Jumpa dengan Dhiesna

48 0 1
                                    

Ini bukan waktu setelah aku jumpa dengan Arini. Tetapi, lebih tepatnya sebelum bertemu dengan Arini. Kira-kira seminggu sebelumnya. Jumpa dengan Dhiesna adalah salah satu hadiah dari Tuhan yang tak terduga. Disaat aku jenuh mengerami kamar kos, Tuhan datangkan hiburan untukku. Tepat pada hari Sabtu sore tepatnya tanggal berapa aku lupa. Kira kira setelah dua minggu aku tinggal di Yogyakarta.

Pukul 4 sore Dhiesna menjemputku. Dan hal yang paling mengejutkanku adalah saat ia menemuiku tanpa menggunakan hijab dan langkah yang ia lakukan dengan memaksaku menggunakan hijab. Dan karena itu, aku mulai lagi menggunakan hijab setiap bepergian.

"Ih!!! Gila anak ini. Kok gila sih kamu. Kamu sakit nggak sih?" Katanya dengan ekspresi wajah seolah olah mengejekku.
"Ya sehat. Kenapa?" jawabku.
"Kok nggak pakek jilbab sih? Udah pokoknya aku nggak mau tau kamu harus pakek hijab. Ayok ku anter kamu ke kosan dan pakek hijab pokoknya. Ngga mau tau aku." omelnya.

Satu rahasia lagi yang wajib kalian tahu. Apa itu? Aku adalah anak rumahan yang kemana mana menggunakan hijab. Yah, meski belum sepenuhnya aku berhijab. Yakni, aku berhijab saat keluar rumah. Tapi jika di rumah aku melepasnya dan jika sekadar duduk di teras depan rumah pun aku masih jojong tidak menggunakan jilbab. Lalu mengapa aku melepas hijab? Yakni, perihal prodi yang ku ambil adalah ilmu broadcast. Maka, mau tidak mau, suka tidak suka , nyaman tidak nyaman aku harus merelakan melepas hijab. Toh aku memang belum sepenuhnya berhijab. Jadi itu bukan masalah bagiku. Dan aku juga sudah meminta ijin dengan kedua orangtua akan melepas hijab total.

Saat itu aku berjumpa dengan dhiesna di gang Sinduadi, kira kira 200meter dark kosanku. Aku berjalan demi tidak membuat Dhiesna repot karena hendak menjemputku.

"Argh!emangnya kenapa sih? Santai aja lagi. Lagian kosanku jauh." Ucapku.
"Is aneh kamu ni. Sodaraku tuh berhijab semua dan aku juga udah bilang ke mereka kalo kamu itu berhijab. Ayolah."
"Huuu, yaudah." Jawabku kesal.

Akhirnya dengan sangat terpaksa aku memakai hijab. Yah, memang lebih nyaman menggunakan hijab, tapi... Ais sudahlah.

Setibanya disana aku disambut baik dengan keluarganya. Disana ada bude, pakde, bulek, keponakan dan kakak sepupu. Dan aku adalah tamu satu satunya. Ramai sekali. Disana aku benar benar dihargai, bertoples toples kue dikeluarkan oleh budenya. Sengaja disajikan untuk menjamuku, serta es jeruk yang dibuat sendiri oleh Dhiesna.         

Catatan Sang PerantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang