang naksir dia. Semuanya cantik-cantik. Tipe cewek idaman Afan pasti yang berkelas. Nah, cewek standar yang pengecut kayak aku gini.... bisa apa huh?. Bisa ngimpi saja.
Sakit.
"Kamu kenapa kok ikut ulangan susulan??"
Saking seringnya sakit hati. Aku jadi rajin berimajinasi kalau Afan mengajakku bicara. Seperti saat ini. Mendadak Afan menoleh dan bertanya kepadaku. Manis.
"Lily???, are u okey??."
Bahkan dalam imajinasiku Afan berani menyebut namaku dan menanyakan keadaanku. Imajinasi ini tega, rasanya sungguh nyata.
"Lily sadarlah!."
"Huh, sadar?," balasku terkejut.
"Iya sadar. Sebelum kamu kesambet sama hantu di perpustakaan ini..."
"Sa.. sa.. sadar??."
Dan aku pun sadar, ini bukan imajinasi. Oh Tuhan, kuatkanlah aku ketika dihadapannya seperti ini.
~
Yeaay, the first chapter....
I hope u'all enjoy my story. So, just leave your comment and vote as my correction and motivation.
^^
enjeha
KAMU SEDANG MEMBACA
I SEE YOU #TheWattys2016
ChickLitWhen I See You.... Ada jutaan kata yang tertahan di tenggorokan, ada ribuan halilintar seolah menyetrum jantungku, ada ratusan tawon yang tega menyengat otakku, dan ada puluhan kupu-kupu yang berani mengocok perutku. Aku tahu ini gak normal...