Indigo's Child

28 3 0
                                        

Aku adalah anak Indigo, aku bisa melihat 'mereka' yang tidak terlihat oleh orang lain. Terkadang aku takut, namun di sisi lain aku juga senang. Aku takut dengan 'mereka' yang mempunyai wajah hancur. Seperti saat aku pergi ke Puncak, aku melihat  nenek berkulit hitam dengan luka yang memenuhi seluruh tubuhnya dan nenek itu melihatku dengan mata yang hamper keluar dan menyala. Pada saat itu aku hanya diam tidak bisa berteriak. Jangankan berteriak, berkata pun aku susah.

Selanjutnya di pintu gudang dekat kelasku aku melihat anak perempuan yang ku perkirakan seusia denganku. Berambut pirang dan mempunyai bola mata yang senada dengan air laut. Dia teman yang menyenangkan, jika aku dimusuhi oleh teman-temanku. Aku akan menemuinya dan bermain dengannya.

Seperti saat ini, Nial dan teman sekelasku memusuhiku hanya karena aku tidak mau memberi uang jajanku. Nial adalah anak dari pemilik sekolah, maka jangan heran jika ia dapat menyuruh teman satu kelasku memusuhiku.

"Ada apa kau menumuiku? Bukankah kamu sedang marah denganku," ucapnya. Aku hanya mampu menghela nafas pelan mendengar nada marah yang terselip di sana.

"Maafkan aku Piran. Aku tidak ber- ..."

"Sudahlah Orland, kau hanya menemuiku jika dirimu sedang di musuhi oleh temanmu itu," ucap Piran dengan mata yang berkaca.

Aku  hanya bisa diam melihat mata yang berwarna senada dengan laut itu kini mengeluarkan buliran air mata. Piran segera menghapus air mata di pipinya, lalu menghilang di balik tembok berwarna putih pucat.

***

Sudah seminggu aku tidak lagi bertemu dengan Piran. Bukan tidak bertemu, tapi aku dan dia tidak mau saling menemui. Dan seperti biasa Nial selalu meminta jatah uang jajan padaku.

Namun sudah beberapa hari ini Nial tidak aku temukan. Banyak teman-temanku yang berkata dia sudah pindah. Jika dia sudah pindah berarti sudah tidak ada lagi yang meminta jatah uang jajan padaku, kan? Dan aku bisa menjalankan hari-hari ku dengan nyaman juga tenteram.

"Ini, kukembalikan uang jajanmu yang sudah kuminta padamu selama 6 tahun aku bersekolah di sini."

Aku mendongkak untuk melihat suara yang sudah kuhapal selama aku menimba ilmu di sekolah dasar ini.

"Nial?" Aku terkejut saat melihat Nial memandangku dengan takut-takut. Tunggu, Nial takut padaku?

"Cepat ambilah, sebelum dia membunuhku lagi." Nial menyerahkan uangnya sambil menatap jendela kelas, dan aku melihat Piran yang melotot kearah Nial. Aku tahu pasti ini ulah Piran.

Saat aku ingin mengucapkan terima kasih pada Piran atas bantuannya, tiba-tiba Piran menghilang dan aku mendengar kabar jika Nial meninggal.

***

Author : Putri | dryani_



H I T A MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang