The End of Fairytale

232 21 0
                                    

"Tink, majalah ini sangat bagus,"ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya dari majaah itu.
"oh ya? Apa isisnya?" tanyaku.
"salah satu artikelnya membahas tentang dongeng dari berbagai versi. Ada PeterPan juga disini,"ujarnya sambil menunjukan artikel majalah itu. Aku tersenyum melihatnya, Peter Pan adalah dongeng favorit kami. "disini, diceritakan macam-macam versi ending dari Peter Pan. Salah satu yang paling aku tertarik,uhm.. ini,"ucapnya sambil menunjuk bagian artikel yang dia maksud.
"sahabat terbaik Peter Pan, Tinkerbell mati. Peter Pan juga tidak ingat apapun tentang Tinkerbell. Dia tidak ingat pernah memiliki sahabat peri dan hal-hal ajaib lainnya."
Aku terdiam mendengar cerita yang Tae tuturkan. Tinkerbell mati? Peter Pan tidak mengingat apapun tentang Tinkerbell? Ending macam apa itu? Siapa penulis bodoh yang mengarang akhir cerita seburuk itu?
Tae mengangkat wajahnya dan menatap wajahku yang memucat. Tiba-tiba saja, merasa takut dengan tatapan Tae. Tatapan itu begitu sungguh-sungguh dan lekat, membuatku merasa tertekan. "jadi, Tink... sebelum kau sakit karena dilupakan, lebih baik kau pergi dariku. Just stay away from me, Tink. Hate me as much as you can. 'cause unlike the story... you're not the one who going to die."
Air mataku menetes tanpa kuminta. Aku tak mau bersusah payah untuk menghapusnya. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu. "maksudmu apa?"ucapku tak percaya.
"just stay away from me, Tink!"serunya tiba-tiba.
Aku menarik napas dalam-dalam dan berusaha menjawab setenang yang aku bisa. "Tidak!"
"I said, stay away from me, Tink!" ulang Tae lebih keras.
"I won't!"seruku lebih keras. Tae menatapku tak percaya. Dia menyandarkan punggungnya dan menarik napas panjang. Terlihat lelah dengan sikap keras kepalaku. Aku tak peduli. Aku memilih menjadi keras kepala dibanding kehilangan kesempatan bersamanya.
"but I don't need you again!" serunya, membuatku tersentak. Air mataku segera berjatuhan tanpa bisa ku control lagi tubuh terasa lemas dan bergetar ketakutan. "Grown up Tink,"ujarnya setelah keheningan beberapa saat.
"how if I don't want to grown up?"tanyaku dengan nada bergetar.
"you still have to grown up. You're a human, not a doll,"balasnya.
Aku terisak perlahan. Tak membayangkan percakapan ini akan terjadi. "tapi Tae.. can't we just grown up together?"ucapku dengan tenagaku yang tersisa.
Tae menggeleng, membuat isak tangisku semakin keras. "I'm not the right guy for you, Tink. Kau harus mencari seseorang yang pantas untuku. Yang tak bisa hidup sehari tanpamu."
"please, Tink!" serunya sambil mendorong tubuhku mundur. Aku membekap mulutku, kembali terisak dan berlari keluar dari ruangan Tae. Tae, bisakah kau berhenti membuatku menangis? Aku hanya ingin berada disampingmu. Itu saja.
Seokjin menyandarkanku dibahunya,membiarkanku menangis sepuasnya. Perlahan dia menggenggam tanganku erat. Diam-diam memberiku kekuatan tanpa kata-kata. Kekuatan yang aku butuhkan saat ini. Saat aku berada dalam kondisi terlemahku.
Tae tak kunjung membuka matanya sejak itu. Dokter mengatakan ada pendarahan dikepalanya akibat kebiasaan Tae membenturkan kepalanya saat dia tak mampu mengingat sesuatu, ditambah kondisi kepalanya yang belum pulih sejak kecelakaan itu. Dokter bilang Tae beruntung bisa bertahan sampai saat ini.
"Jungkook," ucap suara lembit itu. aku mengangjat wajahku dan menemukan Seokjin yang juga tampak sedih. Dia menarikku kedalam pelukannya tanpa berkata apapun. Dia terus memelukku erat. "ada aku, Jungkook. aku disini," ucapnya lembut.
"Agasshi," panggilan itu membuatku menarik tubuhku dengan cepat. kutatap dokter yang berdiri diambang pintu. Wajahnya keruh. Dahinya penuh peluh. Aku seakan lupa bernapas saat dokter berucap pelan, "mungkin kau bisa mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya."
Tangisanku pecah seketika. Tubuhku melemah hingga terjatuh ke lantai. Aku menutup wajahku dan terisak tanpa henti. "Tae.. Tae.. Tae.." panggilku berulang kali. Berharap akan datang keajaiban saat aku terus memanggil namanya. Seokjin memelukku dari belakang, membuat tubuhku bertumpu penuh padanya. Pandanganku mulai menggelap seperti hari-hatiku yang perlahan mulai gelap.
Tanpa Tae.
Seokjin memeluk lagi tubuhku yang sedari tadi tak bergerak setelah pemakaman Tae. Dia kembali memelukku erat. Rasa hangat mengalir perlahan. Perasaan yang selalu muncul setiap berada begitu dekat dengannya. Tanpa kusadari, air mata kembali menetes dipipiku, seorang malaikat tengah memelukku. Seorang malaikat telah berada dihadapanku. Malaikat pelindungku,Seokjin,apa yang harus aku lakukan untuk membalas semua yabg telah kau korbankan untukku?
Seokjin tersenyum lembut. Senyuman itu justru membuatku merasa takut. Takut aku tak mampu melawannya lagi. "aku tak peduli. Seandainya semua fansku pergi atau karierku harus hancur. Bila ini satu-satunya cara untuk terus berada disampingmu, untuk melindungimu, aku tak masalah. kau tahu? aku menderita setiap kali melihatmu seperti ini."
"Seokjin, kau tidak tahu..."
"seberapa besar kau mencintau Tae, seberapa besar kau membutuhkan Tae, sebesar itulah aku mencintaimu dan membutuhkanmu. Aku juga tidak ingin kehilanganmu. Mungkin aku juga akan gila sepertimu sekarang bila aku kehilanganmu,"ujarnya tanpa ragu. Seokjin mendekat satu langkah, membuatku mendongak menatapnya. Dengan lembut, Seokjin meraih kedua tanganku. Jantungku terasa berhenti saat itu. "jadi, Jungkook... kumohon menikahlah denganku."
~~~
Sudah hampir sebulan aku kehilangan Tae tapi aku masih tidak bisa melupakan kehadirannya. Seakan dia selalu membayangiku, aku sudah seperti orang gila. Aku masih belum bisa menerima kenyataan pahit ini.
"Jungkook,tolong katakan padaku kau sedang bercanda," ucap Seokjin dengan nada bergetar diujung ponselnya.
Aku mengangguk meski tahu Seokjin tak dapat melihatnya. Aku menelan ludahku dengan berat, berusaha mengucapkan kalimat itu sekali lagi. Aku mencengkram erat ponselku.
"aku... aku tidak bisa menikah denganmu, Seokjin." Ucapku pelan. "dan aku tidak sedang bercanda,"tambahku.
Air mata menetes perlahan dipipiku. Aku tak mengerti mengapa rasanya begitu sakit mengucapkan ini kepada Seokjin. Mungkin aku tak tega menyakiti malaikat yang selama ini menjagaku. Rasanya sungguh sesak saat kalimat itu terucap dari bibirku, ditambah dengan napas berat Seokjin yang terdengar dari ponsel. Maafkan aku, Seokjin. Aku terlalu takut untuk memulai segalanya denganmu. Aku terlalu takut membuatmu lebih sakit dari sekarang.
Flashback off

Setelahnya Jungkook mengakhiri konfrensi pers-nya. Dan beberapa hari kemudian. Jungkook dikabarkan berhenti dari dunia hiburan dan pergi entah kemana. Meninggalkan Seokjin dengan segala rasa cintanya.

Tbc

It's a Tale, So It's a LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang