Part 9

4.7K 94 8
                                    

Cameron POV

Jam menunjukkan pukul 9 malam. Aku mencoba untuk tidur, tapi sangat sulit.
DRRT DRRTT.

“Ada apa kau menelponku malam – malam?” tanyaku.

“Syukurlah kau belum tidur. Cam, bisakah kau menjemputku?”

“Ini sudah malam”

“Kau bodoh, Cam. Tentu saja ini malam”

“Jadi kenapa aku harus menjemputmu? Kau perlu bantuan?”

“Sangat perlu, cepat jemput aku lalu kita bicarakan hal ini”

Aly memutuskan sambungan teleponnya. Apakah dia sedang ada masalah dengan pangeran iblisnya?

Aku segera mengendarai mobil menuju rumah Aly dengan kecepatan tinggi. Dari nada Aly berbicara seakan-akan hal itu sangat penting. Aku sudah sampai di rumah Aly, barulah aku ingin turun ternyata Aly sudah duduk di kursi sampingku.

“Kau membuatku kaget,bodoh” ucapku terang – terangan.

“Cepatlah aku tidak punya banyak waktu”

Aku yakin setelah ini, Aly akan cerita panjang lebar kali tinggi. Seperti rumus, walaupun aku tidak tau itu rumus apa.

Kulirik Aly sekilas, wajahnya terlihat kesal. Tangan kanannya memegang perut. Tangan kirinya menopang dagunya. Pasti datang bulan, tidak salah lagi.

“Apa ini tentang pangeranmu?” tanyaku

“Aku tidak menyuruhmu bertanya, jadi diamlah. Nanti kujelaskan”

“Whoa, santai. Datang bulan?”

Aly menatapku tajam mengisyaratkanku untuk diam. Kujalankan mobil tanpa tujuan. Aku tidak tau harus pergi kemana yang jelas perutku lapar, mungkin itulah penyebab aku tidak bisa tidur. Akhirnya kuputuskan pergi menuju McDonald’s yang tidak jauh dari sini.

Aku segera mencari tempat parkir yang tidak jauh dari pintu masuk lalu mematikan mesin mobil.

“Al, ayo turun”

Aku langsung turun dan menutup pintu mobil dengan cepat, ya aku tidak sabar karena perutku sudah lapar. Aly tidak keluar dari mobil. Menunda acara makanku saja.

Aku berjalan ke arah pintu Aly dan langsung kubuka. Aly terkejut lalu kutahan badannya agar tidak jatuh ke jalan. Wajah Aly langsung cemas sekaligus kesal.

“Kau tidur?” tanyaku sambil menahan tawa.

“Kau hampir melukai kepalaku” jawabnya dengan tatapan tajam yang sebenarnya tidak  tajam.

“Ayo turunlah” ajakku.

Aly mendengus sambil menyisir rambutnya dengan jari.

Shit. Cam, apa kau punya sandal atau sepatu selain yang kau pakai?”

Aku kembali tertawa, bagaimana bisa dia lupa memakai sepatunya.

“Berhenti tertawa, Cam”

Aly seperti menyesali tindakan bodohnya sendiri, ia mengalihkan pandangannya ke samping. Aku senang melihat wajah dari samping.

“Cam?”

“Apa?”

Ck. Kau malah balik bertanya”

“Aku tidak punya sandal di mobil”

“Sepatu?”

“Hanya ini”. “Pakailah”

Aku segera melepas sepatu yang kupakai lalu menopang tubuhku dengan lutut kiriku.

“Hey, aku bisa memakai sepatu ini sendiri”

Aku mengabaikan ucapan Aly, memegang kakinya perlahan lalu memasukkan ke sepatuku. Aly langsung menyingkirkan tanganku.

“Kebesaran” ungkap Aly sambil menggerakkan kakinya,

“Kau mau pakai sepatu ini atau tidak?”

“Tidak, ini terlalu besar”

“Kakimu tidak normal, terlalu kecil”

“Kaki besar”

“Cepatlah naik saja ke punggungku”

“Tidak”

“Jadi kau mau apa?” tanyaku.

Aly diam sambil memakai sepatuku yang satunya. Perutku mengeluarkan suara, Aly menatapku bingung lalu menertawakanku.

“Oke oke, Ayo kita masuk” ucap Aly sambil menahan tawa. “Cam, pesankan aku apa saja, terserah kau” lanjut Aly.

Kami memasuki McDonald’s aku memesan makanan sementara Aly duduk sambil memainkan ponselnya.

- -

Aly duluan menghabiskan makanannya daripada aku, ia kembali memainkan ponselnya.

“Lamban” ucapnya sambil mencibir tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel.

“Rakus” balasku.

“Aku tidak rakus!” protes Aly.

“Tentu kau rakus, kentangku saja kau habiskan juga padahal aku memesan 2”  jelasku. “Jadi apa yang mau kau ceritakan?” tanyaku.

“Tidak ada” jawab Aly.

“Kau menelfonku lalu meminta bantuan walaupun aku tidak tau harus membantu apa. Kau ingat?”

“Oh itu, sebenarnya kau sudah sangat membantuku”

“Membantu apa?”

“Dengan ini” Aly menunjuk ke arah meja sambil tersenyum kegirangan.

“Jadi tadi kau kelaparan juga?”

“Ya”

“Itu masalahmu?”

“Yap”

“Berlebihan”

“Eh sebenarnya bukan itu saja”

“Apa lagi?”

“Entahlah, mungkin aku terlalu berlebihan” ucap Aly. Perlahan air matanya turun ke pipinya. “Aku ingin cerita berhubungan dengan Theo”

----

akhirnya ngelanjut setelah baca komen" yg bikin geli sendiri wkwkw. ini juga gatau ceritanya jadi gaje atau ngga.

vote and comment  yea

"Just Friend"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang