She -Rafka-

21K 1.5K 46
                                    

Tok tok tok..

"Masuk.." kataku tanpa menoleh.

Tak lama setelah itu, seorang wanita cantik dengan pakaian khas seorang sekretaris masuk ke dalam ruanganku. Dia melemparkan senyum manisnya saat aku melirik sekilas ke arahnya.

"Siang, Pak Rafka," sapanya berjalan mendekat ke arah meja kerjaku.

"Hm.." jawabku acuh.

"Pak Agustian Halim ingin bertemu dengan Anda."

Aku mengangkat kepala, menatap sekretaris yang sudah mengabdi selama lebih dari dua tahun ini padaku. "Agustian Halim?" ulangku sedikit tak percaya.

"Iya, Pak."

Ada kepentingan apa pria tua itu menemuiku? Ah.., mungkin dia masih berusaha untuk terus membujukku agar mau bekerja sama dengan perusahaannya.

"Ya sudah, suruh beliau masuk."

"Baik, Pak," jawab Celine sambil tersenyum manis.

Tak lama setelah Celine keluar, tamu yang tadi dimaksud Celine masuk ke dalam ruanganku. Aku pun 'berusaha' menyambutnya dengan hangat.

"Silakan duduk, Pak Halim."

Dia tersenyum dan menurutiku duduk di sofa yang ada dalam ruanganku.

"Mau minum apa, Pak?"

"Ah, tidak perlu repot-repot Pak Rafka. Saya hanya sebentar."

"Baiklah kalau begitu. Ada keperluan apa Bapak datang ke kantor saya?" tanyaku basa-basi.

"Saya hanya mengantarkan undangan untuk Anda." Dia membuka tas kerja yang dibawanya dan mengeluarkan sebuah undangan berwarna merah. "Saya akan menikahkan putri saya dalam minggu ini. Saya berharap Bapak mau menyempatkan diri untuk menghadiri pernikahan putri saya," jelasnya.

"Wah.., suatu kehormatan bagi saya karena Bapak Halim yang mengundang saya secara langsung. Saya pasti akan hadir pada pernikahan putri Bapak."

Dia lalu bangkit dari sofa. Aku mengikutinya berdiri. "Saya hanya menyampaikan undangan itu saja Pak Rafka," katanya sambil tersenyum. "Tapi saya juga berharap Bapak masih mau mempertimbangkan penawaran saya."

"Baiklah, nanti akan saya pertimbangkan kembali."

Untuk menolak tawaran anda, lanjutku dalam hati.

"Kalau begitu, saya permisi dulu Pak Rafka."

Ya ya ya. Pergilah kau secepatnya dari ruanganku Pak Tua. Aku sudah muak melihatmu dari tadi.

Setelah kepergian Pak Tua itu, aku mengambil undangan yang terletak di atas meja. Hanya untuk sekedar memastikan tanggalnya. Karena percuma aku membaca nama pengantinnya. Nggak kenal juga sama mereka.

Aku lalu mengambil ponsel di saku kemejaku yang berdering menandakan ada panggilan masuk. Melihat id callernya aku jadi malas menjawab panggilan ini. Tapi kalau tidak diangkat, penelepon ini akan mengamuk dan langsung mendatangi kantorku.

"Hallo, Ma.."

"Kenapa baru diangkat? Apa kamu nggak dengar kalo Mama dari tadi nelpon kamu? Emangnya kamu kemana? Kenapa handphone ditinggal? Atau sengaja ya karena kamu tau Mama bakal nelpon. Kamu mau Mama kutuk kayak Malin Kundang, hah?"

CalistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang