Kapitel 3 • Ungkap

618 14 6
                                    

Itu di multimedia ada ilustrasi manusia baja.

• • • • •

Aku tak tahu harus berbuat apa, untungnya Arsen memberiku arahan. "Tidak ada pilihan lain. Inilah saatnya untuk mencoba kekuatan baru kita, Rei," ucapnya melalui pikiranku.

"Apa kau gila?!" teriakku, membentak Alcore yang berada di dalam tubuhku ini.

"Memangnya kamu punya ide yang lebih baik dari bertarung?" balas Arsen, masih menggunakan kemampuan telepati yang menjadikan pikiran sebagai media komunikasi.

"Tak pernah kusangka, hidupku akan sesial ini!" Aku menarik nafas panjang berusaha membuat diriku lebih fokus dan tenang.

"Rei, percayalah. Aku akan membantumu," ucap Arsen berusaha mekinkanku.

"Baiklah, mari kita tes kekuatan kita bila dikolaborasikan." Aku mulai mengepalkan tanganku. Menunggu saat yang tepat sempai konsentrasiku memuncak.

"Hyaaaat!!!" Kakiku mendorong dengan sekuat tenaga. Berlari zigzag dengan kecepatan yang sama seperti atlit profesional untuk menghindari tembakan-tembakan listrik dari dua arah.

Kepekaan seluruh inderaku meningkat seketika. Aku bisa melihat pergerakan peluru listrik dari dua manusia baja yang mengepungku ini. Pendengaranku juga menjadi lebih peka membuatku bisa menghindari serangan pada titik buta.

"Target terkunci," ucap manusia baja yang memakai helm berkaca hijau itu. Kalau tidak salah, manusia baja inilah yang tadinya berwujud kakek-kakek lemah parubaya alias Kakek Agus.

Rerumputan pendek yang berembun memang membuat aku sedikit sulit melangkah, namun fisikku yang sekarang bisa beradaptasi dengan cepat. Suhu angin malam yang awalnya terasa dingin juga sudah mulai bisa kuatasi.

Saat berlari ke arah manusia baja berhelm kaca hijau--yang awalnya berwujud Kakek Agus--itu, tiba-tiba sebuah peluru listrik yang berukuran lebih besar dari biasanya meluncur ke arahku. "Uwaaa! S-sial!"

Secara reflek, aku langsung membelokan arah telapak kakiku ke samping agar aku bisa mengerem dengan sempurna. Kemampuan agiliti yang kumiliki benar-benar meningkat membuatku bisa dengan mudah mencapai titik kecepatan nol.

Saat peluru listrik raksasa itu sudah berada lumayan dekat, aku langsung melakukan salto dengan ketinggian yang lumayan tinggi.

Peluru yang tadinya mengarah kepadaku, kini malah mengarah pada manusia baja bertopeng kaca hijau. "Apa yang kau lakukan? Sial!" Ucapnya sembari berusaha menghindar dengan cara melompat ke samping. Sayangnya ia terlambat, membuatnya hangus termakan listrik.

"Woah! K-keren!" ucapku mengagumi diri sendiri. "Aku bisa sehebat ini, padahal dulu fisikku sangat lemah."

"Beraninya kau bersikap santai seperti itu!" Manusia baja yang bertopeng kaca biru itu mengarahkan tanganya untuk kembali menembakan listrik. "Sial, amunisinya habis."

"Eh? Sungguh? Kupikir listrik itu bisa terus keluar tanpa batas." Aku memegang daguku menggunakan jari telunjuk dan jempol, inilah yang kulakukan bila menemukan fakta baru dari sesuatu yang aku kagumi. Aku memang membenci manusia baja, aku hanya mengagumi teknologi yang mereka pakai.

"Jangan senang dulu, kau bocah." Manusia baja itu mengayunkan kedua tangannya ke bawah, membuat kedua lengannya mengeluarkan pisau sepanjang 50 sentimeter. Entah mengapa gerakannya mengingatkanku pada Wolverin.

ALCORE - Kunci EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang