His Wedding -Calista-

23.3K 1.5K 44
                                    

Kriiiingg...

Aku bergerak gelisah karena mendengar bunyi alarm tersebut. Masih belum mau membuka mata walau tidurku sudah terganggu karena bunyi itu.

"Wake up, slepping beauty.."

Ah, Varen.. Pasti dia yang memasang alarm tadi.

"Aku tahu kamu udah bangun, Calista.."

"Bentar Varen.., aku masih ngantuk banget."

"No, Lista. Ini udah jam 10. Dan kamu belum sarapan. Cepat bangun, dan cuci muka kamu. Aku tunggu di meja makan."

Aku bangkit dengan malas dari tempat tidur milik Varen. Tanpa perlu bertanya aku sudah tau berada dimana aku saat ini. Apartemen Varen.

Bukannya sudah aku katakan kalau Varen itu gay? So, aku nggak perlu merasa takut menginap di apartemennya. Karena dia juga tidak akan tertarik pada tubuhku.

Varen sudah menungguku di meja makan. Dia bahkan sudah menyediakan sarapan untukku. Tunggu..

"Bubur ayam?" tanyaku.

"Ya, bubur ayam. Kamu itu mabuk tadi malam, Lis. Jadi pagi ini kamu harus sarapan bubur ayam, untuk menetralisir alkohol di tubuh kamu."

"Ck, dapat teori dari mana kamu?"

"Dari Prof. Varen Theodor Asadel."

"Ngarep banget jadi profesor," kataku tersenyum sinis. "Aku itu nggak sakit, Varen. Kenapa harus bubur ayam?"

"Kamu sakit, Calista. Jiwa kamu sakit kemarin malam-"

"Kamu itu yang sakit," potongku. "Nama keren, wajah ganteng, penghasilan cukup tapi malah menyimpang, suka main pedang-pedangan. So, jiwa siapa yang sakit, Varen Theodor Asadel?" tanyaku kembali dengan senyum sinis.

"Bisakah kamu memanggilku dengan panggilan yang lebih sopan nona Calista? Aku lebih tua enam tahun dari kamu."

"Tidak, sebelum kamu menyembuhkan penyakit menyimpangmu itu?"

Dia terdiam seperti memikirkan sesuatu. Aku menyeringai penuh kemenangan.

"Kamu ingat sama ucapanmu tadi malam Calista?"

"Eh??"

Memangnya aku ngomong apaan?

"Kamu melupakannya?"

"Aku dalam pengaruh alkohol, pasti omonganku cukup ngawur. Jadi nggak usah ditanggapi."

Varen kembali diam dengan sorot mata yang sulit ku artikan. Ada apa dengannya?

"Hari ini kamu free. Aku mau pulang ke Bandung. Cepat habiskan sarapan kamu biar aku antar pulang."

"Kamu ngusir aku?"

"Terserah kamu mau mengartikannya apa?"

"Loh kok ngambek? Kamu marah sama aku, Ren?"

Varen hanya mengangkat bahunya acuh sambil membawa piring kotornya. Kenapa sih ni anak? PMS Kali ya?

"Terserah lo deh, Ren."

Bangkit dari kursi, aku langsung mengambil tasku yang berada di kamar Varen. Lalu sesegera mungkin keluar dari apartemen Varen. Aku tak menghiraukan Varen yang terus berteriak memanggil namaku.

Karena aku paling benci diacuhkan.

***

Dua minggu menjelang pernikahan Nadhira, keluargaku disibukkan dengan persiapan pernikahan tersebut. Bahkan Mama yang biasanya tak acuh terhadap Kak Nadhira, tampak antusias menyambut pernikahan putri pertamanya.

CalistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang