Sebuah Dadu~

1.1K 94 15
                                    

Ibu, di setiap akhir dari dongeng yang selalu kau ceritakan. Di setiap penghujung nasehat-nasehatmu, kau selalu berpesan agar aku selalu berbuat baik. Sebegitu cintanya engkau untuk berbuat baik hingga kau tega meninggalkanku bersama ayah yang tak pernah sama sekali peduli.

Tahukah kau bu? Beberapa hari sejak kepergianmu, ayah sudah terlihat seperti biasa, tak ada sisa-sisa kesedihan mengatung di wajahnya. Bahkan boleh jadi, ia tak pernah sedih.

Rumah menjadi sepi sejak kepergianmu Bu, aku sama sekali tak pernah bertegur sapa dengan Ayah. Aku merasa sangat kosong. Apa yang harus kulakukan bu?

***

Pagi itu aku terbangun dengan teriakan Ibu, seperti hari-hari sebelumnya, tak ada yang berbeda kecuali menu sarapan yang memang selalu diganti oleh Ibu setiap dua hari sekali. Hari ini Ibu memasak bubur ayam kesukaanku, dengan kuah beraroma rempah-rempah khas. Ibu selalu berprinsip bahwa lebih baik membuat makanan sendiri daripada membeli buatan orang lain sebab sesuatu yang dikerjakan dengan niat dan ketulusan akan selalu terasa enak dan nikmat.

Aku, Ibu dan Ayah berkumpul di meja makan. Ibu menanyakan kegiatan apa saja yang hendak kulakukan hari ini meski pada dasarnya Ibu memang sudah hapal, namun begitulah cara Ibu memberikan perhatiannya padaku. Ayah seperti biasa terdiam, sesekali matanya tertuju pada Koran pagi yang baru diantarkan atau pada layar smartphone-nya yang selalu bising berdering. Seminggu terakhir Ayah selalu pulang dalam keadaan marah sebab proyeknya tak berjalan lancar namun Ibu selalu dengan sabar menyemangati. Hari ini Ibu ingin ditemani Ayah berbelanja, ransum perbekalan seminggu kedepan sudah habis--begitu istilah yang selalu disebutkan Ibu. Beliau memakai istilah unik untuk segala hal, katanya agar hidupnya tidak monoton seperti orang lain.

Tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 saatnya aku berangkat, setelah berpamitan aku bergegas menuju ke halte terdekat menunggu bus sekolah datang menjemput. Ibu sempat tersenyum dan melambaikan tangan melepasku pergi. Belakangan kusadari bahwa itulah senyuman terakhir yang diberikan Ibu untukku karena pada hari-hari berikutnya aku berjalan menuju halte tanpa pernah menoleh lagi kebelakang. Berjalan dengan langkah berat dan helaan napas panjang.

Hari itu Ibuku pergi untuk selamanya.

***

Ketika jam istirahat telah selesai aku baru menyadari bahwa aku lupa membawa buku Pr Kimia yang kukerjakan semalam. Meski aku ingat persis seluruh jawabannya, sudah terlambat untuk mengerjakan ulang karena Bu Martha akan segera sampai di kelas. Aku menghela napas, bersiap menerima apapun hukuman yang akan diberikan sebab Bu Martha terkenal sangat disiplin dan tegas terhadap siswa yang melanggar aturan.

Jantungku berdetak makin cepat saat Bu Martha masuk dan membuka pintu, aku sudah siap dengan segala kemungkinan yang ada, berlari keliling lapangan, berdiri di lorong sampai kelas selesai atau dipukul dengan penggaris. Itulah hal-hal yang sering kulihat selama ini saat temanku tak mengerjakan Pr. Namun saat masuk ke dalam kelas aku mendapati ekspresi yang tak terjelaskan di wajah Ibu Martha, ia seketika berjalan ke arahku sambil terisak. Setelah mengelap air matanya dan berusaha tersenyum, ia menggenggam tanganku dan memintaku mengikutinya. Aku yang masih belum mengerti, berusaha terus berjalan mengikuti dengan sejuta pertanyaan.

"Alfa, kamu harus ikut Ibu ke rumah sakit." pintanya. Setelahnya ia tak berkata apa-apa, aku pun tak ingin bertanya lagi sebab takut memikirkan kemungkinan apa yang bisa terjadi, dan ketika sampai di rumah sakit, ketika mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi, saat itu juga duniaku runtuh. Aku tak bisa berkata apa-apa.

Ibu pergi, dengan luka yang tak mau sembuh, dengan rasa sakit yang tak tertahankan. Ibu kecelakaan dan Ayahlah penyebab kecelakaan itu, Ayah selamat dan menderita luka ringan, namun Ibu tak tertolong lagi. Belakangan kudengar berita bahwa Ayah menyetir dalam keadaan kalut, menerobos lampu merah--alasan yang sudah sangat jelas bagiku untuk membencinya tanpa perlu lagi penjelasan.

"Begitukah langit membalas semua kebaikan Ibu selama ini? Membawanya pergi dengan rasa sakit tak tertahankan. Jika memang harus pergi setidaknya biarkan Ibu pergi dalam keadaan baik."

Aku mengutuk langit hari itu, aku amat membenci semuanya, sehingga perlahan segala ruang-ruang kebahagiaan di hatiku mulai kututup satu persatu. Tak ada yang membuatku bertahan hidup kecuali nasehat-nasehat Ibu yang selalu disampaikan dengan bijak di malam-malam sebelumnya.

"Menghargai kehidupan adalah salah satu bentuk dari berbuat baik nak, maka seburuk apapun keadaan, sekejam apapun takdir jangan pernah sekalipun kau sia-siakan hidupmu. Sesuatu yang amat sangat diinginkan oleh orang lain"

Kini aku mengerti maksud dari nasehat Ibu di malam itu, meski menyakitkan aku tak sampai hati jika harus menghabisi kesempatan hidupku yang masih panjang sebab itu sama saja aku tidak menghargai Ibu yang pergi karena kesempatan hidupnya telah direnggut oleh langit.

Masa-masa berduka sudah lewat, saatnya membuka lembaran baru.

~

########

Para pembaca semuanyaa~maapkan aku yg tidak konsisten>< udah lama banget ceritanya ketunda mohon maaf yang sebesar-besarnya 🙏🏻tadinya aku niatnya mau hapusin aja cerita ini karena gapernah aku update lagi, tapi belakangan aku liat banyak banget yang nge add Alpha Centauri ke reading list dan masi ngasi vote meskipun aku ga update lagi :'( Terimakasih banyak atas dukungannya karena itu bikin aku semangatt lagi buat nulisnya. Maapkan ketidak konsistenanku 🙏🏻🙏🏻sungguh mohon maaf><

Terimakasih banyak sangat kepada pembaca Alpha Centauri yaa, semoga update kali ini sukaa>< aku open banget sama semua masukannya yaa.
Love yuuu😍😍💕

Alpha CentauriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang