I still fall for You everyday. No matter what happen when I see You.
* * *
"Apa yang kalian berdua lakukan?!!," hentakan suara itu mengejutkan kami. Reflek tatapan kami saling bertemu dan bertelepati, mendiskusikan suara siapa gerangan. Dalam diam bibir Afan berucap Pak Seno.
Mataku segera membulat. Cepat sekali Pak Seno sudah kembali. Sial. Alan langsung membetulkan posisi duduknya seperti semula, memunggungiku.
"Kalian contekan ya?? Hah!!." Dentum suara Pak Seno semakin keras, dekat, dan menakutkan. "Lil, kamu nyontek Afan ya!?."
Oh God. Afan yang menoleh ke belakang kenapa aku yang dituduh.
"E- e- enggak Pak," sangkalku jujur.
Namun sialnya Pak Seno justeru menatapku curiga. Menjengkelkan. Membuatku semakin takut saja. Bahkan gemeteran. Lagi pula membaca soal saja belum, mana mungkin aku nyontek. Aku pun menunduk, menatap wajah Pak Seno hanya membuatku epilepsi.
"Lily gak nyontek, Pak. Tadi aku mau pinjam penghapus Lily dan kebetulan Pak Seno masuk."
Suara itu membuatku langsung menegakkan kepala.
"Benar, Fan?. Kamu gak bohong?," tanya Pak Seno seolah dia menyakini bahwa kami saling mencontek. Aku memutar pandangan kepada Afan. Lelaki itu menjawab tegas, "Iya Pak Seno."
Astaga. Sungguh menakjubkan. Rasanya aku ingin melayang ke antah berantah karena bahagia. Afan membelaku, atau lebih tepatnya menyelamatkanku dari aungan harimau.
Afan pahlawanku. Hampir saja aku mati karena nilai jeblok. Walau pun aku juga tidak tahu berapa hasil nilai ulangan kimia ku ini yang tanpa persiapan belajar.
Tapi itu tidak penting, yang jelas Afan menyelamatkanku.
Ye ye ye.
Itu tandanya Afan perduli padaku. Bukankah seseorang perduli pada orang lain karena dia menyukai orang itu. oh tidak. Apa mungkin diam-diam Afan juga menyukaiku?.
"Ada apa dengan wajahmu itu?."
Dasar gila. Pemikiran bodoh macam apa itu. Teori dari mana itu, Lil?. Bagaimana bisa Afan menyukaiku juga. Ini bukan dunia dongeng yang selalu puteri miskin dan buruk rupa berjodoh dengan pangeran tampan kaya raya. Seharusnya aku tidak berharap akan kisah cintah indah di masa abu-abu ini. Belajar lebih penting, tapi itu BULLSH*T. Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga!. Orang se-Indonesia tahu itu.
"Lily!!"
Aku mengerjap seketika. Terlihat Afan dan Pak Seno mengernyit menatapku.
█ ▆ ▄ ▂
Sengat matahari menyilaukanku. Aku berlari kecil menuju halte bus seraya berpayungkan tangan untuk melindungi wajah. Siang ini sungguh panas sekali. Beruntung disana sebuah bus sudah berhenti, ini bagus, aku tidak perlu menunggu. Aku langsung melompat ke dalam bus. Terlihat banyak siswa berseragam putih abu-abu sama denganku sudah terduduk manis.
Semenit setelah aku menyandarkan diri pada punggung kursi, bus melaju santai membela jalanan yang kondusif. Tidak macet.
Aku memandang keluar jendela, menikmati pemandangan arus lalu lintas sembari menunggu halte berikutnya. Dalam diam aku teringat dengan kejadian di perpustakaan tadi. Sungguh memalukan. Hanya karena Afan membelaku, pikiranku jadi melayang kemana-mana. Aku jadi tak sadarkan diri. Senyum-senyum sendiri. Kan, malu dilihatin Pak Seno dan Afan. Sial.
Rasanya aku ingin hilang ingatan akan kejadian hari ini. Hhuhuhu.
"Akhirnya...."
Suara berat bercampur helaan nafas panjang itu memutar pandanganku ke asal suara. Dugaanku tidak meleset. Laki-laki berseragam sekolah kotak-kotak menyeringai saat pandanganku berhenti padanya.
"Diluar panas banget. Halte penuh temen-temen. Kamu tahu kan gimana rasanya, Lil?, ke-ku-ra-ngan ok-si-gen!," ceritanya sambil mengipasi diri dengan telapak. Sebuah usaha yang gak bakal ada hasilnya.
"Faldo, itu sih derita kamu. Jadi gak usah mengeluh. Toh, bukan kamu seorang kan yang kepanasan. Ini Indonesia, dan ini bulan April. Jadi wajar kalau matahari lagi semangat-semangatnya manasin kita. Dua bulan lagi Juni tiba, jadi kamu sabar saja. Hujan pasti datang. Lantas jangan kamu mengomel juga karena terguyur hujan nantinya."
"Cerewet banget yaa ni cewek!!."
Aku melengos.
"Nih." Aku menyodorkan kipas lipat yang biasa kupakai dikelas. Jaga-jaga kalau AC kelas bandel gak mau nyala. Faldo tidak meresponku, hanya mengambil kipas dariku. Sepertinya dia benar-benar kepanasan. Ya sudahlah.
Bus berhenti dekat rambu lalu lintas yang menyala di warna merah. Faldo masih sibuk mengipasi dirinya. Aku kembali menatap keluar jendela. Tatapanku melebar mendapati sepeda motor Afan berhenti tepat disamping bus. Namun bukan kehadiran Afan maupun sepeda motornya yang mengejutkanku. Tapi.. cewek yang dibonceng Afan itu.
Siapa gerangan?. Apa ceweknya Afan?.
Sejak kapan Afan punya cewek. Hhahaha. Takdir jangan bercanda deh. Ini pasti mataku yang eror, perlu diperiksa ke dokter. Aku mengucek mataku. Saat kutatap lagi posisi Afan, bus telah melaju kembali. Afan tak lagi disamping. Mungkin sepeda motornya sudah melaju lebih cepat.
Menyebalkan!!.
Ergh.
Aku berusaha mengingat-ingat wajah cewek tadi. Tapi tidak bisa. Yang kuingat dia memakai seragam sama denganku, rambutnya lurus tergerai panjang. Tas'nya..... em, aku lupa!!. Aku terlalu kaget sampai tidak fokus mengamati cewek itu. Apakah dia cantik, jelek, atau burikan. Ya, seharusnya aku tahu itu sebelum merasa cemburu. Tapi.... aku sudah terlanjur cemburu. Patah hati. Sakiiiiiit!!!!!!!!!
Argghh.
Patah hati aku!!!.
Afan, tega banget sih kamu bonceng cewek lain.
"Lil, sadar woy!!." Faldo mengoyak badanku. Aku mengerjap menyadari Faldo ada disampingku. "Kebiasaan ya ngelamun. Awas kesambet Lil, untung-untungan kalo hantunya baik. Nah, kalo jahat. Bisa kalap kamu kesurupan."
"Bisa santai gak sih ngomongnya," aku menunduk kemudian. "Jangan ganggu orang patah hati, oke!!!."
"Kamu patah hati?!!!." Pekik Faldo. "Kamu patah hati sama siapa, Lil??!!!!"
Eettdahh, keceplosan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
I SEE YOU #TheWattys2016
Chick-LitWhen I See You.... Ada jutaan kata yang tertahan di tenggorokan, ada ribuan halilintar seolah menyetrum jantungku, ada ratusan tawon yang tega menyengat otakku, dan ada puluhan kupu-kupu yang berani mengocok perutku. Aku tahu ini gak normal...