Ritha duduk di kursi undangan, memperhatikan bagian depan balai desa yang telah disulap menjadi panggung untuk upacara perpisahan nanti malam.
Aneh rasanya. Biasanya di sana, dia melihat beberapa kelompok anak sedang belajar bersama. Tapi kini, panggung dihiasi beberapa pot dengan bunga yang bewarna-warni, dua buah salon berukuran sedang masing-masing di sisi kanan dan kiri, serta sebuah spanduk yang membentang.
“Belum mau pulang ya?” Helma meletakkan sebotol minuman isotonik tepat di depan Ritha. Teman-teman yang lain sedang bersiap-siap. Ritha yang meminta mereka kembali ke tempat menginap, mandi, sehingga bisa melakukan persiapan lebih awal sebelum acara dimulai. Helma belum bisa kembali, dia masih menunggu Sandy dan Agra yang meminjam stand mic di sekolah.
“Rasanya baru nyampe di sini.”
Helma turut memperhatikan panggung di hadapannya. Sebuah panggung sederhana yang akan selalu mengingatkannya pada anak-anak luar biasa yang telah membantunya menemukan mimpi. “Aku juga ngerasa masih perlu banyak waktu buat belajar di sini. Aku sempat cerita ke mamaku. Mama malah ngarep aku bisa lebih lama tinggal di sini.”
“Jangan-jangan mamamu bakalan cariin kamu jodoh orang sini,” canda Ritha disambut tawa Helma.
Helma sudah menceritakan semua kepada orangtuanya, termasuk tentang hubungannya dengan Jimmy.
Awalnya, orangtuanya seperti tidak terima. Tapi mereka juga tidak bisa memaksakan perasaan Jimmy. Helma berhasil meyakinkan papa dan mamanya bahwa kehilangan Jimmy bukan berarti dia kehilangan segalanya. Helma memastikan dia tidak akan menjadi anak manja lagi. Mamanya tidak perlu khawatir jika Jimmy tidak lagi bisa menemani dalam kesehariannya.“Jodoh orang sini? Siapa? Bli Purna maksudmu?”
“Ya siapa tahu,” jawab Ritha sekenanya kemudian membuka botol minuman yang dibawa Helma.
“Lagian, dia kan masuk dalam jajaran top ten pemuda sukses.”
Helma kembali hanya tertawa kecil. Purna memang begitu sering mengunjungi mereka. Entah itu di posko, atau di rumah Pak Ketut. Dari penuturan Devan yang paling sering mengobrol dengan Purna, sebenarnya orang yang sedang didekatinya bukan Helma, tapi Ritha. Kalau memang Ritha sudah melupakan Bagas, Helma pasti dengan senang hati menjadi perantara untuk mendekatkan mereka berdua.
“Kalau cari pasangan, nggak boleh cuma liat dari segi materi aja.”
“Oh, jadi KKN selama sebulan emang udah banyak ngubah pola pikirmu.”
Beberapa kali Ritha mengangguk kecil.“Ini berkat ikan mujair itu,” sahutnya lagi membuat mereka berdua larut dalam tawa.
***
Dera tidak bisa menghindar lagi. Sudah beberapa kali dia berusaha untuk tidak bertatap muka dengan Helma, tapi kali ini tidak ada lagi jalan baginya untuk berkelit.
Helma tidak langsung menyapa. Dera masih mendampingi beberapa penari yang sebentar lagi akan membuka acara. Dia mengalihkan pandangan pada Anggita yang nampak masih membenahi letak hiasan kepala yang digunakan para penari.
Jika terus seperti ini, Helma tahu bahwa permasalahannya tidak akan pernah selesai. Helma berusaha membuang rasa gengsinya, dia memutuskan untuk lebih dahulu mendekati Dera.
“Soal kejadian minggu lalu….” Belum selesai Helma menyampaikan kalimatnya, Dera menjauh. Dia masuk ke ruang Karang Taruna, yang malam itu difungsikan sebagai ruang rias penari. Anggita yang mengetahui keberadaan Helma, juga tidak tahu harus berkata apa. Hanya pandangan matanya yang mengisyaratkan agar Helma mau menyusul Dera.
Meskipun rasanya begitu berat melangkahkan kaki, Helma tidak punya pilihan lain. Dia menghampiri Dera yang duduk di kursi plastik. Dera tengah memperhatikan bayangannya sendiri yang terpatul pada cermin berukuran sedang di depannya.
YOU ARE READING
Sayap Mimpi
Romance"Dreams are conceived long before they are achieved. The period of time between the birth of a dream and its realization is always a process." (John C. Maxwell) "Aku pernah mendengarmu mengutarakan mimpi. Bertahun-tahun yang lalu. Sekali. Hanya seka...